24 December 2019
Save for Uighur
Seperti kata seorang yang bijak,
"Tidak perlu menjadi muslim untuk merasakan penderitaan Uighur hanya perlu menjadi "manusia"
"Manusia" dimana kamu...?
08 November 2019
Antara Film dan dunia Nyata...
Semasa gadis, aku bercita-cita pengin nonton sesering mungkin. Bercita-cita nonton bukan berkeinginan nonton lho...Ya karena keknya saat itu susah sekali nonton film dibioskop. Mau nonton bareng teman, ijinnya sulit banget. Yang sempat kuingat aku nonton film jadul bodyrock dibintangi Lorenzo Lamas dan flashdance, dibintangi Jennifer Beals bareng teman. Sehabis pulang, malamnya sampai kebawa mimpi pengin jadi Jennifer Beals. Kalau istilah sekarang habis nonton gak bisa move on..π Saat itu, era tahun 80an, jangan dibanyangin bisokopnya senyaman sekarang.
Tehnologinya masih sederhana (dua tingkat diatas lanyar tanceplah), gak ada jaringan XXI, kursinyapun dari rotan tegak bediri kek kursi makan. Cemilan untuk dimakan sambil nonton bukan popcorn tapi kacang godok..π Dan satu lagi penderitaan sehabis nonton paha bentol-bentol merah-merah karena digigitin serangga (nama serangganya dalam bahasa jawa:Tinggi, kalau bahasa latinnya gak tahu...π). Pulangnya kita pasti mampir beli nasi goreng Kumala yang nagih banget enaknya. Sayang seribu sayang nasi gorengnya gak bertahan lama, belum tamat SMP, sinasigoreng sudah gak pernah kedenger lagi issuenya.
Tehnologinya masih sederhana (dua tingkat diatas lanyar tanceplah), gak ada jaringan XXI, kursinyapun dari rotan tegak bediri kek kursi makan. Cemilan untuk dimakan sambil nonton bukan popcorn tapi kacang godok..π Dan satu lagi penderitaan sehabis nonton paha bentol-bentol merah-merah karena digigitin serangga (nama serangganya dalam bahasa jawa:Tinggi, kalau bahasa latinnya gak tahu...π). Pulangnya kita pasti mampir beli nasi goreng Kumala yang nagih banget enaknya. Sayang seribu sayang nasi gorengnya gak bertahan lama, belum tamat SMP, sinasigoreng sudah gak pernah kedenger lagi issuenya.
Acara nonton tahunan, waktu libur puasa, pergi bareng-bareng ma sepupu habis tharawih. Filmya selalu pilem india...π, bintangnya Kumar Gaurov dan Phonam Dillon. Nama bioskopnya Himalaya, khusus spesialis pilm-pilm India. Seperti biasa, malamnya, berhalusinasi ketemu Kumar Gaurov di Pasuruan...π
Film india jaman jadul beda dengan yang sekarang. Kalau dulu, tari-tarian dan menangisnya hampir mengisi sepertiga cerita film. Kalau sekarang mah...film indianya bener-bener bagus cerita maupun kemasannya apalagi kalau aktornya Syahrukan dan Kajol yang main. Keknya cuman dua kali nonton Kajol and Syahrukan, selebihnya tetep aja pasang telinga, denger-denger issuenya saja. Hehe...sedikit banget yang aku ingat, judul filmnya malah gak inget.
Saat kuliah malah aku gak ingat pernah nonton bareng teman saking jarangnya atau malah mungkin memang gak pernah sama sekali.
Film india jaman jadul beda dengan yang sekarang. Kalau dulu, tari-tarian dan menangisnya hampir mengisi sepertiga cerita film. Kalau sekarang mah...film indianya bener-bener bagus cerita maupun kemasannya apalagi kalau aktornya Syahrukan dan Kajol yang main. Keknya cuman dua kali nonton Kajol and Syahrukan, selebihnya tetep aja pasang telinga, denger-denger issuenya saja. Hehe...sedikit banget yang aku ingat, judul filmnya malah gak inget.
Saat kuliah malah aku gak ingat pernah nonton bareng teman saking jarangnya atau malah mungkin memang gak pernah sama sekali.
Setelah menikah, wajar dong bercita-cita nonton bareng suami. Aku lupa filmya apa, yang kuingat malah tempat nontonnya di TP I karena ya memang waktu itu TP masih ada satu (kalau sekarang sudah berseri sampai TP 6). Baru sekali nonton sudah keburu hamil, sudah gak sempat lagi menggapai cita-cita...π
Alhasil dua puluh lima tahun menikah, nonton bareng suami ditotal gak lebih dari sepuluh jari. Nonton bareng anak gak lebih dari sepuluh jari, nonton bareng suami dan anak gak lebih dari sepuluh jari juga. Inilah yang disebut menggantung cita-cita...π― Lha gimana lagi, beda selera kek iklan mie instan. Suami pada dasarnya gak suka nonton jadi ya gitu, bilang, oke-okey tapi gak jalan. Kalau anak-anak sukanya nonton horor sementara aku sukanya nonton action atau drama. Tiga kali menemani anak-anak nonton film horror, rasanya kapok. Bukan karena takut, tapi lebih kearah ngabisin waktu. Nonton pengin rileks kog dibuat terkaget-kaget tiap lima menit. Gak seru ah...
Film si Doel the Movie, pas lihat previewnya pengin bangetttt nonton. Ngajak suami ogah, ngajak anak ogah-ogahan, ngajak teman malah udah nonton duluan. Mau nonton sendiri, males, mending anteng dirumah aja. Akhirnya lolos gak nonton. Ada lagi film sepertinya bagus, bikin penasaran, judulnya wedding agrement, pengin nonton bangettt....Balik lagi kebentur alurnya. Suami ogah-ogahan, anak gak mau, temen sudah nonton, mau berangkat sendirian, males...Melas deh, hasil akhir gak nonton...π
Dibanding sinetron aku lebih prefer nonton film. Apalagi sinetron yang berseri-seri, gak deh (sempat sih terpukau dan terpaku drama korea, akhirnya bertobat karena mengganggu jadwal tidur). Film indonesia banyak yang bagus, pemilihan bintangnya, penjiwaan karakter pemainnya dan pengemasan tema ceritanya pas...pas..pas..kek pertamina pasti pas...π
Penginnya sing ngereview beberapa film gitu tapi apa daya nontonnya cuman di youtube dan itu juga trailernya aja, mana bisa dipake reviewnya.
