13 June 2016

Predator dan Pencuri Koin (lanjutan dari tulisan: Manusia, Siapakah Aku?)

Sudah lama menjadi perdebatan tentang siapa yang salah ketika ada kasus perkosaan dimana korban adalah perempuan muda dengan memakai rok mini atau seorang perempuan yang berprofesi sebagai PSK.
Perlukah kasus itu disebut perkosaan atau perlukah dicari siapa yang salah jika ada yang merasa sebagai korban?
Karena bukan ahli bahasa, saya tidak tertarik mengulasnya secara spesifik dari segi arti kata. Apa itu korban, arti pelaku atau definisi dari kata perkosaan. Begitu juga arti sesungguhnya dari kata predator atau kata pencuri dan kata koin (uang receh).
Saya hanya ingin membahas hubungan semua kata-kata tersebut diatas dilihat dari kacamata seorang ibu yang dianugrahi anak perempuan. 
Kasus perkosaan/kekerasan/pelecehan sexual tidak sama dengan kasus pencurian, perampokan atau pembunuhan.
Kasus ini meninggalkan trauma spesifik bagi para korbannya karena itu memerlukan penanganan yang berbeda. Tidak seperti ketika seseorang kehilangan sepatu atau kehilangan uangnya. Meski saat konseling menghadapi para korban seorang psikolog harus menyakinkan bahwa mahkota berharga yang direngut paksa itu hanyalah sesuatu yang menempel di tubuh dan artinya kurang lebih sama dengan saat sepatu atau baju yang hilang. Jadi nilainya jauh lebih murah dari harga mahkota yang asli terbuat dari emas dan berlian.  
Penanganan terhadap korban harus menekankan pada pendekatan hubungan interpersonal yang mengarah pada terbentuknya kepercayaan. Sedang penanganan terhadap kasusnya juga berbeda dengan cara tidak memblow up kasus tersebut dengan mewawancarai tetangga, teman, guru, orangtua dll untuk mengorek keterangan betapa malangnya si korban atau sebaliknya, betapa si korban pantas diperlakukan seperti itu. Bisakah awak media menggunakan nuraninya untuk masalah yang satu ini?
--------------------------------

Predator disini ditujukan pada laki-laki yang melakukan kejahatan sexual pada perempuan. Predator ini hidup berdasarkan insting semata. Semboyannya: lihat, tunggu dan terkam. Mereka tidak pandai membaca signal dan membedakannya. Satu-satunya keahlian yang dimilikinya hanyalah melihat kelemahan dan kesempatan. Mungkin ini adalah tingkatan manusia yang paling rendah. Wujud mereka adalah manusia biasa dengan segala kelebihan akalnya dibanding makhluk hidup yang lain. Karena itu banyak diantara kita yang masih tidak menyadari keberadaan predator ini sampai mereka melakukan aksinya. Cara terbaik  menghadapinya adalah dengan tidak menghadapinya (tidak memberinya kesempatan).
Pencuri koin (uang receh) adalah label yang melekat untuk: seorang perempuan yang dengan sengaja menggoda/merebut suami perempuan lain dengan mengharapkan keuntungan secara materi semata (beda niat beda pula diskripsinya). Koin identik dengan uang receh. Pada dasarnya, sipencuri koin hanya mendapatkan uang receh tidak peduli seberapa banyak uang, kemewahan dan kenikmatan yang dia dapat. Mengapa? 
Sesuatu yang bisa dicuri itu hanya berupa fisik atau benda. Nilainya tidak terlalu berharga dibanding manusianya itu sendiri. Uang yang lebih besar itu berwujud pendamping hidup/suami /imam yang baik baginya justru tidak dia dapatkan. Apakah ini berarti laki-laki yang baik tidak bisa dicuri? Tidak bisa. 
Karena laki-laki yang baik itu satu paket dengan akhlaq#iman. Iman kadang naik kadang turun dan mencuri itu sebuah keahlian yang membutuhkan proses. Jika dua frase ini dikaitkan maka muncullah sebuah kalimat: "Dan selama proses iman menurun, kata baik pada laki-laki itu otomatis ikut menyublim menjadi tidak baik". Disaat inilah, kecurian itu bisa terjadi. So... Yang dapat dicuri itu adalah laki-laki yang tidak baik.
Fenomena pencuri koin tidak lagi hanya sebuah tren (temporary) tapi sudah berubah wujud menjadi sebuah solusi siap saji. Sebenarnya perempuan diberi kelebihan dengan anatomi tubuh yang berbeda dengan laki-laki dalam rangka menjalankan fungsinya sebagai makhluk mulia yang dihormati 3x lebih dari laki-laki (baca: ibu), untuk mengandung dan melahirkan. Tetapi segala sesuatu selalu mempunyai dua sisi, sisi baik dan sisi buruk. Jika digunakan sesuai dengan fitrahnya maka dia berada pada sisi baiknya dan jika digunakan melawan fitrahnya maka dia berada pada sisi buruknya.
--------------------------------------
Sering kita dengar, godaan terhadap laki-laki dikategorikan menjadi tiga bagian: harta, tahta dan wanita (baca: perempuan pencuri koin). Benarkah? 
Dan mengapa juga wanita ikut pula masuk nominasi sebagai kategori penggoda? Kenapa tidak bisa dibalik? Kenapa laki-laki tidak bisa masuk dalam nominasi penggoda? Hukum alam berlaku: Laki-laki secara fisik tidak menggoda perempuan atau perempuan tidak tergoda oleh laki-laki secara fisik. 
Kembali ke kalimat diawal tulisan ini:  
Siapa yang salah jika terjadi kasus perkosaan terhadap seorang perempuan yang memakai rok mini atau terhadap seorang perempuan yang berprofesi sebagai PSK?
Jawabannya pasti beragam sesuai tolok ukur yang dipakai. Bagi kaum feminis yang salah adalah jiwa laki-laki itu yang mesum. Bagi pembela kaum laki-laki, yang salah adalah si wanita yang dikategorikan sebagai penggoda. Bagaimana dengan anda?
Bagi saya sebagai ibu dari dua anak perempuan, dengan tegas saya pastikan yang salah adalah kita semua, pelaku, korban dan sistem masyarakat yang sakit. Bagaimana kita bisa melahirkan pelaku, bagaimana bisa memunculkan korban dan bagaimana kita masih bisa memperdebatkan sebuah kesalahan?
----------------------------------------------  
Semua bermula dari keluarga

