17 March 2011

D E J A V U...

Bagaimana sebaiknya reaksi orang tua jika seorang anak mengatakan ingin menikah dengan bule...?
"Coba lihat ini Ma…" katanya sambil menunjuk gambar pemuda tanggung yang berwajah imut.
Atau yang ini…Namanya: Nick Wheeler…Keren khan…?
Mmm…
Sebuah riset yang tidak melalui penelitian ilmiah berbunyi...Hampir dipastikan semua cewek dalam masa remajanya pernah berangan-angan menikah dengan cowok bule atau seseorang dari planet seberang…
Saat seusianya aku juga mengidap sindroma yang sama, kesengsem berat dengan sang idola Michael Jakcson bahkan bersedia menikah dengannya seandainya diminta... ;)
Bedanya dengan putriku sekarang, aku tidak sampai menyatakan keterbukaan sikap…Mungkin kalau sempat terlontar, hukuman cambuk cemeti bisa diberlakukan… He...he...Aku tersenyum kecut mengingatnya…

“Mama diskriminatif…! Dosa lho Ma…Makhluq Tuhan koq dibeda-bedakan…” Tuduhannya langsung mencecar keluar …begitu rupanya dia mengartikan senyumanku sebagai ejekan. Sebuah larangan…
Ehm.…padahal senyumku juga ditujukan pada figure cowok-cowok di poster tadi yang menurutku biasa-biasa saja.
Diam-diam…dilain kesempatan, aku ambil majalah tadi dan Aku berusaha melihat wajah yang ditunjuk itu melalui matanya…
Iya…benar juga, wajah di poster ini memang keren… :)
Dilain kesempatan, saat putriku merajuk lagi…Tentu saja, aku tidak akan memberlakukan hukuman cambuk… Tapi..
“Boleh ya Ma…”
Aku sudah sangat siap dengan jawabannya…
“Boleh…. Asal syarat dan ketentuan berlaku…!”
“Apa…?”
“Syaratnya, orangnya harus alim, penulis buku-buku religius, merupakan pengajar favorite di Universitas Islam terkemuka dan yang penting lagi bisa membuat anak mama bukan saja pake jilbab tapi juga pake cadar …”
“Hah…! Sadis banget… Mama mirip Taliban...” Mata bundarnya membelalak...
Ha…ha…ha...

Seberapa dekat hubungan seorang anak dan orang tuanya selalu ada beda cara pandang karena perbedaan generasi atau istilah psichologynya: ada Generation Gap.
Ketika seorang anak menjadi orangtua, segala kekhawatiran bermuara dalam pikirannya. Inilah yang mendorong orang tua memberlakukan undang-undang darurat militer dan No Fly Zone alias jam malam…(jadi mirip di Libya… he…he…kalau disana sih karena Khadaffinya lagi kena Waham Zanga-Zanga…)

Terkadang dalam beberapa kasus, rasa khawatir itu begitu ketat menggoda, akibatnya mereka juga harus legowo dituduh sebagai sosok yang otoriter, tidak demokratis dan ketinggalan jaman.

Sebelum dakwaan bertambah berat, ada baiknya menyempatkan perenungan dalam sedetik, ketika suatu hari nanti kalian terbangun sebagai orang tua, kalian akan tahu betapa sebagian besar daya pikir orang tua mengalami kemunduran karena terus-menerus dipakai untuk memikirkan anak-anaknya dan hanya sekitar 5%nya saja yang benar-benar disebabkan oleh Alzheimer.
Kembali ke laptop...
Shakespeare, filosuf terkenal, penulis roman Romeo and Juliet, pernah mengatakan: What is in a name?A rose by any other name would smell as sweet.
Ternyata… Nama memiliki banyak arti.
Aku pernah menyampaikan nota protes pada orangtua, kenapa namaku hanya singkat:
Layla..tanpa tambahan apa-apa. Maka ketika SD, aku nekat menambahkan namaku menjadi :Layla Lilywati, terpengaruh nama teman-teman SD yang bertenis China, kebayakan nama mereka berakhiran Wati.
Ketika SMA, kutambahkan nama menjadi: Layla Khalilov…kali ini terinspirasi dengan nama pejuang Chechnya yang tengah memberontak untuk memisahkan diri dari Soviet. Karena kesadaran yang datang kemudian bahwa seorang keturunan Arab tidak mungkin bernama Khalilov, akhirnya kurubah namanya menjadi: Layla Shaaqiilhaa.
Seorang teman yang pandai berbahasa arab mengutarakan kebingungannya karena nama dengan ejaan dobel seperti itu tidak dia temukan artinya dalam kamus Arab-Indonesia.