Menurutku daya tarik sebuah film bukan terletak pada kisahnya karena sebetulnya kisah/cerita film hampir semuanya bertema mirip. Tapi lebih kearah bagaimana film itu bisa menjangkau psikis penontonnya. Perpaduan yang apik dari akting, pengemasan dan tema cerita yang pas. Kalau habis nonton film, kitanya jadi gak bisa move on, nah itu salah satu tanda filmya bagus...π, sederhana sekali ya. Maklum yang bicara bukan kritikus film.
Sadar akan kekurangan, aku gak berani bicara lebih lanjut tentang review sebuah film. Aku cuman mau sharing aja kalau sebuah film hanyalah sebuah cerita yang dikemas meski pembuatan naskahnya didasarkan pada sebuah kisah nyata. Kalau film yang seratus persen asli ma fakta namanya film dokumenter. Dan biasanya film dokumenter tidak dikemas untuk dijual...π
Ngintip trailernya wedding agrement, memang bikin greget, drama bangettt...Apalagi para aktornya bermain apik.
Menurutku, kalau secara hukum agama, gak mungkinlah kisah film itu ada didunia nyata. Apa gak haram ya hukumnya kawin kontrak begitu...? Kalau kandungan dramanya memungkinkan sih terjadi di dunia nyata. Banyak orang menikah karena dijodohkan dan cinta datang kemudian. Atau kisah tentang kesabaran seorang istri menghadapi suami yang tidak menyintainya.
Kira-kira ada gak orang yang terinspirasi film ini...? Tentu ada yang happy ending dan ada yang sad ending.
Yang berakhir happy tentu menjadi insiprasi positip dan yang malah berakhir sedih, namanya terinsiprasi negatip alias konyol.
Dalam sebuah perbincangan, seorang teman mengabarkan ada cerpen yang jadi trendingtopic. Kisahnya sudah bersliweran di wa group. Aku dan ibu-ibu yang setipe yang jarang baca wa group, awalnya gak ngeh. Setelah baca, baru ngeh banget.
Awal dari sebuah segitiga yang tidak sama kaki, kebohongan, poligami dan perceraian. Gak pengin membahas poligami ah, soalnya bukan termasuk kelompok yang pro juga bukan termasuk kelompok yang kontra...π
Yang pengin dibahas yang bikin miris, kenapa ya pasangan muda sekarang gampang sekali selingkuh (kagak nunggu tua dulu kek era jadul, biasanya yang tua-tua yang suka selingkuh) dan satu lagi, bisa lanjut ke gampang banget minta cerai?
Seorang teman, menyumbangkan pemikirannya karena mereka masih pengin bebas. Apa masih kurang ya kebebasan yang didapat selama masa lajang?π
Menurut sekumpulan ahli psikologi, yang bukan ahli nujum sepakat, masa perkawinan yang paling rawan adalah lima tahun pertama. Ini masa penyesuaian dengan diri sendiri, pasangan, mertua, ipar, keluarga besar dll. Kalau bisa melewati tahap aman pertama, masih ada tahap kedua, ketiga dan selanjutnya tapi paling tidak modal awal sudah terbentuk.
Pasangan muda dalam tahap awal, masih goyah banget. Terantuk masalah sedikit kalau salah penanganan bukannya diskusi musyawarah mufakat malah irit bicara...Kalau keterusan, malah ego yang saling bicara. Kecenderungan untuk memikirkan perpisahan dimulai dari tingkatan yang paling samar: pisah ranjang, ngambek, balik kerumah ortu, akibatnya malah jadi pisah beneran. Ini baru masalah kecil apalagi kalau masalah besar...akhirnya pake bantuan Yang Mulia, bapak hakim ...π
Selingkuh itu masalah kecil atau besar ya...?
Semua sepakat selingkuh adalah masalah besar dalam rumah tangga. Berikut juga yang menjadi big problem, kebohongan, kekerasan (KDRT), tidak bertanggung-jawab (tidak menafkahi), possesive, kikir dll. Dan masalah kecil dijabarkan sebagai hal yang remeh-temeh berkaitan dengan kebiasaan buruk.
Kata teman, permasalahan itu bukan dilihat dari besar-kecilnya tapi dilihat bagaimana cara menghadapinya
Apakah selingkuh bisa ditolerir...?
Gak juga sih tapi ...
Apakah KDRT bisa ditolerir...?
Gak juga dan gak pake tapi...
Apakah possesive bisa ditolerir...?Gak juga karena bisanya possesive satu paket dengan KDRT
Apakah tidak bertanggung-jawab bisa ditolerir...?
Gak juga sih tapi.. .
Apakah kebohongan bisa ditolerir...?
Gak juga sih tapi...
Selingkuh itu apa sih...?
Seperti juga kesalahan pada umumnya, selingkuh adalah salah-satu cara syaitan memperdaya manusia. Dosa selingkuh biasanya didahului dengan kebohongan dan diikuti dengan perbuatan jelek yang lain.
Aku juga masih heran, ada orang yang selingkuh diusia perkawinan yang seumuran jagung. Kalau ada salah-satu pasangan selingkuh terus minta cerai ya wajar-wajar aja. Hanya aku, agak takjub ma pasangan yang memutuskan tidak berpisah meski salah-satunya berselingkuh. Pasangan seperti ini patut diapresiasi, bukan untuk ditiru kesalahannya tapi untuk ditiru bagaimana satu sama lain bisa saling memaafkan (dan tentunya ada niatan untuk saling memperbaiki diri). Mereka berusaha bertahan dari serangan badai (/teror dan serpihan masa lalu) yang kebanyakan pasangan lain pada nyerah, minta cerai.
Catatan: Lebih takjub dua kali ma pasangan yang muda bersama, menua bersama dan berbagi surga yang sama. Dengan kata lain, pasangan yang Samawa. Tak ada realty show, drama perselingkuhan dalam panggung sandiwara kehidupannya.
Kesalahan selingkuh beda ya ma KDRT yang gak bisa ditolerir. KDRT lebih kearah ganguan jiwa, patologis ( kalau selingkuhnya , tipis-tipis) mungkin pasangan bisa memaafkan tapi kalau selingkuhnya riewuh ya patalogis juga, ya gak bisa ditolerir).
