23 December 2017

Mengintip Cantiknya Kota Davos, Swiss...(Review Hotel St Gotthard Zurich & Arabella Waldhuus Davos)


Baru kali ini diajak suami jalan-jalan (aslinya ada pelatihan) ke LN, persiapanku tidak maksimal bahkan bisa dibilang saltum...! Bulan nov-des adalah bulan terbangku. Setiap wek-end selalu ada acara, terbanyak adalah kondangan pengantin diluar kota. Karenanya sewaktu ada acara di Aceh (padahal pengin tahu banget kota serambi mekkah ini seperti apa pasca tsunami ). Sayang disayang  aku tidak bisa ikut selain kasihan sibungsu, Rana ini juga masih rewelll banget kalau ditinggal pergi (nanti akan dikisahkan lebih lanjut) Ditambah masalah pekerjaan masih menggantung. (hehe..kerja sikit-sikit untuk nambah uang saku ibu RT:)
Hubungan LDR (suami tugas di bojonegoro dan si ibu tinggal di sby) terkadang menyebabkan komunikasi  tidak nyambung (apalagi kalau yang satu di LN ya :( 
Karena akan bepergian, maka tugas kewajiban antrian px operasi diselesaikan dulu. Jadilah suami yang biasanya sehari bisa telp tiga-empatkali, kini jadi minus sekali aj itupun cuman perdetik. Akibatnya fatal, ya itu tadi saltum, terjebak udara dingin, minus 13ᐤC dinegeri orang. 

 Suhu extrem, pucat kedinginan...
Beku di Jacobshorn


Saltum, rangkap empat ;)
Sehari sebelum berangkat, suami minta ditemani beli peralatan perang melawan hawa dingin. Aku masih terkaget-kaget dengan harganya yang mencapai tujuh digit. Lalu biasalah emak-emak, sayang duit dan ketika ditanya suami, apakah persiapanku sudah lengkap, aku jawab aja sudah ada. Toh, aku juga sudah pernah kesana, pikirku (masih tenang...) Bahkan sewaktu suami menawarkan untuk menambah long-john, dengan bijaksana kutolak :(
Setelah berkeliling dari jam 13.00 sampai menjelang magrib, maka pulanglah kita menuju rumah. Ketika melakukan sentuhan terakhir, mendadak aku sadar, baju-baju yang tertata adalah baju jalan-jalan musim semi bukan baju musim dingin, apalagi menghadapi suhu minus derajad. Baju-bajuku pada melambai saat dilipat bukan menggumpal layaknya baju tebal musim dingin. Maka bertanyalah aku pada sang suami. 
Jawabannya sungguh mengagetkan, katanya ketika aku ke Zurich itu bulan mei bukan desember, dimana suhu mencapai minus derajad. Aku lirik jam, sudah menunjukkan pukul 20.45. Panic Attack...
Lima belas menit kemudian, aku sudah digerai Max&Spencer. Karena tidak berhasil mendapatkan jaket sesuai selera, dengan cepat aku ke bagian pakaian dalam. Aku memilih long john, perkiraanku, hawa dingin bisa kulawan dengan memilih long john yang tepat. Dibantu pramuniaga, aku mendapatkan longjohn yang tidak tebal tetapi menurutnya bisa tahan sampai minus sepuluh. Sebenarnya aku masih sangsi tapi karena pramuniaga itu menyakinkan maka akupun memilihnya. Terbukti kelak, jangankan minus sepuluh, minus satu aja gak nahan :(