Ha…ha… ha… tentu saja tidak ada artinya karena nama itu sengaja dibuat dobel ejaannya hanya agar terlihat keren. Coba dibaca, tetap saja berbuyi SAKILA…Benar khan…? Dan yang lebih dahsyat lagi nama itu dianggap legal oleh sekolah dan tercantum dalam Kartu Pelajar sebagai nama resmiku: Layla Shaaqiilhaa…Top Banget deh...

Setelah menikah, aku belajar cepat dari sejarah maka kutambahkan nama anak-anakku menjadi dua kata, Sirin Salsabila dan Rana Aaliyah.
Kali ini protes datang dari Ayah. Kata beliau…Nama marga akan dituliskan dimana…? (etnis Arab, namanya tersusun dari nama ayah dan nama marga dan tidak lebih dari tiga kata)
Ups…tidak kepikir…Ya sudah …terlanjur tertulis di akte, ribet lagi gantinya.

Nota protes masih berlanjut, kali ini datang lagi dari putriku, kenapa aku dinamai Sirin…?
Sebagai orang tua yang sudah kaya pengalaman, aku punya jawaban jitu. Pemberian nama adalah hak istimewa orangtua, tidak bisa di veto atau dialihkan ke anak. Betul khan…? Lha kalau ngasih nama nunggu nanya anaknya dulu, terus setelah lahir, anaknya mau dipanggil apa hayo…? Nak…Nak…gitu…? Nanti dikira namanya Kuntilanak… :)

Selain keinginan terpendam soal menikah dan perubahan nama, kesamaan yang kami alami juga menyangkut cita-cita masa depan.
Ma…Aku ingin jadi Detektif…!
Hah…?!
Setelah berhasil mengatasi rasa kaget yang luarbiasa, aku tanya balik, Kenapa ingin jadi Detektif…?
Selidik punya selidik ternyata putriku itu lagi keranjingan baca buku serial Detektif Conan & nonton film CSI dalam serial Fox Crime.
Sama lagi…!
Dahulu kala, aku juga pernah ingin jadi Detektif dengan alasan kepengin seperti si Bionoic Woman alias si cantik Lindsay Wagner…
Oh lala…
Aku jadi bertanya-tanya…Ini Hukum karma atau Dejavu…;)

Ditulis oleh: Layla F Thalib

11 March 2011

Sebuah Rumus Kimia &Turunannya…

Breaking News….!!! Ternyata bos penjahat curanmor adalah cewek berumur 16 tahun.
Begitu salah satu headline sebuah koran.
Atau…
Mami ayam-ayam kampus digerebek petugas…
Huft…Dengan judul seperti ini sulit sekali memperkirakan tulisan tersebut mengandung nilai-nilai positip.

Kalau kita rajin melihat trending topic televisi, pastinya bergulir dari satu debat ke debat yang lain. Mengagumkan…! Ternyata banyak ya orang pintar di negeri ini dan juga begitu banyak orang yang menyintai negeri ini dan yang lebih hebat lagi, banyak juga orang yang peduli dinegeri ini. Benarkah…? Ya…Benar sih cuman…

Kita tidak bisa mengharapkan kejujuran dari sebuah pertunjukan. Tidak bisa mengharap kesungguhan dari suatu pemaksaan. Kita tidak bisa mengharap kebaikan dari sebuah kemarahan.