Kalau tidak bertanggung-jawabnya patologis ya gak bisa ditolerir. Kalau posessivenya patologis ya gak bisa ditolerir. Pokoknya semua yang patologis tidak bisa ditolerir.
Kalau poligami, gimana...?
Ya kalau poligaminya patologis ya gak bisa ditolerir. Menelantarkan istri, menelantarkan anak, menelantarkan rumah itu patologis. Ada sebuah note yang dibuat secara anonim, bisa jadi renungan: Jangan berpoligami jika akhirnya harus menjandakan istrimu. Nah khan...
Kembali ke film tidak seindah aslinya, kalau dihubungkan dengan tulisan diatas, maksudnya: film tidak bisa dijadikan acuan untuk contoh dikehidupan nyata. Apa yang ada di film, semua tentang imaginasi dan inspirasi sutradaranya. Kalau sampe menginspirasi baik sih boleh saja tapi kalau yang negatip, percaya deh apa yang ada di film tidak seindah aslinya didunia nyata. Seperti misalnya film prety woman. Keberuntungan seperti itu hanya terjadi sekali dalam perbandingan 1:1000 (atau mungkin 1:sejuta kali). Terus ngapain dimimpiin segala. Banyak sekali halu-halu difilm yang bikin halusinasi, jangan terjebak ya ananda termasuk halusinasi mudah minta cerai. Dipikir gampang apa kalau cerai, tinggal nunggu hari iddah selesai, dan kemudian besok atau lusa sudah bisa pdkt dengan calon yang segala-galanya jauh lebih baik. Astagfirullah...
Gak segampang itu ya...Ada banyak anak tangga kesedihan, kemarahan, kesulitan yang mesti dilalui satu-persatu. Perceraian bukan suatu aib, meski begitu buatlah perceraiaan menjadi sesuatu yang sulit atau suatu jalan keluar dari sebuah keburukan yang terus-menerus.
Memilih pasangan dimulai dari niat dan cara yang baik. Bila niatnya ngasal jadilah rumah tangganya nyasar. Rumah tangga yang samawa, dimulai dengan niat dan cara yang baik. Tidak ada niat kontrakan, mau berumah tangga selama setahun terus pisah, berumah tangga hanya untuk punya anak terus pisah, atau pengin nikah dengan si A karena tajir, atau pengin nikah dengan si B karena pinter ini namanya niatnya ngasal. Pake panduan agama sajalah, kek GPS gitu sudah paten, biar gak nyasar ntar rumahtangganya.
Kalau mau nikah niatkan untuk mendapatkan ridho Allah, niatkan untuk beribadah, insyaallah ntar keluarga yang terbentuk dengan niat baik begini akan menjadi keluarga yang samawa. Terus pake cara yang baik pulak. Jangan mentang-mentang sudah saling cocok, orangtua ditodong harus setuju, gaklah. Orangtua itu diminta/dimohon restunya (terutama ibu) bukan hanya diberitahu atau malah diultimatum harus setuju.
Kalau belum setuju, bagaimana...?
Tunggu aja sampai setuju.
Berapa lama..? Ya sampai setuju lho, ditunggu, gak pake limit waktu.
Biasanya ketidaksetujuan orangtua itu ada penyebabnya dan salah satu penyebabnya adalah mereka memikirkan jangka panjangnya, berkilo-kilo meter dari kehidupan anaknya yang sekarang. Kalau anak-anak itu mereka hanya memikirkan kilometer terdekat saja dari tempat mereka berpijak sekarang, malah kalau ada jalan pintas, mereka lebih suka menggunakan e-toll...π
Bila ada seseorang datang meminang anaknya, dalam pandangan orangtua (baca: aku) yang pertama dilihat secara kasat mata adalah, penampakan raut wajahnya. Apakah beraut sabar, ataukah beraut lugas ataukah beraut tegas. Ditingkat awal, tingkat religiusnya tidak bisa terlihat tapi paling tidak bisa tersirat. Maka berbahagialah orang-orang yang berwajah sabar bak malaikat...π
Ada perbedaan ukuran berdasar perbedaan nilai antara orangtua dan anak dalam memindai seseorang. Orangtua memberikan rating tinggi pada rasa aman sementara anak pada rasa nyaman. Wajar dong ada selisih rate.
Persoalannya hanya bagaimana cara menggeser aman ke nyaman atau nyaman ke aman..? Sanggup kagak digeser...?
Ridho Allah itu tergantung dari ridho orangtua. Jangan pernah memilih antara orangtua atau calon. Orangtua itu sudah pasti adalah pintu surga bagimu, sementara calon pasanganmu belum tentu menjadi surgamu. Khan masih calon...π
Jadi ananda-ananda yang mau menikah, perbaiki dulu niatnya. Kalau niat sudah okey, lakukanlah dengan cara yang baik. Pilihlah pasangan yang sekufu dari segi umur dan jenjang pendidikan (terutama dikalangan etnis arab, masih ada anggapan semakin beda usia semakin bagus. Perbedaan jenjang pendidikanpun terkadang tidak dipermasalahkan karena yang terpenting bagi seorang istri itu bisa samikna waatokna π) Bukankah fungsi istri itu hanya salah-satu peran saja disamping fungsi yang lebih penting lagi, peran ibu bagi anak-anaknya. Semakin berilmu seorang ibu, semakin berilmu pula anak-anaknya.
Jangan memilih harta atau wajahnya. Ini bukan kalimat bertingkat, memang harta atau wajah dapat seketika hilang. Masak sih kalau punya suami kaya atau tampan, kalau karakternya pemarah jadi termaafkan...? Atau kalau enggan shalat jadi termaklumi...? Atau kalau kelakuannya menjengkelkan jadi terlupakan...? Khan enggak...
Lakukanlah dengan cara yang baik termasuk didalamnya tidak berlebihan dalam selebrasinya. Gak usah deh berlomba untuk diingat sebagai royal wedding, princess wedding atau dipost sebagai wedding impianku dll.
