23 October 2020

Antara Kampus Impian dan Kota Legenda.

Ketika terbaca tiga huruf ini, UGM, umumnya apa yang ada dibenak setiap orang? Hanya ada satu kata, Keereennn...
Untuk kampusnya dan untuk kotanya. Begitu juga yang tersirat di benak si bungsu ketika pada suatu hari mengikuti presentasi kakak kelas yang mempromosikan kampus UGM dengan aneka fakultas dan kemegahannya. 

"Mama boleh gak Rana kuliah diluar Surabaya? Tak sampai sedetik akupun menggeleng tanda tak setuju.

"Di UGM masa sih gak boleh?" Aku menatapnya sejurus. Aku tahu gadis remaja didepanku ini berusaha membangkitkan sensasi masa lalu yang diingatnya melalui cerita-ceritaku dikala senggang. 

Aku tetap menggeleng. Dan diapun berhenti berkata-kata. Hanya untuk sementara...! 

Setelah hari Rabu itu, yang akupun tak ingat lagi tanggal berapa, si bungsu tak henti menggodaku dengan obsesinya pada tiga huruf yang pernah juga menghiasi isi kepalaku. UGM memang kampus impian.

Subhanaallah...Dejavu. Tuhan tolong aku...Katakan padanya...😕😭

"Bi, bolehkah Ila kuliah di Yogya.." Abi menggeleng. "Di UGM...?" Kedua kalinya abi menggeleng. Aku masih memaksa, aku bilang jurusan yang kupilih hanya ada di UGM. Abi tetap menggeleng dan keluarlah kalimat pamungkasnya "Pilih jurusan apa saja asal di Surabaya atau di Malang. Abi tidak akan membiarkan anak perempuan jauh dari Abi" Dan akupun meleleh...

Kalimat sakti itupun kupake ke anak bungsu. "Mama tidak bisa jauh dari Rana..." Ntar kalau dibilang Rana gak bisa jauh dari mama malah dia pengin ngebuktikan kalau dia bisa, ambyar khan. E...gak mempan. Rana lebih pintar, dia malah yang bilang mama harus siap melepasnya. 

"Nanti kalau Rana nikah gimana...?" or
"Rana harus belajar mandiri. Kalau sama mama, Rana jadi anak kecil terus..." or
"Rana pengin ngekos kek kakak Sirin" bla...bla...
Untuk sesaat aku merasa jadi anak kecil yang sedang dituturi ibunya...😅
Tak kurang akal, aku menawarkan opsi, kalau diterima kuliah di Surabaya boleh ngekos. Tidak seperti kakaknya yang pandai dan lihai merayu, si bungsu lebih memilih untuk menurut. Sementara aman...

Dalam membantu si bungsu sukses menjadi pejuang UTBK, kita saling bahu-membahu mengatur strategi. Pilihan sekolah swasta kita tutup. Kita fokus ke PTN (surabaya dan malang) dengan beberapa pilihan jurusan dan pilihan jalur masuk (mandiri dan internasional). Si bungsu beda dengan kakaknya yang lebih mandiri dan pedhe dalam memilih jurusan. Rana sering terjebak bimbang dalam memilih jurusan. Galau memilih FK, Psikologi, Farmasi atau FKG. Meski memiliki sifat yang beda, Rana  ngefans ke kakaknya, finally dia memilih jurusan yang sama. Sebelumnya kita juga ikutkan tes bakat-minat dan konsultasi ke psikolog untuk mengatasi hambatan belajar. Rana ini orangnya perfect, organized dan detil. Ini bisa jadi kekuatannya tapi juga bisa jadi penghambat karena dia mendorong dirinya terlalu keras. Ditambah sifatnya yang moody, kombinasi yang pas untuk membuat was-was. 

Sebagai persiapan belajarnya, selain ikut bimbel di SSC, Rana juga ikut les private fisika, kimia  dan  matematika dirumah. Salah-satu guru favouritenya adalah pak Edwin. Ketiga les itu  hanya sempat berjalan dua bulan dan terhenti total  karena pandemi (juga karena kebijakan yang meniadakan kedua pelajaran itu dari UTBK) kecuali les matematika yang tetap berlanjut setelah lebaran sampai saat ujian tulis UTBK. Les online kurang greget, akhirnya diputuskan les offline dengan memakai protokol kesehatan, masker, face mild, pembatas, social distancing dll, lengkap deh. 
Jadwal belajarnya padat merayap...Dan gangguan yang sering muncul adalah faktor kebosanan apalagi karena pandemi pelaksanaan tes berubah-ubah, mundur terus. Sampai tibalah pelaksanaan test UTBK...Alhamdulillah lancar sampai hari H (sebelumnya diwajibkan rapid, gak kebayang kalau ternyata hasil rapidnya reaktif. Info yang beredar tidak menjelaskan bagaimana jalurnya kalau ada anak yang hasil rapidnya reaktif)

Sambil menunggu pengumuman, waktu antaranya digunakan untuk persiapan tes jalur mandiri dan internasional. Nah disinilah takdir berjalan...Kalau si sulung kepandaian merayu bikin hati meleleh, kalau si bungsu sifat penurutnya itu yang bikin hati lumer. Saat si bungsu request, 

"Mama boleh gak Rana daftar UGM...Gak pake test lagi, dilihat dari nilai UTBK saja..." Mata beningnya bekerjab-kerjab penuh harap. Satu kali...dua kali...sepuluh kali dilontarkan, kitapun mulai melemah dan inilah prosesnya. "Cuman daftar aja ya..." Aku mewanti-wanti untuk tidak berharap lebih. 

