01 March 2018

Pencitraan Anak

Bila Anak berulah siapa yang salah ? 
- Apakah anda termasuk orangtua yang memberi kepercayaan penuh pada anak?
- Atau Anda termasuk orangtua yang tidak mudah percaya pada anak?
pengawasan melekat :)

Untuk opsi yang pertama, sudah jelas, aku bukan tipe ortu yang dimaksud. Untuk opsi kedua lebih mendekati. Akhlak utama yang kutanamkan pada anak-anak adalah kejujuran. Ini tidak berarti si anak tidak bisa dipercaya (terkadang anak membutuhkan dalih sebelum mengumpulkan keberanian bicara yang sebenarnya). Bila kita meragukan kejujuran anak-anak, kita ulangi lagi pertanyaan yang sama dua kali. Sekali lagi untuk keraguan yang masih melekat. Tiga kali pertanyaan yang sama, itu batas toleransi kejujuran. 
Yang sering hiperbola begini adalah si anak sulung. Untuk memuluskan permintaannya, sisulung seringnya menggunakan pembukaan request memakai kekuatan teman. 
Contoh sederhana: 
Dia lagi ingin ikut kegiatan Cimsa atau yang lain bersama teman-temannya ke luar kota. Si sulung akan menekan kita dengan mengatakan semua sahabat-sahabat dekatnya ikut ( Untuk sepersekian detik awal, kita terutama aku, seringnya luluh kalau sudah dikatakan semuanya ikut). Dalam pikiran kita, masuk akal juga sih karena sahabat-sahabatnya juga anak-anak yang aktif. Tapi kita yang sudah hapal modus seperti ini (dipake sejak SMA) mencoba menawar. 
" Coba mama telpon si A ya (kita punya no telp beberapa temannya) ?"
Reaksinya sudah mulai melandai, sambil menyebutkan beberapa temannya yang ikut. Gak kurang akal, aku ulangi lagi pertanyaanku. Tak menunggu lama, jawaban sebenarnya keluar otomatis (sekalian menyebutkan nama temannya yang gak ikut berikut alasannya, ternyata cuman dua atau tiga orang yang pergi selainnya berhalangan ...ketahuan aslinya khan 😶 )
  Pengin bikin sayembara... 🙈
Kalau anak bungsu, masih aman karena dia punya tiga limitasi dibanding kakaknya. Yang pertama, dia tidak punya perbendaharaan kalimat sebanyak kakaknya ;) yang kedua, temannya bisa dihitung dengan jari 🙈 Yang ketiga, dia tidak bisa meninggalkan buku or kamarnya (ini bener-bener bawaan genku 😏)
Contoh complicated: 
Pengawasan melekat (seperti capture diatas) kita berlakukan ketika si sulung tidak bisa di hubungi sampai beberapa kali padahal waktu sudah mencapai batas harus di kos, jam 19.00 (saat awal-awal kuliah). Aku adalah tipe ibu-ibu yang gampang panik. Ketika telp temannya tidak bersambut karena mereka juga tidak tahu keberadaan si sulung, bertambahlah debar-debar didada. Berbagai kemungkinan drama berseliweran di otak kecilku.  Kalau sudah begini, langsung call suami. Lebih dari setengah jam menunggu,  sisulung langsung menelponku. Kalimat pembelaanya belum selesai aku sudah main ultimatum (jangan ditiru ya...bagaimanapun orangnya yang lagi marah, tidak ada kebaikan yang bisa diambil 😶). Aku bilang, akan menghadap rektor untuk memindahkan kuliahnya dari malang ke surabaya kalau sampai kejadian tidak bisa dihubungi berulang (kalau orang lagi marah khan asal ngomong aja..) Anehnya sisulung ini mendengar perkataanku yang ngasal begitu, sangat ketakutan, minta maaf berkali-kali dan berjanji tidak mengulagi lagi. Setelah menutup telpon, aku jadi senyum-senyum sendiri, lha iya koq percaya-percaya aja mamanya mau menghadap rektor...😏
Contoh more complicated :  
Kasus sisulung kecelakaan mobil disaat idul adha kemarin. Setelah melalui uji forensik body mobil diketahui kecelakaan terjadi saat mobil dilajukan dengan kecepatan tinggi.  Usut punya usut, sisulung telah berbohong mengatakan sudah nyampe pandaan padahal sebetulnya dia masih disekitaran malang (Singosari). Dia bohong karena takut aku marah. Sejak subuh aku menyuruhnya berangkat ke pasuruan (dari malang, kumpul dirumah mama) untuk menghindari macet. Jawabannya iya sebentar lagi iya sebentar lagi. Sampai akhirnya saat terakhir kutelpon sebelum kecelakaan, dia bilang sudah ada di pandaan yang berarti nyampe di pasuruan bakal beriringan karena saat itu kita juga di jalur tol pandaan (dari surabaya). karena sudah terlanjur bohong, maka dikebutlah mobil ke angka maximal dan ketika lengah ada mobil di depan akan belok, sudah tidak sempat menghindar (benturan keras dengan kecepatan tinggi ditandai dengan keluarnya airbag). Konsekwensi dari kejadian itu: kita tarik mobil selama tiga bulan (tanpa sim juga) dan sampai sekarang kita  berlakukan larangan menyetir mobil ke luar kota. Mungkin ini hikmah dibalik kecelakaan itu, dari awal aku sudah tidak sreg setiap kali sisulung datang ke surabaya bawa mobil sendiri. 
Kembali ketopik awal, bila anak berulah apakah orangtua patut disalahkan?
Bila terjadi kasus kenakanalan pada anak, siapa yang salah tidak penting tapi untuk tidak berulang, introspeksi memang mutlak dilakukan. Kasus kenakalan pada anak, untuk mudahnya secara  garis besarnya (definisi by me :) :non extrem dan extrem.
Kenakalan  non extrem: kenakalan yang tidak memerlukan konsekwensi hukuman pidana.
Kenakalan extrem: kenakalan anak yang berkonsekwensi mendatangkan hukuman pidana/rehabilitasi, seperti: narkoba, minuman keras, penyalahgunaan fungsi organ tubuh (sex bebas dan segala turunannya)