Khan cuman sekali seumur hidup...? Harapannya begitu tapi takdir atau faktanya bisa berkata lain. Pada hakekatnya resepsi hanyalah proses awal, sebuah pengumuman kegembiraan yang dikemas. Dan perkawinan adalah sebuah paket lengkap plus toping kegembiraan, kesedihan, kesabaran, kesetian, pengertian dll yang butuh proses panjang untuk dua orang saling belajar menyesuaikan diri. Dalam proses belajar panjangnya ini sesuatu bisa terjadi baik yang diharapkan atau yang tidak pernah diharapkan. Usaha dan doa adalah tameng terbaik untuk menjadi keluarga samawa till jannah.
Jadi mengapa harus berlebihan diproses awalnya jika kita tidak tahu akhirnya...?
Sungguh malang tak dapat ditolak untung tak dapat diraih, apadaya semua calon mantu berhadapan dengan ibu, sidosen killer ...π
Si ayah selalu mengingatkan bahwa meski kita menganggap anak sebagai bidadari, pada hakekatnya tidak ada manusia yang menyerupai setengah bidadari.
Nah kalau bukan setengah bidadari ya jangan cari setengah malaikat dong, katanya lagi. Artinya: setiap manusia tidak ada yang sempurna, mau dicari keujung dunia juga gak bakalan ketemu. Terus kata si ayah yang genap menginjak 52 tahun, usia yang cukup matang untuk bertutur tentang kehidupan. Katanya, kalau kita yakin bahwa si calon adalah imam yang dapat membawa anak kita ke surga itu sudah cukup. Kita ini mau nitip anak pada seorang yang bisa mendidik dan membawa anak kita ke surga kelak. Janganlah dibebani dengan urusan remeh-temeh, yang keluarganya bikin ilfillah, yang temannya bikin was-waslah, hal-hal kecil jadi kendala.
Cukup dilihat sianak agamanya baik, insyaallah jadi baiknya. Justru kita harus berterimakasih pada laki-laki yang terpilih kelak, tongkat estafet tanggung-jawab kita serahkan penuh padanya. Inshaallah laki-laki pilihan itu yang akan mengantarkan anak kita ke pintu surga.
Kata-katanya begitu menyentuh dan sederhana. Sesederhana itu...? Ya, sesederhana itu...Meski proses menuju pemikiran kesana tidak sesederhana yang diucapkan.
Dan siibupun masih harus banyak belajar. Menyederhanakan ketakutan dengan berpasrah diri. Hal baik dan buruk tidak terlepas dari takdir. Tidak semua yang terlihat, seperti yang ingin kita lihat. Berdoa adalah salah-satu kekuatan menuju kesederhanaan pemikiran. Semangat ya ibu-ibu yang punya anak perempuan...π
Mana yang lebih baik, memilih calon yang sudah mapan atau yang sama-sama memulai dari nol?
Mau memilih yang sudah mapan atau memulai dari nol bisa sama-sama baiknya atau sama-sama jeleknya jika ukuran yang dipake salah (niatnya). Pake aja ukuran diennya mana yang lebih bagus, itu aja yang diambil. Kalau sudah ketemu diennya bagus (plus atau include sabar), kriteria lain yang cuman katalisator aj.
Film si Doel the Movie, pas lihat previewnya pengin bangetttt nonton. Ngajak suami ogah, ngajak anak ogah-ogahan, ngajak teman malah udah nonton duluan. Mau nonton sendiri, males, mending anteng dirumah aja. Akhirnya lolos gak nonton. Ada lagi film sepertinya bagus, bikin penasaran, judulnya wedding agrement, pengin nonton bangettt....Balik lagi kebentur alurnya. Suami ogah-ogahan, anak gak mau, temen sudah nonton, mau berangkat sendirian, males...Melas deh, hasil akhir gak nonton...π
Dibanding sinetron aku lebih prefer nonton film. Apalagi sinetron yang berseri-seri, gak deh (sempat sih terpukau dan terpaku drama korea, akhirnya bertobat karena mengganggu jadwal tidur). Film indonesia banyak yang bagus, pemilihan bintangnya, penjiwaan karakter pemainnya dan pengemasan tema ceritanya pas...pas..pas..kek pertamina pasti pas...π
Penginnya sing ngereview beberapa film gitu tapi apa daya nontonnya cuman di youtube dan itu juga trailernya aja, mana bisa dipake reviewnya.
Menurutku daya tarik sebuah film bukan terletak pada kisahnya karena sebetulnya kisah/cerita film hampir semuanya bertema mirip. Tapi lebih kearah bagaimana film itu bisa menjangkau psikis penontonnya. Perpaduan yang apik dari akting, pengemasan dan tema cerita yang pas. Kalau habis nonton film, kitanya jadi gak bisa move on, nah itu salah satu tanda filmya bagus...π, sederhana sekali ya. Maklum yang bicara bukan kritikus film.
Sadar akan kekurangan, aku gak berani bicara lebih lanjut tentang review sebuah film. Aku cuman mau sharing aja kalau sebuah film hanyalah sebuah cerita yang dikemas meski pembuatan naskahnya didasarkan pada sebuah kisah nyata. Kalau film yang seratus persen asli ma fakta namanya film dokumenter. Dan biasanya film dokumenter tidak dikemas untuk dijual...π
Ngintip trailernya wedding agrement, memang bikin greget, drama bangettt...Apalagi para aktornya bermain apik.
Menurutku, kalau secara hukum agama, gak mungkinlah kisah film itu ada didunia nyata. Apa gak haram ya hukumnya kawin kontrak begitu...? Kalau kandungan dramanya memungkinkan sih terjadi di dunia nyata. Banyak orang menikah karena dijodohkan dan cinta datang kemudian. Atau kisah tentang kesabaran seorang istri menghadapi suami yang tidak menyintainya.
Kira-kira ada gak orang yang terinspirasi film ini...? Tentu ada yang happy ending dan ada yang sad ending.
Yang berakhir happy tentu menjadi insiprasi positip dan yang malah berakhir sedih, namanya terinsiprasi negatip alias konyol.
--------------------------------
Dalam sebuah perbincangan, seorang teman mengabarkan ada cerpen yang jadi trendingtopic. Kisahnya sudah bersliweran di wa group. Aku dan ibu-ibu yang setipe yang jarang baca wa group, awalnya gak ngeh. Setelah baca, baru ngeh banget.