Saat UTBK, Rana memilih Unair dan UNS sebagai pilihan kedua. Penginnya Unair dan UB biar sama-sama di jawatimur tetapi dengan pertimbangan FK Unair tidak bisa disandingkan dengan FKUB (entah benar entah hoax tapi ini yang diyakini selama bertahun-tahun) akhirnya kita memilih FKUnair dan FK UNS. Nanti UB dikejar melalui jalur mandiri. Alhamdulillah Rana diterima di pilihan kedua, di UNS Solo. Gpplah Solo khan deket ada tol, cuman 2,5 jam dari Surabaya.  Rana juga tampak sumringah  masuk dalam group Wa, maba FK UNS. 

Pas weekend, kita meluncur ke Solo untuk tilik kampus dan hunting kos-kosan. Dalam memilih kos-kosan, aku mengandalkan rekomendasi teman dan dapat di Wisma Handayani. Ibu kosnya baik banget jadi sreg nitip anak disana. Disaat sudah memantapkan hati menuju Solo,  takdir tengah berproses mendekati Rana. Saat itu kita lagi makan sahur, tetiba Rana dengan teriakan girangnya berkata kalau dia diterima di UGM. Subhanallah... Aku yang terkaget-keget kena serangan maag, mual dan muntah- muntah di sepertiga malam...😢

Panic Attack, aku seperti linglung. Bersikap menolak, gak tega, akhirnya abstain  untuk menghormati perjuangan anakku. Untunglah si Ayah tanggap situasi dan memberi ucapan selamat pada si bungsu. Rana dapat menangkap keberatanku tapi kali ini lain dia menunjukkan teritorinya, kekeuh memilih UGM. 

Singkat cerita...Rana tak bisa pindah ke lain hati, bahkan ketika dinyatakan diterima di UBpun Rana bergeming. UGM benar-benar sudah memikat mata dan hatinya. Aku mengandalkan power antar saudara. Ternyata si kakak yang juga merangkap si pembisik, kena sindroma solidaritas antar saudara kandung. Sang kakak malah menyakinkan kita kalau Rana lebih baik kuliah di UGM, kalau kuliah di Malang ntar mama n Rana masih  saling merecoki n Rana gak belajar menjadi dewasa. Duh...mau dibantah tapi keknya bener juga...😕

Setelah mewawancarai hampir separuh penduduk bumi, meminta  pertimbangan mama, umi, sedulur, sahabat, teman dll. kita mencoba legowo dengan pilihan si bungsu. Meski untuk itu aku harus menahan airmata, berdamai dengan deburan dada yang tak beraturan, insomnia dan serangan maag berhari-hari setiap mengingat putri kecilku itu akan jauh dari sisiku. Untuk menenangkan hatiku, si ayah memintaku merubah rasa khawatir itu dengan mendoakan yang terbaik untuk Rana. Sementara si sulung mengajukan usul yang kontradiktif.
"Ma, ntar Sirin ambil Spnya di UGM aja jadi bisa sekalian jagain Rana..." Hah...langsung jatuh mosi tidak percaya...😎

Satu-satunya pemberat bagi Rana adalah teman-temannya yang tergabung dalam maba FK UNS. Aku ikutan baper juga...terharu ketika teman-temannya mengucapkan selamat.

Setelah sempat tertunda, berangkatlah kita ke Yogya...hunting kos-kosan dan tilik kampus. 

UGM dan Yogya

UGM dan Yogya saling bersinergi menyumbangkan nama besar. Ketika memasuki area kampus UGM, aku bisa merasakan daya magnit yang membuat seorang Rana tak bisa berpaling. Akupun begitu, bertahun-tahun lalu selepas SMA, aku menyimpan semua ketertarikanku pada UGM khususnya pada fakultas Hubungan Internasional. Maklum pada saat itu bacaan favouriteku majalah Tempo dan tokoh populer saat itu adalah Bapak Amin Rais. Keduanya berkolaborasi di kepalaku membentuk image tentang sebuah masterpiece. Dan itu berawal dari sebuah kampus yang dijuluki sebagai kampus biru. Sayang cintaku bertepuk sebelah tangan...
Dan kini Rana mewakili segenap hatiku melanjutkan rajutan benang-benang cinta itu. Cintaku kembali bersemi di kampus biru...😃
 
Acara visit kampus selesai berlanjut ke cari kos. Satu-persatu kos-kosan rekomendasi temen, saudara, didaerah pogung dicoret dari daftar. Rana sekali lagi menunjukkan teritorinya, dia hanya mau rekomendasi kosan dari temannya didaerah Sadewo. Kitapun langsung cek ke lokasi dan disambut hangat oleh ibu kosnya. Ya...kita memang cari kos yang ada ibu kosnya atau paling-tidak  penjaga kosnya memenuhi persyaratan aman dan bisa dipercaya. Alhamdulillah...👌
Berkali-kali ke Yogya selalunya bersentuhan dengan Mallioboro, Bringhardjo, Raminten, Kasongan, sentra bakpia, sentra batik, sentra kuliner dan sentra wisata. Yogya memang kota legenda, dari sudut manapun selalu memukau. Daerah ini memang Istimewa
 
Masih seperti dulu
Tiap sudut menyapaku bersahabat
Penuh selaksa makna
Terhanyut aku akan nostalgi
 
Semoga bermanfaat, see you in the next post ..😊



 

 

No comments:

Post a Comment