Kata dasar percaya mempunyai nilai positip dalam setiap kalimat yang dibentuknya. Ditambah dengan awalan, akhiran dan sisipan semuanya merujuk pada sebuah arti yang menyenangkan. Sebaliknya bila kata percaya ada dalam kalimat tanya atau kalimat negatip, artinya bisa membuat seseorang mengeryitkan dahi. Seperti misalnya: Aku tidak mempercayaimu atau Apakah kamu mempercayaiku?
Dalam hubungan suami-istri, kepercayaan adalah satu pilar kokoh yang menyangga pilar-pilar kecil yang lain. Membangun kepercayaan bukan sesuatu yang mudah dan sederhana apalagi diantara dua orang yang berbeda latar-belakang, berbeda gen, berbeda minat de-el-el dan hanya dipersatukan oleh sebuah ikatan ijab-qobul. Rasa saling percaya ini pastinya terbangun didalam jalinan kebersamaan. Nah sudah cukup kalimat pembukaannya, sekarang ke inti persoalan.
Trust = Honest
Dalam hubungan suami-istri, kepercayaan adalah satu pilar kokoh yang menyangga pilar-pilar kecil yang lain. Membangun kepercayaan bukan sesuatu yang mudah dan sederhana apalagi diantara dua orang yang berbeda latar-belakang, berbeda gen, berbeda minat de-el-el dan hanya dipersatukan oleh sebuah ikatan ijab-qobul. Rasa saling percaya ini pastinya terbangun didalam jalinan kebersamaan. Nah sudah cukup kalimat pembukaannya, sekarang ke inti persoalan.
Bila seorang suami tidak mempercayai istrinya atau sebaliknya, siapa yang salah? Sambil beraktivitas pagi, ayo ditebak jawabannya.
berjanji, saling percaya
Yang salah yang tidak percaya ;) Dalam hubungan suami-istri, saling percaya itu hukumnya wajib. Karena kepercayaan itu tumbuh dan dibina seiring waktu, bagi pasangan muda dan pasangan yang sudah menikah bertahun-tahun tentu saja beda perlakuan. Misal nih, boleh-gak intip-intip hp suami atau istri? Boleh-gak ambil duit langsung dari dompet suami? Boleh-gak bawa-bawa ATM suami?
Hmm..jawabannya tergantung seberapa lama berumah-tangganya. Kalau masih penganten baru ya janganlahhhh. Request saja dilarang apalagi gak ijin langsung done. Alamak...bisa rame ntar acara nonton perang mulut. Pasangan muda, masih tahap pendalaman karakter masing-masing, rawan salah-paham, kudu saling menjaga. Kalau masih The First Five Years of Marriage..Ya bolehlah...Ya janganlah... Tergantung nilai-nilai yang disepakati. Kalau sudah lebih dari itu ya boleh dong. Ada juga lho seorang teman yang sudah dua puluh tahun perkawinannya gak pernah buka-buka dompet suami, tabu katanya.
Kalau menurut aku sih, sah-sah saja mau intip hp, mau buka dompet atau mau pake ATM sepanjang gak ada yang keberatan n tergantung niatnya juga. Kalau niatnya mau ribut gak pake buka hp juga bisa ribut. Kalau niatnya cuman iseng-iseng berhadiah, ya oke-oke saja. Malah aku banyak dapet cerita-cerita hikmah atau lucu yang bisa dishare dari intip-intip WA hubby ;)
Masalah lain yang erat kaitannya dengan kepercayaan adalah seputar duit. Ada sebuah cerita sendu tentang ini. Seorang teman bercerita:
Alkisah disebuah desa, ada pasangan yang sudah menikah lebih dari tujuh tahun. Si suami mengeluh duitnya hilang hampir setiap hari, tidak dalam jumlah besar tapi cukup menjengkelkan karena terjadi terus-menerus. Terdakwa pertama tentu saja, pegawainya karena satu-satunya orang luar dalam keluarga itu adalah pegawai dan asisten rumah tangga. Ternyata tidak terbukti. Finally...terdakwa sesungguhnya tertangkap, siapakah dia?
Kisah yang kedua, seorang suami mengeluh pada istrinya uangnya di tabungan tersedot dalam jumlah besar. Investigasi singkat, ketahuan tarikan tunai dari ATM. Bagaimana mungkin, ATMnya selalu ada di dompet? Setelah lapor ke bank, didapatlah data yang lebih detil, menunjukkan area ATM tempat penarikan dan tg serta jam penarikan. Finally, terdakwa utama tertangkap, siapakah dia?
Bolehkan seorang istri mengambil uang suaminya (tanpa ijin) untuk diberikan pada keluarganya? Memang tidak boleh... Tetapi sebelum pertanyaan itu diajukan, seorang suami harusnya peduli juga pada keluarga istrinya terutama kedua orangtuanya yang juga mertuanya. Peduli disini bukan dalam artian untuk hidup berlebihan tetapi untuk hidup yang berkecukupan. Jangan ambil anaknya doang donk...Istri itu khan bukan dicabut begitu saja seperti rumput. Dia berasal dari sebuah keluarga. Tidak mudah baginya untuk menutup mata hanya karena dia sudah menikah. Sebaliknya jika ada seorang anak melakukan pembiaran terhadap orangtuanya dengan dalih taat pada suami juga bukan hal yang patut diacungi jempol.
Bagaimana jika pendapatan suami hanya cukup untuk menafkahi keluarganya saja? Bisakah kita mengatakan orangtuamu adalah orangtuaku?Apakah benar status mertua sama dengan orangtua?