---------------
Setelah transit di Dubai beberapa jam, kami melanjutkan perjalanan menuju Zurich. Sesampainya di airport Zurich, aku masih merasa aman-aman saja. Dan ketika selesai urusan pengambilan bagasi dll, tibalah kami harus keluar area airport menuju penjemputan bus. Disinilah aku terkaget-kaget dengan udara dingin yang menembus longjohn dan jaket. Alamak...hidung dan tanganku serasa beku. Untuk mengambil syal didalem koper, rasanya sudah gak kuat. Untung ada teman yang meminjamkan satu syalnya, lumayan untuk menutup hidung yang sebagian mati rasa. Didalam bus, kondisi aman karena memakai pemanas. Eit...rombongan diajak berhenti berfoto-foto ria saat citytour. Jadilah foto-fotonya pucet kedinginan... :) Ini masih stadium satu, dinginnya mencapai minus 3, bagaimana kalau minus 13 ya :(
Malam itu kita menginap di hotel St Gotthard, Zurich.
Review Hotel St Gotthard, Zurich
Hotelnya tidak terlalu besar (masuk bintang 4) tapi kelebihannya adalah lokasi hotel ini paling siip, seperti Orchard di Singapore atau Bukit Bintang di Kuala Lumpur. Kamarnya bersih dan pakai pemanas, kamar mandinya juga bersih-sihhh (mungkin karena gak ada debu n lumut, inilah kelebihan tinggal di negara yang punya musim dingin)
Breakfastnya:lumayan enak dan bisa dimakan :) terutama olahan potatonya dan yogurtnya. Oh ya di Swiss ini semua yoghurtnya istimewa, rasanya enak sekali bahkan yang plainpun bisa dimakan (biasanya kalau plain, belum makan sudah enek duluan).
Keluar dari hotel, langsung disambut dengan shopping centre, Zara, HnM, LongChamp, ada juga toko parfum dan toko acecoris murah di dekat Globus Mall. Kalau di Globus, aku selalu sempatkan naik kebagian pernak-pernik home decor. Seneng aja nemu barang yang unik atau antik.  Nyampe diatas, keliling... gak tahunya ketemu kotak kaca tempat perhiasan dari Solo, persis buatan pak Amin, langgananku yang juga jual lampu-lampu antik. Untung sudah borong dari pak Amin jadi tahu betul harga aslinya berapa. 

 Kotak perhiasan kaca
Lampu Cantik

Kesemsem sama lampu-lampu ini, kalau dirupiahkan sekitar 8 jutaan...Wah mahal bener ya, ntar pelan-pelan nyari disekitaran jalan surabaya, jakarta atau jalan padmosusastro, surabaya. Siapa tahu bisa dapat harga supermurah :)
Hari kedua, menuju Davos
Disinilah rasa dingin yang sesungguhnya berasa. Sebelum tiba di hotel Arabella, kita diajak singgah dulu di Jacobshorn, tempat peristirahatan yang dinginnya mencapai minus 13. Aku merasa bener-bener saltum, aduh kapok deh pergi dengan persiapan minimalis begini. Pemandangannya memang luar biasa indah padahal kalau dipikir semuanya diselimuti putih koq masih kelihatan indahnya ya. 
Setiap negara punya kelebihan keindahan pemandangan alamnya sendiri-sendiri. Indonesia pemegang rekor, punya Sembalun di Lombok, punya batu-batu excotic di Belitung, punya Bali dan segala keindahan didalamnya, punya RajaAmpat de-el-el-el..
Maka nikmat Tuhanmu manakah yang kamu dustakan... ?
Btw: Sayang di Indonesia banyak pelakornya (pelaku korupsi plus pencuri laki orang yang ratingnya lagi naik viral) Dan disadari atau tidak, para pelakor itu termasuk golongan yang mendustakan nikmat Tuhan :(
Review Arabella Waldhus Hotel
 Hotel yang cantik