Awal dari sebuah segitiga yang tidak sama kaki, kebohongan, poligami dan perceraian. Gak pengin membahas poligami ah, soalnya bukan termasuk kelompok yang pro juga bukan termasuk kelompok yang kontra...π
Yang pengin dibahas yang bikin miris, kenapa ya pasangan muda sekarang gampang sekali selingkuh (kagak nunggu tua dulu kek era jadul, biasanya yang tua-tua yang suka selingkuh) dan satu lagi, bisa lanjut ke gampang banget minta cerai?
Seorang teman, menyumbangkan pemikirannya karena mereka masih pengin bebas. Apa masih kurang ya kebebasan yang didapat selama masa lajang?π
Menurut sekumpulan ahli psikologi, yang bukan ahli nujum sepakat, masa perkawinan yang paling rawan adalah lima tahun pertama. Ini masa penyesuaian dengan diri sendiri, pasangan, mertua, ipar, keluarga besar dll. Kalau bisa melewati tahap aman pertama, masih ada tahap kedua, ketiga dan selanjutnya tapi paling tidak modal awal sudah terbentuk.
Pasangan muda dalam tahap awal, masih goyah banget. Terantuk masalah sedikit kalau salah penanganan bukannya diskusi musyawarah mufakat malah irit bicara...Kalau keterusan, malah ego yang saling bicara. Kecenderungan untuk memikirkan perpisahan dimulai dari tingkatan yang paling samar: pisah ranjang, ngambek, balik kerumah ortu, akibatnya malah jadi pisah beneran. Ini baru masalah kecil apalagi kalau masalah besar...akhirnya pake bantuan Yang Mulia, bapak hakim ...π
Selingkuh itu masalah kecil atau besar ya...?
Semua sepakat selingkuh adalah masalah besar dalam rumah tangga. Berikut juga yang menjadi big problem, kebohongan, kekerasan (KDRT), tidak bertanggung-jawab (tidak menafkahi), possesive, kikir dll. Dan masalah kecil dijabarkan sebagai hal yang remeh-temeh berkaitan dengan kebiasaan buruk.
Kata teman, permasalahan itu bukan dilihat dari besar-kecilnya tapi dilihat bagaimana cara menghadapinya
Apakah selingkuh bisa ditolerir...?
Gak juga sih tapi ...
Apakah KDRT bisa ditolerir...?
Gak juga dan gak pake tapi...
Apakah possesive bisa ditolerir...?Gak juga karena bisanya possesive satu paket dengan KDRT
Apakah tidak bertanggung-jawab bisa ditolerir...?
Gak juga sih tapi.. .
Apakah kebohongan bisa ditolerir...?
Gak juga sih tapi...
Selingkuh itu apa sih...?
Seperti juga kesalahan pada umumnya, selingkuh adalah salah-satu cara syaitan memperdaya manusia. Dosa selingkuh biasanya didahului dengan kebohongan dan diikuti dengan perbuatan jelek yang lain.
Aku juga masih heran, ada orang yang selingkuh diusia perkawinan yang seumuran jagung. Kalau ada salah-satu pasangan selingkuh terus minta cerai ya wajar-wajar aja. Hanya aku, agak takjub ma pasangan yang memutuskan tidak berpisah meski salah-satunya berselingkuh. Pasangan seperti ini patut diapresiasi, bukan untuk ditiru kesalahannya tapi untuk ditiru bagaimana satu sama lain bisa saling memaafkan (dan tentunya ada niatan untuk saling memperbaiki diri). Mereka berusaha bertahan dari serangan badai (/teror dan serpihan masa lalu) yang kebanyakan pasangan lain pada nyerah, minta cerai.
Catatan: Lebih takjub dua kali ma pasangan yang muda bersama, menua bersama dan berbagi surga yang sama. Dengan kata lain, pasangan yang Samawa. Tak ada realty show, drama perselingkuhan dalam panggung sandiwara kehidupannya.
Kesalahan selingkuh beda ya ma KDRT yang gak bisa ditolerir. KDRT lebih kearah ganguan jiwa, patologis ( kalau selingkuhnya , tipis-tipis) mungkin pasangan bisa memaafkan tapi kalau selingkuhnya riewuh ya patalogis juga, ya gak bisa ditolerir).
Kalau tidak bertanggung-jawabnya patologis ya gak bisa ditolerir. Kalau posessivenya patologis ya gak bisa ditolerir. Pokoknya semua yang patologis tidak bisa ditolerir.
Kalau poligami, gimana...?
Ya kalau poligaminya patologis ya gak bisa ditolerir. Menelantarkan istri, menelantarkan anak, menelantarkan rumah itu patologis. Ada sebuah note yang dibuat secara anonim, bisa jadi renungan: Jangan berpoligami jika akhirnya harus menjandakan istrimu. Nah khan...
Kembali ke film tidak seindah aslinya, kalau dihubungkan dengan tulisan diatas, maksudnya: film tidak bisa dijadikan acuan untuk contoh dikehidupan nyata. Apa yang ada di film, semua tentang imaginasi dan inspirasi sutradaranya. Kalau sampe menginspirasi baik sih boleh saja tapi kalau yang negatip, percaya deh apa yang ada di film tidak seindah aslinya didunia nyata. Seperti misalnya film prety woman. Keberuntungan seperti itu hanya terjadi sekali dalam perbandingan 1:1000 (atau mungkin 1:sejuta kali). Terus ngapain dimimpiin segala. Banyak sekali halu-halu difilm yang bikin halusinasi, jangan terjebak ya ananda termasuk halusinasi mudah minta cerai. Dipikir gampang apa kalau cerai, tinggal nunggu hari iddah selesai, dan kemudian besok atau lusa sudah bisa pdkt dengan calon yang segala-galanya jauh lebih baik. Astagfirullah...
Gak segampang itu ya...Ada banyak anak tangga kesedihan, kemarahan, kesulitan yang mesti dilalui satu-persatu. Perceraian bukan suatu aib, meski begitu buatlah perceraiaan menjadi sesuatu yang sulit atau suatu jalan keluar dari sebuah keburukan yang terus-menerus.