Media berperan dalam membentuk opini dan opini dapat mempengaruhi alur bertingkah-laku seseorang. Sayangnya pembentukan opini yang berbobot terkendala oleh media yang membatasi pembacanya. Semakin tinggi level pembacanya biasanya semakin mahal harga medianya. Kebanyakan media berhaluan kiri (jangan tergesa diartikan komunis ah…untuk memperjelas yang tersirat, kata kanan: berkonotasi positip) hanya terbaca oleh masyarakat menengah ke bawah…Sayang sekali potensi pemikiran mereka terus-menerus digerus hal-hal buruk yang membuat segala hal baik menjauh dari kehidupannya.
Saat ini pelajaran matematika sedang mati-matian naik daun. Mendadak semua orang ribut berhitung. Televisi terpaksa berpacu dengan rating, koran berkejaran dengan oplah dan ternyata kegelisahan mereka menular pada pejabat. Mereka sensitif sekali dengan suara dukungan sampai-sampai kawan bisa jadi lawan dan lawan bisa jadi teman. Lucu ya… :)

Eit…Masih ada yang lebih lucu…Tengok saja… Pejabat yang rela turun ranjang...e...turun kursi...atau turun tingkat dari jabatannya semula (baca: menjadi wakil) demi tetap dapat mencalonkan diri sebagai pelayan masyarakat. Mereka juga membentuk dinasti. Sungguh mengharukan… Semangat pengabdiannya luar biasa. Benarkah…? Ya… Benar sih cuman…
Hanya uang yang bisa diwariskan, sayangnya demokrasi tidak bisa diwariskan. Jabatan adalah amanah yang nantinya harus dipertanggung-jawabkan, bukan untuk dilanggengkan atau diwariskan secara turun-temurun kepada istri, anak atau kerabat.
Bangsa ini mempunyai semua yang diinginkan oleh suatu bangsa. Sewaktu masih duduk di bangku sekolah dasar, sering kita mendengar para guru berkata bahwa negara kita, Indonesia adalah negara gemah ripo loh jinawi atau tanah impian atau mutiara Khatulistiwa…Benarkah…? Ya… Benar sih cuman…
Kalau bangsa-bangsa lain di dunia punya banyak kendala kita hanya punya satu kendala, yaitu: kita punya cadangan kebohongan yang terlalu besar sehingga tidak muat untuk disimpan.
Kebohongan itu turunan dari rumus kimia satu kata yang sangat nikmat diteguk bahkan lebih nikmat dari tegukan secangkir cappuccino. Kata itu tersusun dari tujuh huruf, yaitu: K O R U P S I...
Budaya membentuk peradaban…
Untuk merubah budaya yang tidak mendukung peradaban yang lebih baik, perlu waktu yang panjang dan usaha yang terus-menerus. Salah satu caranya dengan: Memperbanyak guru berkualitas. Sebelum memperbanyak jumlah guru, tingkatkan dulu kesejahteraannya. Kalau perlu, naikkan gaji guru sejajar dengan gaji anggota dewan… :) Kenapa Tidak…?
Perbanyak penulis skenario film yang idealis dan bermartabat jadi tak akan pernah ada lagi film dengan judul “terlalu kreatif” seperti ini: Hantu Puncak Datang Bulan atau Rintihan Kuntilanak Perawan atau Air terjun Pengantin…Uft…
Tingkatkan kepedulian terhadap kesejahteraan, pemberdayaan, dan potensi perempuan…
Mengapa perempuan…? Karena perempuanlah yang melahirkan sebuah peradaban …
Benar sih Indonesia negara elok nan kaya tapi rakyatnya masih banyak yang hidup didera kemiskinan. Kemiskinan tidak bisa diselesaikan dengan undang-undang, sihir ataupun sulap.
Greg Mortenson dalam bukunya Three Cup of Tea, mengatakan: Untuk mengerti kemiskinan, Anda harus merabanya, menciumnya, dan merasakan itu. Para anggota dewan dan pejabat dalam lingkar kekuasaan tidak akan dapat mengubah kemiskinan karena mereka sendiri belum pernah berada di sana. Nah khan...

KORUPSI terbentuk tidak saja dari sebuah kemiskinan materi tapi juga kemiskinan pemikiran dan kemiskinan hati nurani. Jadi kalau mau memberantas korupsi, berantas dulu kemiskinan dan semua turunannya…

Ditulis Oleh: Layla F Thalib


05 March 2011

Pinangan & Perjodohan


Sebuah lagu mengalun dengan syair yang begitu populer beberapa waktu yang lalu. Inilah kata hati seorang jejaka,
“Ibu-ibu bapak-bapak
Siapa yang punya anak
Bilang aku
aku yang tengah malu
Sama teman-temanku
karena cuma diriku yang tak laku-laku
Pengumuman-Pengumuman
Siapa yang mau bantu