Baru kali ini, pergi ke LN tapi lebih betah di hotel dibanding searching something diluar. Di Davos kita nginap di Arabella Waldhus Hotel.Sebetulnya sih hotelnya enak banget, bersih, kamar mandinya bersih-siiihh. Breakfastnya keren (ada banyak varian yang bisa dimakan juga  yogurt yang rasanya istimewa banget), pegawainya ramah. Hanya saja limitasinya: lokasi yang agak menjorok kedalam, tidak bisa dicapai angkutan umum (bus). Jadi dari pemberhentian bus atau train menuju hotel harus berjalan kaki kurang lebih lima belas menit. Kalau tidak terpapar salju yang turun atau hujan, ya gpplah jalan lima belas menit sih sipil banget tapi ya itu tadi. Berjalan lima menit saja ditengah salju turun dan jalan yang licin sudah merupakan siksaan bagiku :(
Sebenarnya disediakan shuttle car tapi terbatas dengan jadwal yang seringnya tidak pas dengan saat kita mau keluar. Kalau yang lokasinya enak, hotel Hilton. Letaknya persis dipinggir jalan jadi dekat ma bus station atau train station. Hanya saja tidak bisa ngereview lebih jauh soalnya kita tidak menginap disana :)

Hari kedua di Davos, kita seperti sosialita, ngerumpi di Migros. Hhh....bukan ngegosip orang ya tapi beginilah bila emak-emak ngerumpi, masalah anak, suami, pekerjaan dan  politik. Kalau yang ini mah, gosip atau faktanya kagak ketahuan  soalnya sumbernya banyak yang sama :)  
Kalau bukan di Davos mana bisa kek begini. Selalunya pengin bergerak, mengikuti alur rute shopping.  Tapi karena hari kedua salju turun jadilah kita ngendon di Migros dan toko-toko kecil sekitarnya.  
Ada sedikit catatan, karena persiapanku menghadapi salju yang minim, suami mewanti-wanti untuk segera beli perlengkapan perang menghadapi hujan salju. Maka sekalianlah aku searching and belanja oleh-oleh di Migros, lumayan khan harganya murah meriah. Seneng banget bisa menghemat ;)
Ternyata, semua yang didapat di Migros tidak mempan menghadang suhu dingin menusuk tulang terutama bagian hidung yang seperti mati rasa. Rupanya berlaku, ada rupa ada harga juga di Davos ini :( Terpaksalah mulai melirik butik-butik disamping Migros yang  pada pandangan pertama dihindari. Sejak awal suami sudah mengingatkan, beli yang bisa menahan dingin bukan yang murah, nanti bisa hipotermi, katanya. Aku yang yang masih mencoba bertahan menjawab, mending hipotermi deh daripada beli penutup hidung doang seharga sejutaan.
Hmm....pikiran pelit bertahan cuman lima detik langsung diralat, begitu keluar dari toko...
Push...salju dingin menerpa...Beku...! Gaklah, balik kucing masuk toko lagi. Merem deh ngambil penutup hidung yang harganya bikin aku nyesel (bayangin bisa dituker satu lampu di Informa. Dasar obsesif ma lampu..)
Maklum, ibu-ibu (apa cuman aku aja ya ;) Sering antara pikiran dan harapan gak sinkron. Disatu sisi, yang penting maunya dihemat tapi belanja yang gak penting sering lolos...(efek lengah ma diskon, promo dll) 
Kita kalau bepergian dalam satu team. Ketua team kita yang paling canggih peralatan perangnya and paling maksimal pengalaman travellingnya, namanya dr Inggrid C Mahama Spog. Sedang aku mungkin yang paling gaptek ;) Suami sudah sering berkali-kali mengingatkan untuk belajar membaca peta baik di google maupun di brosur. Tapi akunya aja yang dasarnya males mikir selalu punya alasan untuk menghindar tugas pak dosen ;) Lagian ngapain susah-susah mikir khan kalau bepergian, gak pernah pergi sendiri :)  Kalau sampai terpaksa pergi sendiri, aku lebih senang nanya orang, pake bahasa isyarat juga oke, nanya sampai sepuluh kali juga gpp daripada nyasar.
Pernah tuh pake google map, aku bilangnya ke sopir, Bank A letaknya didepan Toko B, ternyata setelah ditelusuri, Bank A tadi letaknya disampingnya toko B. Sungguh terlalu ya kemampuan dimensiku...:(
Hari ke 3 di Davos kita menjadwalkan mengunjungi fashion outlet di Landquartz. 
Lumayanlah Fonya tidak terlalu branded, dalam artian, barang-barangnya masih bisa kebelilah. Gak tahu ya semakin umur menanjak koq gak lagi tergula-gula ma barang branded. Kata suami "Alhamdulillah sudah mendekati Zuhud..." (ceritanya nyindir nih..;)
Otw Lanquart fashion Outlet


