19 April 2020

Titip Rindu Buat Abi...

Sudah lima tahun, abi pergi
Tak sekalipun aku mengunjungi pusaranya
Aku hanya puas melihatnya dari jauh
Tak apa, hatiku merasa dekat dengannya
Sedekat ketika tanganku menengadah untuknya.
 ------------------- 
Aku adalah anak abiku.
Semua orang mengatakan begitu,  dari kukecil sampai setua ini. Entahlah ...karena bentuk hidungku yang bengkok seperti abi, atau karena sifat kita sama, atau karena  aku begitu dekat dengannya. Kita bagai sebentuk bayangan satu sama lain. 
Aku masih ingat apa-apa yang kulakukan berdua dengan abi. 
Aku masih mengingat ceritanya padaku dan ceritaku padanya.  
Aku masih mengingat semua amarahnya.  
Aku masih mengingat rasa sayangnya.
Aku masih mengingat setiap episodeku berdua dengannya. 
--------------------
Abi, love you more and more...
Aku tak pernah mengatakannya. 
Bukannya tak ingin, aku hanya tak tahu bagaimana memulainya.
Aku tahu abi tahu, besarnya rasa sayangku.

Aku ingin mencium kening abi sesering mungkin tapi aku malu. 
Tidak...aku tak malu, aku hanya tak tahu bagaimana caranya.
Dan setelah kutemukan caranya, kuulangi berkali-kali. 
Aku akan berpura-pura lupa belum pamit dan dengan begitu aku bisa mencium kening abi berulang-kali.
Dan aku akan berpura-pura tak mendengar ketika abi sambil tertawa berucap, tadi khan sudah salaman.
Aku tahu, abi tahu itu hanya dalih. 
--------------------
Aku hanya ingin memeluk abi seperti saat kukecil. 
Abi akan merentangkan tangannya dan aku menyelinap hangat dalam rengkuhannya. 
Aku tak pernah memeluk abi untuk mengucap rasa kangenku, aku hanya memeluknya untuk meminta maaf.  
Bukannya tak berusaha, aku  hanya tak tahu caranya. 
Sekarang aku bisa memelukmu erat dalam setiap doa yang kupanjatkan. 
---------------------
Abi, aku  ingin menebus dosa. 
Dulu, setiap giliranku memijit, aku selalu melancarkan banyak dalih dan abi hanya tertawa saja.
Dan saat abi sakit, mula-mula aku akan duduk disisi ranjang sambil memulai pembicaraan ringan nan receh. Lalu tanganku memulai memijit kaki abi. Ketika abi meledeknya aku hanya pura-pura tak mendengar.  
----------------------
Abi, aku ingin meminta maaf.
Atas sikapku yang mendua
Terkadang kubagi kue kesukaannya
Terkadang kusembunyikan makanan kesukaannya
Aku ingin meminta maaf
Atas sikapku yang lemah.
Aku tak biasa melihatnya bersedih
Aku tak tahan melihatnya mengeryit sakit
Kusembunyikan airmataku
Dan akupun menjauh
Dan akupun mendekat
Seharusnya abi, akulah yang merawatmu.
Aku berhutang pada mama
--------------------------
Abi, aku rindu...
Aku rindu menyuapinya
Aku rindu memapahnya
Aku rindu tertawanya yang reyah
Aku rindu semua cerita masa kecilnya
------------------------
Terngiang dalam ingatan wangi rambutnya
Masih kusimpan baju kesukaannya
Masih terbayang senyumnya tersungging
Aku masih mengingat ketika abi pergi.
Seandainya waktu bisa diputar kembali
Itulah saat-saat yang paling berat.
Saat  seorang anak perempuan kehilangan pahlawannya.
Kehilangan cinta pertamanya.
Ya, abi adalah cinta pertamaku. 
Aku tak ingin mengingatnya. 
Tapi abi, aku selalu mengingatmu dalam setiap sujudku, dalam setiap doaku, dalam setiap ibadahku. 
Abiku sayang, inshaalah husnul khotimah, inshaallah jannah



Till we meet again...
Semoga kita berada dalam surga yang sama.
Segenap cinta untuk Abi...