Menurut teori persona Carl Jung, setiap person selalu menggunakan "topeng" yang digunakan untuk berperan sesuai dengan tuntutan lingkungan. "Topeng" ini dibutuhkan untuk beradaptasi dengan lingkungan. Persona/topeng ini dibutuhkan untuk membuat kita diterima di lingkungan sosial, diterima di dunia luar.
Seorang anak tidak terkecuali termasuk dalam teori persona Jung. Artinya: Seorang anak bisa juga menggunakan topengnya untuk melakukan pencitraan dihadapan orangtuanya. Dan orangtua bisa juga terkecoh. Inilah salahsatu alasan, mengapa ada orangtua yang terkaget-kaget ketika mengetahui anaknya bermasalah. 
Sumber kenakalan anak dapat terbentuk dari dua sisi, keluarga dan lingkungan sosial (sekolah dan teman). Harusnya keluarga adalah benteng pertahanan dari dalam tapi bisa juga dalam beberapa kasus, terjadi sebaliknya, keluarga jadi pencetus kenakalan anak. Faktor lingkungan juga tak kalah penting dalam mempengaruhi perkembangan kepribadian dan perilaku anak.
Sebenarnya untuk semua kasus kenakalan anak dapat terdeteksi lebih awal dengan menggunakan naluri/insting seorang ibu (baca: orangtua).  
Keterdekatan orangtua dengan anak tidak bisa dibiarkan tumbuh secara alamiah tapi harus dibentuk dengan sengaja atau diusahakan. Ada berbagai cara dipilih orangtua untuk menjalin keterdekatan dengan anak. Ada berbagai moment yang bisa menggambarkan keterdekatan. Contoh sederhananya keterdekatan dibentuk dengan shalat berjamaah, bercengkerama di ruang keluarga atau makan bersama di meja makan. 
Memulai sesuatu yang baik memang memerlukan effort. Mengajak sholat berjamaah anak artinya aku (kebetulan anak-anakku perempuan semua jadi yang jadi imam kebanyakan ibunya) harus menoleransi waktu tunggu. Lebih mudah sholat sendirian, mungkin lebih khusuk juga tapi karena ada misi menjalin keterdekatan, jadilah harus bersabar menunggu atau memanggil anak berkali-kali untuk diajak sholat..😶 
Contoh lain: tentang keponakan laki-laki.  
Kakak dan adikku yang laki-laki, menjalin keterdekatan dengan anaknya melalui sholat berjamaah di masjid juga mengajak anaknya sesering mungkin pergi bersama. Jadi kalau pergi semua anak dibawa 🙈 atau  sekalian tidak pergi. Terkadang aku dibuat terkagum-kagum, bagaimana ponakan2ku (yang terbesar sama usianya dengan anakku, rana, kelas 1 SMA) itu antusias sekali merencanakan acara jalan-jalan keluarga bahkan menghadiri kondangan pengantin di luar kotapun mereka antusias sekali. Bayangin (bisa-gak ;) remaja cowok dengan sukarela mendampingi ibunya datang keacara perkawinan saudara di luar kota pula. Masyaallah Tabarakallah. Sementara cara yang seperti ini belum dapat diterapkan di keluargaku karena rana, si bungsu anak rumahan banget, susah diajak keluar rumah terkecuali ke gramedia 😶 Membayangkan kerepotan membawa anak lima didalam mobil aja sudah cukup membuatku mengundurkan diri. Lain dengan keluarga kakak/adik, karena mereka menikmatinya jadilah kemana-mana selalu berombongan gitu (seperti keluarga cemara ;)
Keterdekatan yang terjalin inilah yang akan menggerakkan insting untuk mendeteksi adanya suatu ketidakwajaran pada perilaku anak. 
Keterdekatan dalam keluarga juga akan menghalangi pengaruh negatip teman (peer groupnya) yang sering merepotkan.
Keterdekatan hanya akan tumbuh dalam keluarga yang harmonis (baca: sakinah mawaddah warohmah). 
Sangat mudah ditebak, kalau ortunya kerap ribut (diperparah kalau terjadi KDRT) bagaimana bisa anak tidur lelap, berpikir jernih, berperilaku baik?
Sementara dalam keluarga yang harmonispun bisa saja kecolongan, salah-satu anaknya terlibat masalah extrem apalagi dalam keluarga yang unharmonis.
Untuk menghadapi anak bermasalah non ekstrem, setiap keluarga punya normanya sendiri berkaitan dengan reward and punishment pada anak. 
Mengutip seorang teman, mengisahkan dia sampai menangis didepan anak untuk membuat sang anak menyesal (aslinya dia kesel banget anaknya melakukan kesalahan yang sama berulang-ulang dan minta maaf berkali-kali). Ada yang tidak menyapa si anak berhari-hari supaya sang anak menyesal dan kapok. Ada yang cukup bijaksana mengajak anak berbicara dari hati ke hati (aku kagum banget ma ibu-ibu penyabar model begini). Kalau aku juga menggunakan reward and punishment. Bedanya, karena ibunya gak sabaran, kebalik, punishmentnya jalan dulu baru rewardnya...😶
Bagaimana menghadapi anak yang terlanjur bermasalah secara extrem?
Dalam perkembangan seseorang, masalah mulai muncul pada tahap perkembangan remaja (terutama remaja awal, usia 11-13 tahun).
Karena lebih susah menghandle anak bila sudah bermasalah, lebih baik kita sebagai orangtua bersusah-payah dan bersabar dahulu menemani anak dalam tiap perkembangannya. Ini adalah langkah antisipasi sebelum masalah muncul dan menjadi tak terkendali. Ketika membaca curhatan ibu-ibu muda di medsos yang gak sempat merawat diri ke salon, gak sempat bermakeup, gak sempat berpenampilan uptodate, gak sempat selfie, gak sempat arisan de-el-el. Si ibu tampak lelah sehingga kelihatan lebih tua dari usia sebenarnya tetapi anak-anaknya lucu menggemaskan, suaminya aman dan nyaman , rumah rapi jali. It means: you're in the right track.Yakinlah, pengorbanan seorang ibu tidak akan pernah sia-sia.