Hari keempat di davos, mengunjungi St Morirz 
Disini tempatnya barang-barang branded...Jadilah kita cuman berpose-pose ria saja, gak belanja (soalnya belanjanya cuman souvenir aja ;)
Berpose di St Moritz, berasa jadi SYR ;)


 Lagi belajar membaca map sebelum ke Davos Lake yang kedua

 Davos lake, danau yang cantiknya over load...:)
Kita mengunjungi Davos lake dua kali saking cantiknya pemandangan  disana untuk foto-foto. Yang pertama berjalan mulus karena perginya bareng ketua team yang canggih. Periode yang kedua, dihari terakhir kita di Davos, ada kendala tehnis. Saking asyiknya berfoto-foto di hari terakhir kita di davos, sampe gak sadar kita sudah memutar jalan yang berlawanan arah dengan jalan kedatangan. Sudah kepalang tanggung akhirnya kita berniat mengitari seluruh danau dan naik bus diujung danau yang menjorok keatas. Ternyata...danaunya luas sekali sementara kita diburu waktu untuk segera kembali ke hotel, prepare nanti malam pulang ke Jakarta. Ohlala....
Setelah jalan yang tak mengenal lelah, keliling danau selama dua jam tibalah kita ditempat pemberhentian bus (padahal jalan lima belas menit aja aku sudah mengeluh apalagi dua jam...) Bebacaan sepanjang jalan terutama bacaan doa nabi Yunus ketika didalam perut ikan paus. Alhamdulillah berjalan lancar...
Nyampe diatas ditempat pemberhentian bus, kendala tehnologi terlihat. Kita tidak bisa membaca google map kapan bus akan tiba (ternyata bukan aku saja ya, kasus gaptek ini hampir merata melekat pada ibu-ibu RT ;)  
Jadilah tunggu-menunggu bus yang tak muncul-muncul jua.  Akhirnya diputuskan jalan kaki menuju pemberhentian bus berikutnya. E... Baru sepuluh menit jalan, ada bus yang lewat. Kalau di Indonesia khan tinggal melambaikan tangan, naiklah kita kedalam bus. Tapi disini ya gak bisa, terpaksa gigit jari meneruskan perjalanan ditengah hawa dingin yang semakin menusuk. Fokusku berjalan cepat, tidak jatuh dan nyampe hotel secepatnya. Alhamdulillah akhirnya kita berhasil mencapai bus stasion.
Finally, kita bisa nyampe hotel at last minute, siap berangkat ke Zurich menuju tanah airku.
 Last day at Davos: The ATeam, siap menuju Zurich...
The last photo session, siap naik bus menuju Zurich...Bye...Bye..Davos
Tiba ditanah air jam: tanggal 09 desember jam 22.10 , chek in hotel, makan di bakmi GM dan siap beristirahat. Esok pagi lanjut penerbangan menuju Surabaya. Perjalanan yang paling menyenangkan adalah pulang ke rumah. 
Baiti Jannati, Home Sweet Home...
See you in the next post...

21 December 2017

Please Stop It...

 Tolak LGBT

"Negara tidak berhak mengatur dengan siapa seseorang tidur..." Ujaran bernada demokratis ini sempat terlontar dalam sebuah forum...
Sepertinya bijak tapi amat sangat tidak betul sekali dan kebablasan...
Mengutip pendapat, anda tidak harus menjadi seorang muslim untuk membela palestina, cukuplah anda seorang manusia. 
Maka bisa dikatakan: Anda tidak harus menjadi orang suci untuk menolak LGBT, cukuplah anda seorang manusia.






Save gaza, Save palestine


Perang atau Krisis selalu melahirkan Pahlawan dan ...