Memilih pasangan dimulai dari niat dan cara yang baik. Bila niatnya ngasal jadilah rumah tangganya nyasar. Rumah tangga yang samawa, dimulai dengan niat dan cara yang baik. Tidak ada niat kontrakan, mau berumah tangga selama setahun terus pisah, berumah tangga hanya untuk punya anak terus pisah, atau pengin nikah dengan si A karena tajir, atau pengin nikah dengan si B karena pinter ini namanya niatnya ngasal. Pake panduan agama sajalah, kek GPS gitu sudah paten, biar gak nyasar ntar rumahtangganya.
Kalau mau nikah niatkan untuk mendapatkan ridho Allah, niatkan untuk beribadah, insyaallah ntar keluarga yang terbentuk dengan niat baik begini akan menjadi keluarga yang samawa. Terus pake cara yang baik pulak. Jangan mentang-mentang sudah saling cocok, orangtua ditodong harus setuju, gaklah. Orangtua itu diminta/dimohon restunya (terutama ibu) bukan hanya diberitahu atau malah diultimatum harus setuju.
Kalau belum setuju, bagaimana...?
Tunggu aja sampai setuju.
Berapa lama..? Ya sampai setuju lho, ditunggu, gak pake limit waktu.
Biasanya ketidaksetujuan orangtua itu ada penyebabnya dan salah satu penyebabnya adalah mereka memikirkan jangka panjangnya, berkilo-kilo meter dari kehidupan anaknya yang sekarang. Kalau anak-anak itu mereka hanya memikirkan kilometer terdekat saja dari tempat mereka berpijak sekarang, malah kalau ada jalan pintas, mereka lebih suka menggunakan e-toll...π
Bila ada seseorang datang meminang anaknya, dalam pandangan orangtua (baca: aku) yang pertama dilihat secara kasat mata adalah, penampakan raut wajahnya. Apakah beraut sabar, ataukah beraut lugas ataukah beraut tegas. Ditingkat awal, tingkat religiusnya tidak bisa terlihat tapi paling tidak bisa tersirat. Maka berbahagialah orang-orang yang berwajah sabar bak malaikat...π
Ada perbedaan ukuran berdasar perbedaan nilai antara orangtua dan anak dalam memindai seseorang. Orangtua memberikan rating tinggi pada rasa aman sementara anak pada rasa nyaman. Wajar dong ada selisih rate.
Persoalannya hanya bagaimana cara menggeser aman ke nyaman atau nyaman ke aman..? Sanggup kagak digeser...?
Ridho Allah itu tergantung dari ridho orangtua. Jangan pernah memilih antara orangtua atau calon. Orangtua itu sudah pasti adalah pintu surga bagimu, sementara calon pasanganmu belum tentu menjadi surgamu. Khan masih calon...π
Jangan memilih harta atau wajahnya. Ini bukan kalimat bertingkat, memang harta atau wajah dapat seketika hilang. Masak sih kalau punya suami kaya atau tampan, kalau karakternya pemarah jadi termaafkan...? Atau kalau enggan shalat jadi termaklumi...? Atau kalau kelakuannya menjengkelkan jadi terlupakan...? Khan enggak...
Lakukanlah dengan cara yang baik termasuk didalamnya tidak berlebihan dalam selebrasinya. Gak usah deh berlomba untuk diingat sebagai royal wedding, princess wedding atau dipost sebagai wedding impianku dll.
Khan cuman sekali seumur hidup...? Harapannya begitu tapi takdir atau faktanya bisa berkata lain. Pada hakekatnya resepsi hanyalah proses awal, sebuah pengumuman kegembiraan yang dikemas. Dan perkawinan adalah sebuah paket lengkap plus toping kegembiraan, kesedihan, kesabaran, kesetian, pengertian dll yang butuh proses panjang untuk dua orang saling belajar menyesuaikan diri. Dalam proses belajar panjangnya ini sesuatu bisa terjadi baik yang diharapkan atau yang tidak pernah diharapkan. Usaha dan doa adalah tameng terbaik untuk menjadi keluarga samawa till jannah.
Jadi mengapa harus berlebihan diproses awalnya jika kita tidak tahu akhirnya...?
----------------------------
Alhamdulilah punya teman yang suaminya baik-baik semua. Kalau mendengar cerita dari luar tentang suami yang serem-serem, aku jadi miris plus galau. Memang bukan ke suami sih tapi...Sungguh malang tak dapat ditolak untung tak dapat diraih, apadaya semua calon mantu berhadapan dengan ibu, sidosen killer ...π
Si ayah selalu mengingatkan bahwa meski kita menganggap anak sebagai bidadari, pada hakekatnya tidak ada manusia yang menyerupai setengah bidadari.
Nah kalau bukan setengah bidadari ya jangan cari setengah malaikat dong, katanya lagi. Artinya: setiap manusia tidak ada yang sempurna, mau dicari keujung dunia juga gak bakalan ketemu. Terus kata si ayah yang genap menginjak 52 tahun, usia yang cukup matang untuk bertutur tentang kehidupan. Katanya, kalau kita yakin bahwa si calon adalah imam yang dapat membawa anak kita ke surga itu sudah cukup. Kita ini mau nitip anak pada seorang yang bisa mendidik dan membawa anak kita ke surga kelak. Janganlah dibebani dengan urusan remeh-temeh, yang keluarganya bikin ilfillah, yang temannya bikin was-waslah, hal-hal kecil jadi kendala.
Dan siayahpun lanjut bertutur, sekalian menyentil sikap ibu
yang penuh kekhawatiran. Katanya, semua
orangtua berharap anaknya menjadi baik dan berada dijalur yang benar. Karenanya
jangan pernah berprasangka buruk pada bapak yang mengatur anak lelakinya atau
pada ibu yang dekat sama anak lelakinya dan sebaliknya.
Cukup dilihat sianak agamanya baik, insyaallah jadi baiknya. Justru kita harus berterimakasih pada laki-laki yang terpilih kelak, tongkat estafet tanggung-jawab kita serahkan penuh padanya. Inshaallah laki-laki pilihan itu yang akan mengantarkan anak kita ke pintu surga.
Kata-katanya begitu menyentuh dan sederhana. Sesederhana itu...? Ya, sesederhana itu...Meski proses menuju pemikiran kesana tidak sesederhana yang diucapkan.