Tolong aku kasiani aku
Tolong cari diriku kekasih hatiku
Siapa yang mau…”
Sementara disisi yang lain, ada lagu yang dipopulerkan oleh Oppie Andariesta.
“Im single and very happy…” Benarkah…? Mungkin benar mungkin juga cuman sindiran si penyanyi.
Saat menghadiri walimah saudara sepupu beberapa waktu yang lalu, sang ustad yang memberikan khotbah nikah menyampaikan pesan yang menurutku inspiring sekali sebagai orangtua yang memiliki anak perempuan.
Dikisahkan tentang pinangan Umar kepada Saidina Abu Bakar untuk anaknya Siti Habsah.

Kisah yang lain, dikutip dari sebuah hadis yang diriwayatkan Anas berkata:
“Ada seorang wanita yang datang menawarkan diri kepada Rasulullah dan berkata: “Ya Rasulullah! Apakah kau memerlukan aku?” Puteri Anas yang hadir ketika mendengar perkataan wanita itu mencelanya dengan mengatakan dia tidak punya harga diri dan rasa malu. “Sungguh memalukan dan betapa buruknya…!” Anas berkata kepada puterinya itu: “Dia lebih baik daripadamu! Wanita itu senang kepada Nabi dan menawarkan dirinya!” (Riwayat Bukhari)

Kedua kisah tadi ingin menggugah para orang tua yang memiliki anak perempuan untuk tidak segan mencarikan jodoh bagi anak gadisnya. Meminang seorang laki-laki yang baik dan layak untuk anak gadisnya adalah bukan sesuatu yang memalukan atau tabu. Diterima atau tidak, itu mah soal lain, karena masalah jodoh adalah rahasia Allah. Seperti kisah diatas, pinangan Umar ditolak, namun selepas itu Siti Habsah mendapat calon yang lebih baik ketika Rasulullah memperistrinya.
Ehm…tugas yang tidak ringan melawan pemikiran yang sudah berurat berakar, bahwa pihak perempuan seharusnya pasif menunggu pinangan dan bukan sebagai pihak yang meminang.
Seperti halnya tehnologi yang semakin berkembang dan semakin canggih, mencari jodoh juga mengalami fase yang sama. Kalau dulu karena terbatasnya komunikasi dan masalah adat budaya yang masih kolot, mencari jodoh adalah hak preogatif orang-tua yang bisanya tidak mempan interferensi. Yang biasa dilakukan saat itu adalah: Perjodohan. Pilihan yang sederhana dan mudah bagi orang tua untuk mendapatkan menantu idaman.
Saat ini perjodohan dianggap sebagai sesuatu yang kuno dan menggelikan. Bagaimana bisa…? Ya tentu saja karena era digital dewasa ini sangat memanjakan. Tidak ada kesulitan bagi seorang gadis atau jejaka untuk saling berkenalan atau menjalin hubungan meski terbentang jarak jauh diantara mereka.
Kemajuan ini di satu sisi memudahkan sementara disisi lain justru menyulitkan. Menyulitkan terutama dalam menentukan pilihan. Dari banyak calon, siapakah yang terpilih…?
Masalah jodoh adalah masalah yang kompleks, saling bertaut antara harapan, keinginan, realita juga situasi dan kondisi baik personal maupun orang-orang terdekat (baca: orangtua).
Semuanya tidak terlepas dari hukum alam atau Sunnatullah. Siapa yang “terlihat” dialah yang dilihat, siapa yang invisible maka tak satupun orang yang bisa melihat maka buatlah diri anda always available. Jangan kuatir, sepanjang anda perempuan maka anda cantik, dengan kata lain perempuan harus merasa dirinya cantik. Jadi kalau kamu belum terpilih, itu tidak berarti kamu tidak cantik tapi semata karena kamu memilih untuk tidak terlihat.

Perjodohan, adalah suatu cara sederhana yang mudah dan dapat dipertanggung-jawabkan. Untuk buah hati yang meringkuk didalam rahim selama sembilan purnama, tentunya kita tidak akan pernah segan memberikan yang terbaik. Pinanglah laki-laki yang baik untuk anak gadis kita atau pinanglah seorang gadis baik-baik untuk anak lelaki kita. Kalau ada yang mudah…Kenapa cari yang sulit…?