Save Palestine, Save humanity...


13 December 2017

Anaklelakiku...

 Khalid AlRasyid


 Masyaallah tabarakallah...
Manusia adalah makhluk Allah yang paling sempurna sekaligus complicated. Dan salah satu diantaranya adalah aku...:)  
Ketika hamil anak pertama, keinginan punya anak perempuan sebagai anak pertama sempat muncul kepermukaan. Asumsiku waktu itu, anak pertama adalah kakak yang harus dihormati. Aku pengin anak perempuanku tidak harus takut pada saudara-saudaranya yang laki yang notabene adalah adik-adiknya (dalam budaya keturunan arab, saudara laki-laki (bahkan adik yang paling kecil sekalipun) diwajibkan untuk menjaga saudara perempuannya. Menjaga disini dalam arti positip, satu paket dengan efek negatipnya, termasuk   mengatur/membatasi gerak. Nah, kalau sang kakak perempuan, si adik pastilah masih ada rasa segan) 
Selain itu aku merasa anak perempuan lebih cute dibanding anak laki jadi kalau punya anak perempuan berasa punya anak karena bisa diotak-atik dandanannya (masih lugu sekali ya waktu itu :) 
Tetapi alasan ini terkoreksi dengan mudah menjelang saat-saat melahirkan, apalagi kena tindakan induksi (untuk mempercepat proses kelahiran). Ampun deh...
Aku jadi mikir, kasihan sekali anak perempuanku nantinya, mau-tidak mau aku harus melihat dia menderita saat melahirkan (pemikiran jadul pertama;) Mulai saat itu, aku berharap anak keduaku kelak berjenis kelamin laki-laki sehingga aku tidak pernah melihat dia mengeluh saat mens atau mual-mual saat mengandung atau kesakitan saat melahirkan kelak (pemikiran jadul kedua ;) 
Takdir berkata lain, mempunyai anak kedua tidak semudah anak pertama, perlu perjuangan dan perlakuan khusus. Tekad dan keinginan punya anak laki pupus seiring masuknya ide baru, yang penting punya dua anak, laki atau perempuan sama saja. Begitu berhasil hamil yang kedua dan dokter mengatakan janin yang kukandung berjenis kelamin perempuan, aku sih senang-senang saja. 
Bagiku, bahagia itu sederhana, punya dua anak :)
Sampai...Ide baru masuk. Terkadang kebahagian kita bisa tercuri oleh pendapat orang. Mereka mengusung ide keharusan mempunyai anak laki-laki. Saking semangatnya, aku sampai mengusulkan adopsi (rahimku bermasalah dengan endometriosis ): Mulailah mimpi-mimpiku tentang burung bangau yang membawa bayi laki-laki dalam paruhnya. Aku tak sabar menunggu burung bangau itu singgah...
Khabar baik pertama datang. Suami membuat pengakuan, sudah sebulan ini dia membiayai bayi yang ditinggalkan ibunya di rumah sakit. Dan bayi itu berjenis kelamin laki-laki. Aha... pucuk dicinta, ulam tiba. Akupun sibuk berdiskusi tahap awal dengan mama dan abi (almarhum abi masih sehat saat itu). Kalau lolos, maka akan dilanjutkan ketahap negosiasi dengan mertua. Kalau langsung bicara ke mertua, masih belum berani....:)
Khabar baik kedua, mama dan abi setuju, akupun langsung menyusun planing, cara penyampaian ke mertua. Kalimat pembuka masih disusun, suami sudah geleng-geleng kepala.  Katanya, aba (sama dengan abi=panggilan untuk ayah) sudah bilang, kita boleh ambil anak dari ketiga saudara laki-lakinya. Bahkan aba sudah mengamanatkan agar ada cucunya yang laki-laki, salah-satunya dikasihkan ke kita.
Oh...Ini merupakan khabar baik ketiga. Untung aku belum sempat melihat bayi mungil yang ditinggalkan sang ibu di RS. Setiap kali mau melihat, selalu saja suami punya dalih untuk menghindar. Dia tahu betul, kalau aku sudah melihat, susah untuk membendung niatku mengadopsi padahal ijin belum didapat. Akhirnya si bayi mungil itu diadopsi oleh teman suami. Alhamdulillah...kadang aku masih mendengar berita-berita baik tentangnya :)