Dan siibupun masih harus banyak belajar. Menyederhanakan ketakutan dengan berpasrah diri. Hal baik dan buruk tidak terlepas dari takdir. Tidak semua yang terlihat, seperti yang ingin kita lihat. Berdoa adalah salah-satu kekuatan menuju kesederhanaan pemikiran. Semangat ya ibu-ibu yang punya anak perempuan...π
---------------------------------
Mana yang lebih baik, memilih calon yang sudah mapan atau yang sama-sama memulai dari nol?
Mau memilih yang sudah mapan atau memulai dari nol bisa sama-sama baiknya atau sama-sama jeleknya jika ukuran yang dipake salah (niatnya). Pake aja ukuran diennya mana yang lebih bagus, itu aja yang diambil. Kalau sudah ketemu diennya bagus (plus atau include sabar), kriteria lain yang cuman katalisator aj.
Ntar ya kalau sudah nikah, biar diajak shopping berlian sehari tiga kali, dihormati oleh orang sekampung atau diajak naik ke podium menerima hadiah nobel sekalipun, tapi kalau salah sedikit dibentak- bentak, mending gaklah...
Tapi, suami yang:
-Shaleh, ngajak shalat sunnah berjamah, membaca quran, berpuasa bareng...atau
- Sabar, kita tidak perlu khawatir emosinya akan meledak-ledak kek kompor ketika tahu kita melakukan kesalahan.
- Bertanggung-jawab /mandiri (bedakan dengan mapan). Bila bersamanya tidak perlu mengkhawatirkan sesuatu
- Patuh dan hormat pada orangtua dan mertua. Tidak membedakan antara orangtua dan mertua.
- Bukan perokok. Seorang perokok mempunyai karakter yang beda dengan yang bukan perokok dan biasanya karakter idaman banyak melekat pada seseorang yang bukan perokok. Singkatnya, dosa seorang perokok adalah, bersikap cuek dengan dirinya. Apalagi dengan sekitarnya ya ?
- Bukan perokok. Seorang perokok mempunyai karakter yang beda dengan yang bukan perokok dan biasanya karakter idaman banyak melekat pada seseorang yang bukan perokok. Singkatnya, dosa seorang perokok adalah, bersikap cuek dengan dirinya. Apalagi dengan sekitarnya ya ?
- Pengertian, perhatian dan penyayang. Kalau kita pas sakit, tak segan tangannya mengompres, memijit atau mulutnya tak henti menyenandungkan dzikir. Masyaallah Tabarakallah...
Dan dia tidak akan pernah,
menghardik dengan mulutnya
menghukum dengan tangan/kekuasaannya
merendahkan dengan kelebihannya
melakukan kekerasan walau hanya bersuara keras
Muda berdua, menua bersama dan berbagi surga yang sama.
Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang engkau dustakan...?
Sudahkah ananda menyadarinya...?
Semoga ada yang bisa diambil manfaatnya dari tulisan ini. See you in the next post...!
30 July 2019
Warisan
Dalam banyak kesempatan bertemu teman dan memperkenalkan kedua anak perempuanku, seringnya mereka mengatakan kalau kedua putriku mirip sekali dengan ayahnya. Terutama dari ciri fisik wajah, gaya bicara, cara berjalannya dll.
Awalnya aku sih nyantai aja tapi lama-kelamaan terusik juga. Masa iya sih dua-duanya mirip banget ma ayahnya gak ada gen maknya? Maka mulailah aku melakukan pengamatan non ilmiah. Sample termudah yang terdekat dulu, para ponakan.
Hasilnya: para ponakan mengikuti hukum alam, anak-anak perempuan mengcloning ciri-ciri fisik ayahnya dan anak laki-laki mengcloning ciri-ciri fisik ibunya. Dan akupun lega dan legowo mengetahui hasilnya. Takkada masalah...:)
Kalaupun ada masalah yang timbul, datang dari diriku: aku ingin kedua anak perempuanku mengcloning sifat-sifat ayahnya yang amat sangat cool bangettttt (terutama jika menghadapi permasalahan, beda dengan maknya yang panik duluan) dan yang paling beratnya lagi, aku ingin mengcloning seseorang yang seperti ayahnya untuk calon suami anak-anaku kelak...π π
--------------------------------------
Tidak ada yang bisa menyanggah kedekatan seorang ayah dengan anak perempuannya. Ini seperti pergantian musim, pergantian siang dan malam, terjadinya bulan purnama, natural sekali. Ayah adalah sosok penting bagi anak perempuan, sebagai pahlawan pelindung, sebagai sahabat sejati dan sebagai guru yang hebat.
Itulah yang terekam dalam benakku tentang sosok ayah, begitu pula yang aku tanamkan pada kedua anak perempuanku. Hasilnya, aku harus berbesar hati, kedua anak perempuanku lebih dekat dengan ayahnya. Mereka bisa curhat, bercerita, bercanda dan bertukar-pikiran lebih nyaman dengan ayahnya. Sementara aku hanya menyaksikan atau merekam (diam-diam dengan kamera) semuanya dengan sesekali menimpali supaya gak ketahuan kalau sedang in action. Entah kenapa aku suka merekam kebersamaan anak-anak dengan ayahnya, tidak untuk dishare disosmed (gak memungkinkan juga), betul-betul hanya untuk disimpan saja sebagai dokumen. Menurutku ini adalah moment terindah seorang anak perempuan dengan ayahnya. Saat ayahnya memeluk, mencium kening, mengusap rambut atau tatapan matanya yang antusias saat mendengarkan cerita anak-anaknya. Aku yakin, kelak foto-foto ini akan sangat berharga bagi kedua anakku.
Aku lebih menikmati kebersamaan itu dengan hanya melihat atau mendengarkan dibanding ikut nimbrung terlibat. Soalnya tiap kali nimbrung seringnya malah "mengubah atmosphere..."
"Mama gak asyik ah...kita nyantai aja koq dianggap serius ..."
atau
"Mama lebay ah..."
atau
"Ya...Mama gaptek sih..."
Nah kalau sudah keluar celetukan-celetukan seperti ini, giliran si ayah yang "gerah" dan akhirnya atmosphere kebersamaan jadi seperti kultum sehabis sholat. Dan terdakwanya siapa lagi kalau bukan aku. Ini bisa terekam ketika sudut mata anak-anak melirik kearahku...Oh No, I did it again...π
Aku semakin jadi terdakwa, karena akhir-akhir ini si ayah memang suka baper (saingan deh ma siemak). Celetukan-celutakan kecil yang dirasa vulgar bisa menggiring anak-anak untuk "dihukum" sungkem mencium kaki siemak. Duh...khan risih banget jadinya. Payahnya si emak malah gak sadar lagi mengadu padahal niatnya cuman bercanda.