Mana yang lebih utama mendidik anak perempuan atau anak laki-laki?
Mendidik anak mempunyai kaidah umum yang sama antara anak laki-laki dan perempuan. Memang ada beberapa kaidah yang tidak bisa diperlakukan sama, berkaitan dengan norma (religi) dan budaya. Singkatnya mendidik anak perempuan berbeda dengan mendidik anak laki-laki. Didiklah anak perempuanmu dengan banyak hal baik dimana penekanannya pada "Malu" (dideskripsikan sebagai: pendidikan akhlak untuk menjaga kehormatan) dan "Aku berharga" (dideskripsikan sebagai bentuk pertahanan diri dari segala bentuk pelecehan)
"Malu nak kalau mengambil suami orang". "Malu nak kalau pakai pakaian yang mengumbar aurat". Malu nak kalau pulang larut malam" atau "Anakku cantik". "Anakku sayang"
Dan didiklah anak laki-lakimu dengan penekanan sebagai "Pelindung" (dideskripsikan sebagai cara untuk menjaga dan menghormati perempuan (terutama ibu, istri, anak, saudara perempuan, dll). 
"Jaga adikmu, antarkan dia pergi". "Temani kakakmu". "Jangan pernah memukul perempuan karena setiap perempuan adalah ibu. Kalau engkau memukul perempuan berarti engkau memukul ibumu!"
Bila semua keluarga menekankan dua hal ini pada anak-anaknya, niscaya istilah pencuri koin (dan kerabatnya: seperti ayam kampus, teman tapi mesra, sephia dll) dan predator (berikut anak turunannya: seperti:pedhofil,dll) akan senyap. Selama dunia berputar, mustahil nihil, at least mereka tidak dapat exist.
Akankah semudah itu?
Tentu saja tidak karena kalimat-kalimat bijak seperti ini selalunya hanya sampai kepada keluarga-keluarga yang memang sudah mendidik anaknya dengan baik. Kalimat-kalimat ini tidak pernah sampai pada mereka diluaran sana yang masih hidup dalam pemenuhan kebutuhan tingkat satu (teori Abraham Moslow). Dan secara teori pula, pelaku kejahatan sexual kebanyakan berasal dari strata sederhana yang sarat terbelit dengan masalah sosial ekonomi.
Disinilah perlunya peran masyarakat untuk menyumbangkan ide, dana, tenaga untuk menjadi penyambung lidah kebaikan atau memutus rantai keburukan didaerah sekitarnya. Diperlukan kepedulian sosial on air atau off air.
Bisa atau maukah kita?
Ada banyak cara turut peduli




Berdasarkan tabel prioritas, mendidik anak perempuan lebih utama dari anak laki-laki. Mengapa? 
Semua anak perempuan adalah calon ibu. Melalui perempuanlah seorang anak dilahirkan, dirawat dan dididik. Mengutip ungkapan dari seorang penulis (lupa nama dan judul bukunya :(   
“Jika kamu mendidik satu orang pria, maka kamu hanya mendidik satu orang itu saja. Namun apabila kamu mendidik satu orang wanita, maka sesungguhnya kamu telah mendidik suatu bangsa”. 
Implikasinya, mendidik dan menjaga anak perempuan sejatinya lebih sulit dibanding anak laki-laki (anak perempuan lebih condong menjadi korban dan menerima resiko dibanding anak laki-laki yang cenderung menjadi pelaku dan minim resiko#tidak seperti anggapan umum bahwa mendidik anak laki-laki yang lebih sulit :)
----------------------------
Kini saatnya kita lebih peduli. Tebar kebaikan, anak-anak diluaran sana juga anak-anak kita. Mari kita merapatkan barisan, didiklah anak-anak bangsa dengan benar. Tidak ada kelebihan anak laki-laki dibanding anak perempuan dan begitupun sebaliknya. Laki-laki dan perempuan saling membutuhkan sesuai fitrahnya dan jangan biarkan mereka berada dalam koridor yang melawan fitrah karena disanalah semua keburukan bermula. 
Ingatlah, kelak merekalah yang mengantarkan kita ke syurga.
Terimakasih sudah membaca tulisan ini secara berseri. Semoga bermanfaat...:)