Khabar baik selanjutnya, saudara-saudara suami tidak berkeberatan memberikan salah-satu anaknya pada kita. Mulailah aku sibuk memperhatikan ipar yang sedang hamil ;) 

Sambil menunggu, kelahiran ponakan laki-laki datanglah sebaik-baiknya khabar baik, aku positip hamil. 
Khabar gembira ini bak gayung bersambut dikeluarga. Bagaimana tidak? Kehamilan tak terduga ini setelah setengah putus asa aku melakukan berbagai macam treatment menyambut anak ketiga. Terkadang ngiri berat kalau melihat ibu-ibu lagi hamil. Mengutip sepupuku yang juga pengin hamil, dia bilang, "Gue (kebetulan sepupuku, penduduk jakarta) kagak ngiri ma orang yang punya berlian segede bola, gue cuman ngiri ma ibu-ibu yang lagi hamil...;)
Hhh...Sama, sampai segitunya :)
Kehamilanku yang ketiga, ternyata bermasalah...(selama kehamilan, mens tetap datang meski hanya sedikit dan tumbuh ruam merah di cuping hidung dan badan. Virus rubella menyerang tanpa ampun :(
Apadaya, manusia berusaha dan berkeinginan, takdir juga yang menentukan. Sebentuk janin yang meringkuk dikandunganku tidak berkembang dan harus dikuret. Meski tak pernah tahu jenis kelamin dan tak pernah dilahirkan, aku sudah menganggapnya anak lelakiku yang pertama. Ini caraku berdamai dengan takdir.  
Kusadari, takdirku memang ibu beranak dua, all girls :) Usiaku saat itu 42 tahun. Sebetulnya aku sudah tidak berharap hamil lagi. Aku sudah mulai surut berangan-angan tentang anak lelaki yang kulahirkan tetapi tidak menyurutkan mimpiku tentang anak lelaki yang menjadi anakku tanpa pernah kulahirkan. Setelah kasus keguguran, kumulai lagi melirik ponakan-ponakan suami. Hal ini menimbulkan pro dan kontra (seperti pansus DPR ya ;). 
Saudara-saudara lelakiku kurang menyetujui dikarenakan, katanya anak dari adik-adik suami (ponakan suami) bukan muhrimku. Sementara saudara-saudara perempuan mendukung bulat-bulat. Dan yang lebih mengejutkan...Ternyata...Oh ternyata...suami dan anak-anak berada dipihak yang kontra. 
Hah...?! Benar-benar diluar dugaan...!
Saat kutanya, begini penjelasannya. Suami tidak setuju dengan dua alasan. Pertama: dia tidak ingin memisahkan seorang anak dengan ibunya apalagi bila sang anak masih menyusu. Alasan yang kedua, dia tidak mau aku terlibat pertikaian dengan saudara-saudaranya. Alasan yang pertama dapat kuterima, aku mengajukan opsi, anak akan kita ambil setelah usia satu tahun keatas. Alasan kedua membuat keningku berkerut, apa maksudnya? 
Jawabannya panjang-lebar, bila diringkas mengerucut pada sifatku yang was-was  dan posesif. Posesif...? Perasaan, aku gak pernah cemburu berlebihan atau yang sejenisnyalah...Jadi apa maksudnya posesif ya?  
Suami mengajukan pertanyaan: Suatu waktu nanti kalau sianak pengin mengunjungi orangtua kandungnya atau pengin kembali bersama orangtua kandungnya atau pengin menetap di kota kelahirannya, apakah aku bersedia? 
Dengan yakin aku mengangguk...Iya tentu saja bersedia. Memangnya kenapa? Aku masih bingung dengan arah pertanyaan yang berbau asap ini.
Suami menggeleng, katanya kurang yakin. Pasti nanti tidak mudah bagiku untuk meluluskan harapan si anak. Akibatnya kelak, dia harus berhadapan dengan keluarga besarnya. Dan diapun menjelaskan lebih detil sisi-sisi posesifku...
