29 October 2017

Rekam Peristiwa 2

Kebaikan mendatangkan Kebaikan...
Innalillahi Wainnailahi Rojiun..





Setelah sakit selama kurang lebih empat bulan, Atim, bibik yang sudah seperti keluarga meninggal di RSKI, Rs Unair Surabaya. Alhamdulillah meski bik Atim tidak punya anak, tidak punya suami dan tidak punya saudara sekandung, kami berempat (berikut mama minus saudara-saudara laki yang tertahan di luar kamar karena menghormati bik Atim yang lagi tidak memakai hijab) dapat mendampingi dan mentalqin bik Atim dengan kalimat tauhid sampai ajal menjemput.
Pengabdian bik Atim tidak bisa dilupakan begitu saja. Kebaikannya pada keluarga melahirkan kebaikan pula. Khusnul khotimah...inshaallah jannah. Amin YRA.


Kelalaian mendatangkan musibah 

Caption apa yang pas ya? 
Sisulung Sirin terbabit kecelakaan tunggal tepat saat Idul Adha, tg:01 September yang lalu. Baru aja kita tiba dirumah mama di pasuruan (dari surabaya), sudah harus berangkat lagi ke Singosari (tempat kejadian) (si sulung Sirin, kuliah dan tinggal di Malang) Untung saja sudah sempat mencicipi hidangan lebaran, kalau belum, bakalan kolap kena maag. Pagi itu sampai malam jam: 22.00 baru sempat makan yang kedua. Khabar yang datang, sangat mengejutkan. Bagaimana gak kaget, baru aja telpon-telponan sama si sulung, dia baik-baik saja, tiba-tiba dikhabarkan, terlibat kecelakaan. Untung si ayah tahu betul cara menyampaikan berita buruk.
Kalimat yang dilontarkan seperti ini:
" Sirin baik-baik saja tapi dia kecelakaan di Singosari" 
Sebetulnya ini bukan kalimat baku, tidak sesuai pedoman EYD. Tapi kalau dikhabarkan kecelakaannya dulu, bakal lain dah ceritanya, dramagramable gitu...
Si ayah memang top deh penanganan emosinya (masyaallah tabarakallah). Biasanya si ayah tidak bisa membiarkan satu kesalahan berlalu begitu saja tanpa diulas. Dia yang selalu negur anak-anak walaupun kesalahannya sepele, misal karena anak-anak salah berucap (aku sih lebih flexibel alias permissif alias lebih mudah memaafkan alias gak mau pusing ;)  
Dalam kasus ini, si ayah lebih banyak diam. Sepanjang perjalanan dibukalah youtube berisikan ceramah-ceramah tentang musibah, kesabaran dan sikap kita menghadapinya. Untuk sementara suasana didalam mobil lebih adem, kondusif.  
Setelah menempuh perjalanan kurang-lebih satu jam, sampailah kita diTKP.
Sejurus mata memandang, aku takjub...Kulihat si ayah menyambut Sirin seperti menyambut anak gadisnya yang baru bepergian jauh. Tidak ada amarah atau nasehat, malah sebuah pelukan hangat  yang diterima Sirin. Dan seperti biasa kalau Sirin berpelukan maka dia punya kebiasaan menepuk-nepuk pundak untuk menenangkan. Dimasa lalu, si ayah selalu pura-pura protes, 
"Mestinya baba yang nepuk-nepuk pundak Sirin, khan baba yang yang orangtua..."
Kali ini si ayah tidak protes. Aku sedikit geli melihat pemandangan ini tapi kutahan saja. Bagaimana tidak? Dimataku, tampak seperti si terdakwa berusaha menenangkan sang hakim...;)
Kalau si ayah berefek menenangkan sebaliknya Sirin terlihat takut melihat aku, ibunya. 
"Maaf ya Ma..."
Hm...Ini tulus khan? Masak sih ditolak...?! Terlebih didepan polisi dan para korban ...?!
(mobil yang ditabrak berisi rombongan keluarga besar yang berniat silahturahmi ke malang sekalian rekreasi). Alhamdulillah, bisa dikatakan tidak ada korban yang cedera berat.
Permintaan maaf mau diterima koq masih ganjel, terlebih tadi sempat melirik kondisi terakhir mantan mobilnya. Tanganku yang terulur, cukup sebagai pertanda awal, si ibu memberikan maafnya. Sementara mulutku masih terkunci. 
Speechless...
Siayah sudah mewanti-wanti untuk tidak mempermasalahkan lebih lanjut, katanya:
"Coba bayangkan, anak kecelakaan, mobilnya rusak, terus anak kita ada di rumah sakit..?! Ini kejadiannya tidak seperti itu. Makanya bersyukur...bersyukur, Alhamdulillah, Sirin baik-baik saja tidak kurang satu apapun..."
"Iya...iya, betul sih... Tapi..."
Aku memang tipikal ibu-ibu yang expresif alias susah sekali menahan-nahan perasaan. Pertanyaan yang menggelayut sejak tadi adalah: 
" Koq bisa ya..." Maksudnya untuk pembelajaran kedepannya supaya tidak mengulangi lagi. Aslinya sih pengin marah. Masak gak boleh marah sama sekali..?!
Lha ini dari tadi ditanya, Ngantuk tha Nak? Sedang nelpon? Pake headset ? Ngebut? Semua dijawab idem dito, Enggak...
Terus koq bisa nabrak?
Padahal juga baru kemarin (bener-bener sehari sebelumnya), pas semobil, aku berusaha memperingatkan Sirin kalau nyetir jangan main rem... Sisulung nih, nyetir didalam kota saja seperti ikut lomba slalom...(tepok jidat). Kalau ditegur, jawabannya enteng, 
"Mama tenang aj...atau "Mama tidur aj..." (kalau perjalanan luar kota). Susah memang  berbicara serius dengan orang bertipe sanguin..
Katanya jadi ortu jaman sekarang tidak boleh terlalu nyinyir jadi ya kadang-kadang coba menahan diri untuk tidak berkomentar panjang-lebar (aslinya berat menahan diri untuk diam). Nah kalau sekarang ketemu saatnya sah-sah saja jadi nyinyir,  kenapa masih disuruh nahan...?! Khan sudah lama ditahan-tahan...
Jadilah suasana kondusif berubah menjadi tidak kondusif dan berlakulah adegan foto seperti 
diatas. Jadi caption yang pas, "Ngelu Aku..." (pusing, aku :)  