Marhaban ya Ramadhan... 



10 April 2020

Stay at home & being Supermom

Sewaktu masih duduk di SD,  aku ingat pernah melihat sebuah bilboard  berukuran besar dalam keseharian perjalananku berbecak ke sekolah. Gambarnya berkisah tentang sebuah keluarga yang sedang makan dengan lauk ikan. Terlihat ayah dan anak asyik melahap hidangan yang tersaji sementara siibu tidak ikut makan dan hanya menatap saja hidangan didepannya. Pesan yang samar-samar kutangkap dari tulisan yang tertera, tentang kebiasaan seorang ibu yang membiarkan dirinya kurang gizi asalkan suami dan anaknya bisa makan kenyang dan bergizi. 
Hayo siapa yang masih ingat iklan jadul ini, sekitaran tahun 1979 atau 1980an?  Berarti kita seumuran..😊
--------------------------------
Masih bicara seputar kegiatan ibu-ibu selama menjalani tahanan rumah dikarenakan ulah semena-mena virus covit-19. Aku dan banyak juga ibu yang lain, kegiatan kesehariannya tidak lain dan tidak bukan adalah berkaitan dengan ketrampilan dasar, masak-memasak. 
Nah selama stay at home, aktivitas didepan tungku mengalami perubahan drastis.Yang biasanya acara 3M (mengupas, mengiris dan menumis) dipagi hari sekali doang,  kali ini bisa dua atau bahkan tiga kali. Rutinitas pagi, nyiapin sarapan untuk anak dan suami sekaligus bikin menu untuk makan hari itu. Setelah berkutat dengan uap panas, sekitaran jam 09.00 urusan blebek-blebek didapur sudah beres. Ntar sesudah magrib ketemu acara makan-memakan lagi. Makan siang biasanya seorang diri sambil merenung mencari insipirasi atau  sama teman sambil arisan di mall. 
Dikarantina begini, malah bisa masak dua sampai tiga kali, kenapa? Ya karena kita berdiam dirumah, jadi punya banyak waktu meramu-ramu bahan jadi masakan baru. Kadang si bungsu ikutan juga mencoba resep makanan baru. At least,  menu makanan tampilannya berubah dari breakfast sampai dinner. Itung-itung menikmati jadi supermom. 
Eit... disini artinya supermom, ibu yang masak tiga kali sehari ya, beda ma arti supermom yang ada di wikipedia ...😛
Pemandangan dimeja makan inilah yang mengulik kenangan tentang iklan billboard saat ku SD. Saat itu aku  tak sepenuhnya  mengerti pesan yang termaktub tapi saat ini aku sangat paham pesan yang tersirat. 
Ketika kulihat ayah dan anak makan dengan lahap dan menghabiskan lauk yang ada di piring maka dengan spontan kubagi lauk yang tersisa di piring saji menjadi dua, untuk ayah dan anak. Atau kalau yang makan si ayah saja maka kutumpahkan semuanya ke piringnya begitu juga kalau anak saja yang makan. Ntar kalau masih kurang, masak lagilah...
Bagaimana denganku?
Aku sama dengan berjuta-juta ibu yang lain di dunia ini, menyaksikan pemandangan piring-piring kosong itu dengan hati senang. Dan dengan ringan kukatakan sebuah kebohongan kecil kalau aku sudah makan, sudah kenyang, lagi tidak pengin dan bla-bla...Sebuah dalih yang dibuat masuk akal. Memang tidak sampai membuatku kurang gizi tapi hakekatnya sama. Mendahulukan kepentingan suami dan anak dibanding diri sendiri. Inilah arti supermom yang kedua,  versiku..😊
--------------------