Dari menolak dan berusaha mendebat sampai akhirnya...Diam seribu bahasa. Semakin banyak kudengar penjelasannya semakin kusadar, aku memang punya potensi untuk itu. Suami hanya mengingatkan saja. 
Katanya, aku punya harapan berlebihan terhadap seorang anak laki-laki. Kalau mau mengambil anak, aku harus ikhlas karena Allah SWT semata, bukan kerena adanya kepentingan/harapan tertentu...(pusing tujuh keliling, susah banget ikhlas ya)
Aku juga semakin terpojok dengan alasan anak-anak untuk kontra. Si bungsu menolak dengan alasan khawatir aku lebih sayang pada adik barunya nanti. Sementara si sulung menolak dengan dalih, bakal lebih repot dengan dua adik yang pasti dibebankan padanya sebagai kakak untuk menjaga dan memberi teladan. 
Alhasil, voting dilakukan dengan hasil kontra indikasi :(
Pelajaran berharga yang dapat kupetik dari sikap kontra anak-anak perempuanku adalah: Aku terlalu berlebihan...! 
Pas seperti yang diungkapkan suami tersayang. Mereka dengan mudah melihat dan mendengar, bagaimana antusiasnya aku membicarakan bayi laki-laki, hukum adopsi dan segala wacananya. Tanpa sadar, aku mendiskusikannya secara dangkal dengan anak dan suami seolah kedua anak perempuanku terabaikan. Padahal pertimbanganku "memburu" anak lelakiku adalah untuk menjaga dan melindungi kedua anak perempuanku tercinta. Pengalaman tumbuh dalam keluarga besar dengan tiga saudara laki-laki menyebabkan aku tahu betul apa keuntungannya mempunyai saudara laki-laki. Nah, aku ingin anak perempuanku merasakannya juga. 
Ini yang disebut suami dengan pengharapan berlebihan atau tidak ikhlas itu.  Atas kekhilafan ini, dengan sepenuh hati aku meminta maaf pada kedua anak perempuanku itu. Sebelum dan sesudah kesadaran baru masuk, merekapun tahu, aku, ibunya sangat menyintai mereka karena mereka perempuan (pemikiran update 1). 
Aku menjadi sangat protective pada anak-anak perempuanku karena pemikiranku yang dangkal, bahwa pada dasarnya perempuan itu lemah dan harus dilindungi berlapis-lapis. Salah satu perlindungan berlapis itu adalah dengan menghadirkan saudara laki-laki. Setelah rajin mendengarkan kajian agama, mulailah aku dapat melepaskan lilitan tali dikepalaku.
Ternyata doa adalah semua kebaikan untuk anak-anak perempuanku,  lebih dari perlindungan berlapis yang selama ini kucanangkan. Dan kunci yang lain adalah berpasrah diri dengan berprsangka baik atas semua takdirNya (pemikiran update 2)   
Ali bin Abi Thalib berkata:
“Saya meminta sesuatu kepada Allah. Jika Allah mengabulkannya untuk saya maka saya gembira SEKALI saja. Namun, jika Allah tidak memberikannya kepada saya maka saya gembira SEPULUH kali lipat. Sebab, yang pertama itu pilihan saya. Sedangkan yang kedua itu pilihan Allah SWT.”
Anak lelakiku bukan lagi fatamorgana. Kelak aku akan mempunyai dua anak lelakiku yang dipilih dua anak perempuanku. Sekarangpun aku memiliki beberapa anak lelakiku. Mereka bukan salah satu pelindung berlapisku tapi mereka adalah keponakan-keponakan tersayang dan salah satunya adalah Khalid Al-Rasyid. 
See you in the next post...:)