Pembelajaran dari kejadian ini, ada beberapa yang bisa jadi self reminder terutama bagi sisulung, Sirin,si ayah dan aku, ibunya. 

Pertama: pada saat kejadian sirin berusaha mencegah polisi atau korban untuk tidak memberitahu kami dikarenakan takut.  Seorang korban (yang sangat bersimpati pada sirin sampai menawarkan bantuan untuk menelpon kami. Dia berkata, anak bapak bilang ke kami supaya dirinci saja berapa kerugiannya nanti dia akan usahakan bayar.... 

Ketika kami tanya darimana dia bisa bayar ganti ruginya, dia jawab, dengan dicicil pake uang bulanan. Oh...so sweet :(
Setelah dibujuk, akhirnya sirin memutuskan menelpon sendiri ayahnya, bukan ibunya. Ini menunjukkan tingkat keterdekatan ayah dan anak, menggeser (sementara) keterdekatan dengan ibunya. 
Dalam mendidik anak, (sadar atau tidak) terkadang kita masih memakai acuan yang diajarkan orangtua. Meski sebetulnya apa yang kita  terapkan sudah seharusnya melalui revisi disana-sini. Pada masa kecilku dulu, sosok mama adalah kontak person pertama untuk semua khabar buruk (misal: kecelakaan, kehilangan, dihukum guru dll). Abi (sebutan untuk ayah) adalah kontak person lanjutan yang sebisa mungkin dihindari jika permasalahan tidak dapat diatasi. Nah, mama hampir selalu disibukkan dengan ketiga saudara laki-lakiku jadi aku merapat ke abi. Dan abi memang welcome banget dengan anak-anak perempuannya. Jadi pas dah...

Tanpa disadari, sejarah berulang. Aku lebih merapatkan anak-anak perempuanku (ditunjang juga tidak punya anak laki) ke ayahnya. Aku juga mengajarkan bahwa apa yang aku ketahui, sang ayah juga harus tahu. Tidak ada yang harus disembunyikan dari ayahnya. Malah kadang-kadang yang nyebelin, anak-anak berpesan pada ayahnya, "Ba, jangan bilang-bilang mama ya" 
Sang ibu memang lebih menakutkan dimata anak-anak, bukan karena lebih galak tapi karena ibunya memang nyinyir ;)
Jadi anak-anaku yang pintar itu :) langsung membangun poros tol sendiri menghubungi ayahnya kalau punya masalah. 
Keterdekatan ayah-anak ini kadang membuatku cemburu sesaat. Tapi ketika sisulung atau sibungsu tiba-tiba mencium atau memeluk atau mengirimkan sms, "Love you Ma..." tidak ada alasan untuk cemburu. Tidak ada yang bisa menggeser ikatan batin ibu dan anak. Meski cerewet, menjengkelkan, pemarah dll, seorang ibu perannya tidak tergantikan.
Pembelajaran kedua (yang ini masih perlu banyak belajar...!):  Kita tidak bisa memilih musibah yang akan menimpa. Musibah bisa menimpa siapa saja dan datang sewaktu-waktu. Kesiapan menghadapai musibah adalah bagian dari penyelesaian masalah. Dan selalu bersyukur adalah poin penting didalamnya.  
Pembelajaran ketiga: Baru aja kemarin menyelesaikan tahap terakhir dari etape kecelakaan, yaitu: penjualan mobil. Kita berjumpa dengan pemilik bengkel "Morojaya" pak Rohman yang beralamat di kepuharjo. Si bapak plus istrinya baeek banget (masyaallah tabarakallah). Kebaikan seperti ini biasanya khas orang-orang yang tinggal dipedesaan tapi mereka tinggal di kota lho bukan di desa. Lagian kita kenalnya juga masih baru dan seputar memperbaiki mobil. 
Seperti juga aku yang masih bingung dengan kebaikan pak Rohman dan istri, kita juga sering bingung kalau ada orang yang sangat baik padahal baru kita kenal. Praduga tak bersalah memulai prosesnya...
Sesuai nalar, kebaikan itu pasti ada sebab akibatnya atau dengan kata lain ada awal mulanya. Tetapi pengalaman membuktikan, ada orang baik yang langka, dalam artian: mereka baiknya tulus tanpa ada kepentingan apapun, semata hanya mengharap ridha dari Allah SWT dan pak Rohman adalah salah satunya.  

Sampai bertemu lagi di topik berikutnya...Salam...penulisnya mau jalan-jalan dulu ntar oleh-olehnya tulisan perjalanan :)