Dulu semasa gadis, aku termasuk pemilih makanan. Kalau makan harus by request, harus nasinya panas, harus digarnish (dihias) dll tapi karena mama jago masak, jadi gak ada masalah. Aku tidak melihat mama mengeluh sedikitpun. Aku hanya tahu, kalau lapar selalu ada makanan yang disiapkan mama dan hebatnya mama, semua anaknya bisa request makanan yang tersaji seperti yang disuka. Yang satu minta nasinya dipulung seperti bola-bola, yang satu minta nasinya dibungkus daun, ada yang minta dagingnya disuwir dll. Mama memang  supermom banget... Masyaallah Tabarakallah. 
Kala itu, aku tidak tahu bagaimana rumitnya proses sebuah makanan sampai terhidang di meja makan. Yang kutahu hanya  mama akan kesel  kalau makanannya gak dihabisin, itu saja. Dan susah untuk tidak menghabiskan karena masakan mama terlalu enak. 
Bagiku, sejak melahirkan anak pertama, runtuhlah nilai kelezatan sebuah makanan. Nilai baru yang menetap, asal kenyang aja. Makanan dingin dari kulkaspun bisa dimakan tanpa dipanasin lebih dulu. Bahkan kalau kehabisan stok masakan di kulkas, makan ma mie polosan jadilah. Tapi kalau untuk suami dan anak, jam 11 malampun dibela-belain masak meski terkadang sama cuman mie tapi wajib diolah lebih spesial dengan ditambahin toping udang, bakso ikan, perkedel dll. Apalagi menghadapi anak yang lagi fokus UTBK, sering lapernya daripada kenyang. Sebelum tidur, kusiapkan nasi plus lauk keringan di wadah, komplit ma teh dan kopi jadi pas laper tengah malam bisa langsung dimakan. Meski sudah rapi, begitu ada deritan suara di luar kamar, aku mesti terbangun. Ya doing somethinglah, nemenin anak biar gak kerasa berjuang sendirian. Pokoknya kalau untuk suami dan anak, apalah yang gak bisa...Inilah arti supermom yang ketiga...😊
----------------
Ibu adalah seorang pembohong. Terkadang terlihat sebagai bad liar dan seringkali menjadi good liar. Kebohongan yang hanya bisa dideteksi dengan hati. Aku melihatnya pada mama. Mama kalau diajak belanja ke mall beli sepatu atau baju atau apa aja, selalu menunjukkan ekspresi dari tertarik menjadi tidak tertarik bila harganya dirasa mahal. Nah kita yang sudah hapal apalagi kita juga menjiwai peran ini tidak menyerah begitu saja. Kita sih sudah punya triknya. Suatu hari sepulang dari mall (sebelum lockdown), adikku tiba-tiba menyodorkan sepatu hushpupies ke mama. Ketika ditanya mama, bagaimana bisa tahu ini sepatu kesukaannya. Adikku menjawab enteng sambil mengerling
"Biasalah mama jual mahal, padahal saat nyoba sepatunya pupil mata sudah melebar..." 
Trik-trik begini biasanya dikuasai anak perempuan, kalau anak laki-laki maunya yang praktis-praktis saja. Contohnya kalau si ayah mau ngasih hadiah ke umi maka kalau ditanya harga, si ayah akan berkongsi denganku dan si mbak, pramuniaga untuk bilang harganya sedang diskon 50%. Maka si umipun akan menerimanya dengan senang dan bahagia..😏
Bad liar dan good liar,  dan anak-anakpun sering melihat kebohongan itu padaku. Dalam kondisi terlockdown, belanja offline memang terbatas tapi belanja online, sangat menggoda dengan diskon besar dan ada juga yang free ongkir. Ngintip-ngintip tutorial makeup, si bungsu request, hunting masker di olshop berasa kek hunting emas, saking mahal dan sulitnya. Finally, pengeluaran justru keluar dari dalam rumah. Aku, sebagai mentri keuangan haruslah pandai-pandai berhemat. Banyak agenda belanja online yang aku putuskan mata rantainya. Cara yang efektif adalah dengan akunya dulu yang harus menahan diri. Dan untuk itu harus memasang mimik seolah-olah (aslinya sih sebaliknya) tidak tertarik sewaktu sisulung atau sibungsu menyodorkan deretan huruf 