Pasangan hidup adalah teman yang akan bersama-sama membentuk keluarga dalam menjalani ibadat sebagai hamba Allah di atas muka bumi ini. Berawal dari keluarga barulah terbentuknya sebuah masyarakat, negara dan ummat. Dengan berpasangan banyak hal buruk yang dapat dicegah. Sebuah tugas yang mulia tapi tidak ringan. Karenanya jangan sampai salah memilih pasangan. Bersegeralah...Dan kenapa mesti malu...?
Allah tidak akan mengecewakan hamba yang bersungguh-sungguh melaksanakan syariat-Nya.

Sebaik-baik manusia adalah yang memberi manfaat pada orang lain. Kamu bisa lho menolong Wali dan Oppie atau Wali dan Oppie yang lain mencari jodoh yang cocok.

Sudah siap dijodohkan…? Ah… jadi pengin cari menantu…ha…ha…ha….:)
Ditulis oleh: layla F Thalib

03 March 2011

Mother and Doughter

Miris rasanya melihat seorang Ibu yang berusaha mencari keadilan, berjuang untuk bertemu anak gadisnya yang sedang “diamankan” karena sang Ibu dianggap “berbahaya” bagi si anak.
Bila anda yang menjadi Ibu tersebut, bagaimana perasaan anda…?

“Bisa disebutkan nama Ibu kandung…?” begitu biasanya pertanyaan yang diajukan sebagai kelengkapan data kalau kita akan membuka rekening atau sedang membuat SIM atau sedang mendaftar sesuatu.
Dari pertanyaan yang sederhana ini sudah cukup kuat untuk mengindikasikan bagaimana bentuk hubungan antara Ibu dan anak. Tak dapat disangkal, tak dapat dimanipulasi dan tak dapat diputus.

Bisa saja seorang anak tidak pernah tahu bapaknya tapi seorang anak pasti tahu ibunya karena selama sembilan bulan dia memulai kehidupan dalam rahim ibunya, mengenal dan mewarnai kehidupan berkat asuhan ibunya. Pendek kata, keistimewaan seorang Ibu dapat dengan tepat dijabarkan melalui sebuah ungkapan, surga dibawah telapak kaki Ibu.
Lantas kenapa peristiwa seperti diatas dapat terjadi….?

Di dunia ini apa saja dapat terjadi, semua kemungkinan selalu dapat dipertimbangkan. Hal ini tidak terlepas dari yang namanya: KEPENTINGAN. Bagaimana sang Ibu berkepentingan untuk menyelamatkan anak gadisnya dan bagaimana si “Pelindung” berkepentingan untuk menyelamatkan gadis muda tersebut. Sama-sama berkepentingan untuk menyelamatkan tetapi dengan kepentingan jalan yang berbeda.
Lalu…? Bagaimana cara menyikapinya sejalan dengan bagaimana sebuah kebenaran tidak dapat disembunyikan. Kebenarannya adalah: seorang Ibu akan selalu melindungi anaknya. Ini naluri, insting atau apa sajalah istilahnya. Dalam batasan normal, seorang Ibu tidak akan pernah mencelakakan anaknya.
Lantas kenapa sih mau repot-repot melindungi seseorang yang berada dalam naungan seseorang yang bahkan mempertaruhkan nyawanya untuk melahirkannya kedunia...?

Panggil saksi-saksi, kumpulkan bukti-bukti, gunakan parameter reputasi dan keahlian. Bukankah sang Ibu punya kerabat dan teman yang lebih dari cukup untuk menjadi saksi…? Pastinya mereka bersedia dengan senang hati menjadi bagian dari sebuah lingkaran kebenaran.

Bila tenaga ahli akhirnya dapat membuktikan bahwa sang Ibu tidak dalam kondisi normal, maka drama yang disuguhkan melalui sebuah berita mother Vs doughter sungguh ironis sekali. Tapi sebaliknya jika nantinya para tenaga ahli itu dapat membuktikan bahwa sang Ibu dalam kondisi normal-normal saja maka…drama yang disuguhkan benar-benar bertabur pemain-pemain berbakat… KPAI...Jangan keterlaluan ah...