Apabila anak  terlanjur bermasalah secara ekstrem, jangan menutup mata, jangan melakukan pembiaran, jangan berputus asa. Lakukanlah langkah-langkah penyelamatan dengan ahlinya.  Dan sebagai sumber kekuatan, berdoalah.  Doa orangtua untuk kebaikan anak-anak merupakan senjata ampuh untuk menjaga mereka. 
Btw: Buka-buka facebook, nemu video ini. Isinya relevan sekali dengan topik tulisan. Coba lihat: video . Inshaallah bermanfaat.
Disadari atau tidak, selalu ada kesenjangan generasi antara orangtua dan anak yang membutuhkan jembatan bernama komunikasi. Jembatan ini berlandaskan pada cinta dan kasih sayang. 
Sudahkah anda mencium anak hari ini? 
Sudahkah mendoakannya? 
Sudahkah anda menyapanya? Dan mengatakan padanya bahwa anda menyintainya? 
Dalam kematangan usia, semakin kusadari, nikmat terbesar sebagai ibu RT adalah melayani suami dan anak-anak. Karenanya terkadang aku berdehem aja mendengar cita-cita si sulung yang terdengar terlalu "menantang". Biarlah waktu dan pengalaman yang akan mengajarkan dan membentuknya. Suatu saat nanti dia juga akan merasakan bagaimana rasanya menjadi ibu. Disaat itulah dia akan menyadari bahwa menjadi ibu adalah bagian terbaik dari hidupnya. Menjadi ibu jauhhhh lebih penting dari semua cita-citanya. Aku yakin, kali ini dia akan sependapat :)

Tulisan ini terlalu dini untuk menggurui. Kita masih sama-sama belajar untuk mewujudkan keluarga yang Sakinah Mawaddah wa Rahmah.Amiin
Semoga bermanfaat, see you in the next post







No comments:

Post a Comment