S A L E. 
Kalau mimiknya pas bisa good liar tapi kalau gak pas bisa jadi bad liar. Seringnya anak-anak menangkap kebohonganku dan meledek, "Mama pelit..." 
Dibully pelit...Ah, biarlah. Nanti khan mereka tahu juga hakekatnya yang haqiqi.
Anak-anak kadang rancu mengartikan hemat dan pelit.
Misalnya, pas masuk ke gramedia, aku sebisanya membebaskan anak-anak membeli buku kesukaannya. Si sulung dan si bungsu suka kalap kalau melihat buku. Saat di kasir, mereka tahu ada beberapa buku pilihanku yang kucancel. Biasalah emak-emak hemat. Kalau mereka tanya, kenapa dikembalikan aku bilang gak bakal bisa baca buku banyak-banyak, mama lagi repot ntar malah mubazir. Satu aja dulu. Liar...😛 Memang betul tapi hemat bukan pelit. Kalau hemat cuman ditunda aja. Ntar nunggu saat yang tepat, balik lagi ke gramed, diambil 😊
Inilah definisi supermom yang keempat, bad liar sekaligus good liar..😗 
------------------------------
Stay at home mengartikan being supermom yang kelima sebagai role model atau guru. Seharian full bersama anak, bagaimana capeknya...?
Aku tertawa geli membaca keluhan ibu-ibu muda yang terpaksa harus merangkap menjadi guru ketika anak-anaknya belajar dari rumah akibat covit-19 ini. Seperti adikku, dengan tiga anak kecil berurutan, hampir dapat dipastikan waktunya luangnya cuman cukup buat istirahat, menyandarkan kepala doang...😯
Stay at home, anak bisa melihat dengan jelas apa saja kegiatan kita. Gak ada yang invisible semuanya menjadi visible. Susah-susah gampang, apalagi kalau anaknya sudah gedhe, kritikus banget.  Pernah si bungsu Rana, ngucap ntar penginnya jadi ibu rt aja kek mama. Enak  nyantai, bisa pergi-pergi, belanja-belanja dan jalan-jalan...🙈 
Tentu aja aku kelimpungan dengernya.  
Bukan soal ibu rt tapi kesan  yang ditangkap si bungsu, ibu yang tampak bersenang-senang. Akupun galau. 
Jangankan sama anak, sama art aja aku jaim kalau keliatan gak ada kerjaan. Kamar yang sudah rapi, masih kuotak-atik. Ini pindah kesana, itu pindah kesini, biar artku pada ngeliat tuh ibu gak berhenti beberes. Biar ditiru gitu lho. Masak jam 10.00 sudah pada leyeh-leyeh dikamar...😫
Kembali lagi kesoal protes si bungsu. Setelah diskusi berdua, disepakati aku yang menyusun kata-katanya (ini kelebihanku), si ayah yang menyampaikan (ini kelebihan si ayah yang tenang, kalem dan sangat mengedifikasi peran ibu). Kata kuncinya. Sesuatu itu tidak selalu seperti apa yang tampak.   
Alhamdulillah, sepertinya Rana bisa lebih mengerti apalagi dengan contoh-contoh yang diberikan si ayah. 
Stay at home periode seratus tahunan ini (konon katanya wabah terjadi perseratus tahun) hanya diisi dengan membaca, menulis, memasak, beberes-berbenah dan istirahatnya rebahan aja tanpa nonton drakor (khawatir tersihir...😛). 
Ternyata nikmat banget ya stay dirumah itu (syarat dan ketentuan berlaku, asal gak pake corona). Inshaallah kita dapat menyongsong Ramadhan tahun ini dengan suka cita, tanpa rasa khawatir.
Marhaban Ya Ramadhan...💖

Bagaimana kegiatan ibu-ibu selama stay at home...?
Yuk berbagi...
See you in the next post....