08 February 2016

Bekerja itu mudah, mencari pekerjaan itu yang sulit.

Bila ada soal multiple choice seperti di bawah ini, sebaiknya pilih apa?
1. Bekerja bersama orang yang tidak pintar tapi jujur
2. Bekerja bersama orang yang pintar tapi tidak jujur
3. Bekerja bersama orang yang tidak pintar tapi jujur dan mau belajar
Hampir dipastikan  pemilih akan memilih pilihan no tiga. Sayang sekali pilihan no tiga dikehidupan nyata sangat amat jarang sekali. Yang terbanyak adalah varian pilihan satu dan dua. 
Seandainya disuruh pilih satu saja dari kedua pilihan diatas, maka lebih baik pilih yang mana?
Jawabaannya pasti beragam dan punya alasan kuat berdasarkan pengalaman masing-masing. Kalau aku sih dalam taraf yang tidak ekstrem pilih bekerja dengan orang yang tidak jujur tapi pintar. Pilihan dua, memang makan ati (amat-sangat) tapi paling tidak kita bisa mengantisipasinya untuk meminimalkan kerugian, sebaliknya kepintarannya bisa kita manfaatkan sebesar-besarnya. Sementara kalau bekerja dengan orang yang tidak pintar tapi jujur (pilihan pertama), sama makan ati juga (amat-sangat-sekali), merugikan juga dan yang terburuk bisa bikin jantungan saking seringnya ngelus dada. Sebelum terlalu jauh pembahasannya, sekedar info, soal multiple choice ini hanya berlaku dalam rangka mencari asisten RT (include sopir). Jadi teori ini diilhami akibat trauma habis ngeliat share video di fb tentang pembantu bantu pencuri
Dicari...!!!

Pilihan no tiga, terbilang langka dan sangat limited edition. Ini adalah peluang besar bagi pencari suaka kehidupan yang lebih baik. Semua pekerjaan membutuhkan dua variable penting ini (jujur dan mau belajar) sebagai modal dasar. Kalau sudah punya modal dasar ini tinggal menambah varian yang lain, seperti doa, loyalitas, dll sebagai pemicu keberhasilan (sumber: teori sukses)
Sebelum lanjut, ada baiknya menyimak kisah dibawah ini:
Alkisah dari kota sebrang. Siti yang cantik jelita menikah dengan dengan Amir yang tampan nan baik hati plus mendapat restu kedua orangtua masing-masing. Sang suami mempunyai beberapa komponen sifat baik sehingga untuk penampakan dia mendapat rating A- (mirip ratingnya temptalia, beauty blogger :).
Singkat cerita, disanalah kita bertemu dan disinilah aku menulis. Tanpa melalui tebak-tebakan yang rumit, banyaknya kerut di wajah Siti menggambarkan kesulitan hidup yang dialaminya.
Dari pembicaraan hati ke hati, terkuaklah riwayat kisahnya. Bertahun-tahun menikah, keadaan ekonomi keluarga tak kunjung membaik. Setelah melalui pendalaman, secara tersirat tercetus sang suami ternyata pemilih pekerjaan, artinya dia butuh kerja tapi dia hanya akan bekerja bila pekerjaan itu sesuai harapan. Karenanya banyak lowongan pekerjaan yang dilewatkan atau terlewat begitu saja. 
Bagaimana kisah selanjutnya?
Sebuah kisah bersambung yang tidak membingungkan tapi mengharukan melihat kesabaran sang istri. Tetapi bukankah tidak cukup hanya kesabaran yang kita contohkan ke anak-anak? Ketangguhan juga penting diajarkan supaya bisa survive dalam kehidupan.
Kembali ke judul tulisan, lengkapnya: bekerja itu mudah, mencari pekerjaan yang sesuai keinginan itu yang sulit. 
Pengalaman ini menguatkan:
Ketika sopir yang sudah bekerja lima tahun berhenti dengan alasan mau berwiraswasta kerupuk, aku sempat kelimpungan mendapatkan pengganti. Bukan karena tidak ada yang melamar tapi karena tidak berani aja ambil sopir tanpa rekomendasi. Ternyata bukan hanya hanya aku yang diliputi rasa khawatir dalam merekrut pekerja RT (karena bukan pengusaha sebenarnya jadi hanya bisa mencontohkan perekrutan asisten RT sahaja ;). Banyak lho teman  yang mengeluh sulit cari sopir, pembantu atau perawat pribadi untuk orang tua/sakit. Bukankah ini sebuah peluang pekerjaan? (Hanya untuk orang yang berkemauan).
Dalam scope yang lebih luas, percayalah, banyak di luaran sana, orang yang membutuhkan pekerja yang jujur dan mau belajar. Dalam iklan lowongan pekerjaan biasanya kriteria, pekerja keras dan jujur diidentikan dengan sales. Bekerja serabutan diidentikan dengan pesuruh atau cleaning service jadi belum-belum sudah ilfil. Padahal, tidak sedikit orang sukses yang diawali bekerja sebagai sales atau cleaning service.
Kunci sukses adalah mau belajar. Tidak pintar tapi kalau ada kemauan untuk upgrade, lama-lama jadi pintar juga khan. Kalau kita butuh pekerjaan, jangan dilihat dulu besarnya gaji dan jenis pekerjaannya, lihat saja kesempatan atau peluang dari pekerjaan yang ada untuk hidup normal/standart. Seorang suami harus menafkahi keluarganya, seorang anak yang ingin membantu orangtuanya atau seorang individu yang tengah mencari jati diri dengan bekerja sebagai tugas belajar kehidupan edisi bertanggung-jawab.
Kalau tidak merasa cocok, tekuni saja dan jadikan batu loncatan untuk menuju kehidupan yang lebih baik. Gaji dari "pekerjaan yang tidak disukai" itu, tabung aja sampai jangka waktu tertentu dan cukup untuk dijadikan modal usaha kecil-kecilan. Atau selama rentang waktu bekerja dengan "pekerjaan yang menjengkelkan" itu, upgrade kemampuan dengan langkah awal, tidak main perhitungan rumit dengan mengatakan ini bukan bagian saya, ini bukan tanggung-jawab saya dll. Kira-kira, senang gak-ya kalau nemu pekerja yang mau melakukan tugas-tugas tambahan, diluar waktu atau melampaui job discriptionnya (dalam artian positip). Pasti senenglah...
Kisah sukses orang-orang besar banyak diwarnai dengan awal yang sulit dan tidak menyenangkan. Tapi mereka jalani saja, tekuni saja, dan akhirnya mereka dipromosikan, direkomendasikan dan tetap rendah hati (mau belajar itu adalah sifat utama dari orang yang rendah hati). Jadilah mereka orang sukses, seperti yang kisahnya dijual dan dipajang di gerai toko-toko buku seantero negri.
Bagaimana menurut anda?
See you in next post...