Terkadang aku juga bingung koq kalau ada yang bilang mertua itu sama dengan orangtua. Betulkah? Hehehe ternyata memang betul pemirsa...;)
Lantas kenapa kalau ditegur ma mertua lebih gak enak hati dibanding ditegur orangtua ya? Kog seringnya salah paham ya antara menantu dan mertua? Ini mah proses belajar, perlu jam terbang. Semakin lama jadi menantu semakin nyambung jembatannya. Suami juga kudu ngajarin nyusun batanya, campuran semennya, kapan pasang pipanya, kudu sabar n wise pasti jembatannya nyambunglah.
Kalau pendapatan suami pas-pasan saja, bukan alasan juga untuk tidak peduli pada mertuanya. Bentuk perhatian khan bukan hanya uang saja. Bisa dalam bentuk lain, seperti: kunjungan, sapaan atau dalam bentuk mengijinkan istrinya untuk datang rutin menjenguk orangtuanya. Bagaimanapun juga jika seorang istri sampai melakukan hal-hal yang ilegal dalam rumah tangga, disitu suami harusnya merasa bersalah karena dia pasti ikut andil didalamnya.
Bagaimana jika pendapatan suami hanya cukup untuk menafkahi keluarganya saja? Bisakah kita mengatakan orangtuamu adalah orangtuaku?Apakah benar status mertua sama dengan orangtua?
Terkadang aku juga bingung koq kalau ada yang bilang mertua itu sama dengan orangtua. Betulkah? Hehehe ternyata memang betul pemirsa...;)
Lantas kenapa kalau ditegur ma mertua lebih gak enak hati dibanding ditegur orangtua ya? Kog seringnya salah paham ya antara menantu dan mertua? Ini mah proses belajar, perlu jam terbang. Semakin lama jadi menantu semakin nyambung jembatannya. Suami juga kudu ngajarin nyusun batanya, campuran semennya, kapan pasang pipanya, kudu sabar n wise pasti jembatannya nyambunglah.
Kalau pendapatan suami pas-pasan saja, bukan alasan juga untuk tidak peduli pada mertuanya. Bentuk perhatian khan bukan hanya uang saja. Bisa dalam bentuk lain, seperti: kunjungan, sapaan atau dalam bentuk mengijinkan istrinya untuk datang rutin menjenguk orangtuanya. Bagaimanapun juga jika seorang istri sampai melakukan hal-hal yang ilegal dalam rumah tangga, disitu suami harusnya merasa bersalah karena dia pasti ikut andil didalamnya.
Btw: Seberapa kekurangannya seseorang bila ia membagi rizkinya yang sedikit itu secara ikhlas pada orangtuanya (termasuk mertua) tidak akan pernah menyebabkan dirinya jatuh miskin.
Jadi kalau ada seorang anak (khususnya anak laki-laki) meminta maaf pada orangtuanya karena tidak bisa membagi sedikit rizkinya, percayalah sejak saat dia meminta maaf, rizkinya tidak akan pernah bertambah longgar.
Wahai para istri (remider to my self) kita seharusnya adalah orang yang paling bisa dipercaya oleh pasangan dalam segala hal bahkan lebih dari anak-anak kita (anak-anak kalau takut masih bisa boong dikit-dikit, dengan meralat kesalahan). Kalau ada seorang anak perempuan yang merasa harus membantu orangtuanya sementara keluarganya sendiri dalam kesulitan janganlah memaksakan diri. Bantulah dengan apa saja yang halal, insyaallah yang sedikit itu akan menjadi berkah daripada banyak dengan cara yang tidak baik. Itu sebabnya alangkah baiknya kalau tiap individu menjadi orang yang lebih berdaya, sekalian baca ini
Wahai para suami, bijak-bijaklah terhadap istrimu karena doa air matanyalah yang akan mengantarkan anak-anakmu menjadi anak yang sholeh. Apa ganjaran yang lebih pantas bagi istrimu selain bersikap bijak padanya dan pada kedua orangtuanya?
Barakallah...
Penulisnya mau jalan-jalan dulu Ya... See you Soon :)
Jadi kalau ada seorang anak (khususnya anak laki-laki) meminta maaf pada orangtuanya karena tidak bisa membagi sedikit rizkinya, percayalah sejak saat dia meminta maaf, rizkinya tidak akan pernah bertambah longgar.
Wahai para istri (remider to my self) kita seharusnya adalah orang yang paling bisa dipercaya oleh pasangan dalam segala hal bahkan lebih dari anak-anak kita (anak-anak kalau takut masih bisa boong dikit-dikit, dengan meralat kesalahan). Kalau ada seorang anak perempuan yang merasa harus membantu orangtuanya sementara keluarganya sendiri dalam kesulitan janganlah memaksakan diri. Bantulah dengan apa saja yang halal, insyaallah yang sedikit itu akan menjadi berkah daripada banyak dengan cara yang tidak baik. Itu sebabnya alangkah baiknya kalau tiap individu menjadi orang yang lebih berdaya, sekalian baca ini
Wahai para suami, bijak-bijaklah terhadap istrimu karena doa air matanyalah yang akan mengantarkan anak-anakmu menjadi anak yang sholeh. Apa ganjaran yang lebih pantas bagi istrimu selain bersikap bijak padanya dan pada kedua orangtuanya?
Barakallah...
Penulisnya mau jalan-jalan dulu Ya... See you Soon :)
No comments:
Post a Comment