Kenapa sih jadi baperan begini...?
Alkisah pada suatu kesempatan si emak bercerita (kisah fiktif yang sudah terdaftar dalam kumpulan dongeng si emak ) tentang dua orangtua yang hidup berdua saja sementara anak-anaknya tinggal terpisah. Pada suatu malam, si ayah terkena serangan jantung. Si ibupun dengan paniknya langsung menelpon anaknya. Sampai disini cerita terhenti oleh komentar si sulung. " Lho kenapa koq gak telpon IGD...? bla..bla...sebagai orang medis, segala argumen rasionalnya keluar.
Aku yang kesal dengan reaksi si sulung yang terlalu rasional, menimpali, "Mana hapal telpnya IGD, yang hapal malah telp 911, ntar malah kesambung ke Amrik..."π
Nah tanggapan si sulung inilah yang kubawa ke ayah dengan niat bercanda. Maka kuceritakanlah dengan versiku...
"Ba..kata sirin, bila-bila masa nanti kita sakit tengah malam, gak boleh nelpon Sirin atau suaminya (ceritanya nih sisulung sudah berkeluarga dan tinggal terpisah) ntar mereka terganggu. Seharusnya yang ditelp pertama adalah: IGD... "
Ini niatnya becanda lho...E...respon si ayah ternyata diluar dugaan.
Si ayah marah, panjanggggg dan lebarrrr....Akunya tertuduh lagi...π
"Ma, kalau mama suka baper, katanya kena sindrom pre menapouse. Lha kalau baba kenapa ?" sisulung yang merasa jadi sasaran tembak langsung melancarkan protes.
"Ya... karena baba sudah tua, orang tua khan suka baper..."jawabku sekenanya. Aku juga bingung kenapa akhir-akhir ini si ayah baperan.
"Ah...Enggak ah...baba masih muda koq" si bungsu menimpali. Si bungsu ini memang selalu mengcounter setiap ada perkataan mama dan baba sudah tua. Dia sepertinya penganut paham age is just a number. Dia tidak mau menerima baba dan mamanya bertambah tahun bertambah tua.
Aku lebih menikmati kebersamaan itu dengan hanya melihat atau mendengarkan dibanding ikut nimbrung terlibat. Soalnya tiap kali nimbrung seringnya malah "mengubah atmosphere..."
"Mama gak asyik ah...kita nyantai aja koq dianggap serius ..."
atau
"Mama lebay ah..."
atau
"Ya...Mama gaptek sih..."
Nah kalau sudah keluar celetukan-celetukan seperti ini, giliran si ayah yang "gerah" dan akhirnya atmosphere kebersamaan jadi seperti kultum sehabis sholat. Dan terdakwanya siapa lagi kalau bukan aku. Ini bisa terekam ketika sudut mata anak-anak melirik kearahku...Oh No, I did it again...π
Aku semakin jadi terdakwa, karena akhir-akhir ini si ayah memang suka baper (saingan deh ma siemak). Celetukan-celutakan kecil yang dirasa vulgar bisa menggiring anak-anak untuk "dihukum" sungkem mencium kaki siemak. Duh...khan risih banget jadinya. Payahnya si emak malah gak sadar lagi mengadu padahal niatnya cuman bercanda.
Kenapa sih jadi baperan begini...?
Alkisah pada suatu kesempatan si emak bercerita (kisah fiktif yang sudah terdaftar dalam kumpulan dongeng si emak ) tentang dua orangtua yang hidup berdua saja sementara anak-anaknya tinggal terpisah. Pada suatu malam, si ayah terkena serangan jantung. Si ibupun dengan paniknya langsung menelpon anaknya. Sampai disini cerita terhenti oleh komentar si sulung. " Lho kenapa koq gak telpon IGD...? bla..bla...sebagai orang medis, segala argumen rasionalnya keluar.
Aku yang kesal dengan reaksi si sulung yang terlalu rasional, menimpali, "Mana hapal telpnya IGD, yang hapal malah telp 911, ntar malah kesambung ke Amrik..."π
Nah tanggapan si sulung inilah yang kubawa ke ayah dengan niat bercanda. Maka kuceritakanlah dengan versiku...
"Ba..kata sirin, bila-bila masa nanti kita sakit tengah malam, gak boleh nelpon Sirin atau suaminya (ceritanya nih sisulung sudah berkeluarga dan tinggal terpisah) ntar mereka terganggu. Seharusnya yang ditelp pertama adalah: IGD... "
Ini niatnya becanda lho...E...respon si ayah ternyata diluar dugaan.
Si ayah marah, panjanggggg dan lebarrrr....Akunya tertuduh lagi...π
"Ma, kalau mama suka baper, katanya kena sindrom pre menapouse. Lha kalau baba kenapa ?" sisulung yang merasa jadi sasaran tembak langsung melancarkan protes.
"Ya... karena baba sudah tua, orang tua khan suka baper..."jawabku sekenanya. Aku juga bingung kenapa akhir-akhir ini si ayah baperan.
"Ah...Enggak ah...baba masih muda koq" si bungsu menimpali. Si bungsu ini memang selalu mengcounter setiap ada perkataan mama dan baba sudah tua. Dia sepertinya penganut paham age is just a number. Dia tidak mau menerima baba dan mamanya bertambah tahun bertambah tua.
Daripada menebak-nebak, langsung aj aku tanya si ayah, kenapa sih suka marah untuk hal-hal yang kecil gitu dan kenapa suka menghukum anak dengan sungkem mencium kakiku, aku khan risih ntar dipikir anak-anak aku yang pengin disungkemin. Bukankah anak-anak terbiasa sungkem hanya pas lebaran saja..?"
Warisan...!
----------------------------------------------
Warisan...!
Dari penjelasannya yang panjang lebar, terkuaklah rahasianya. Ternyata si ayah lagi galau. Aku juga kaget dengan pengakuannya. Oh nih orang bisa galau juga, soalnya yang beginian biasanya malah tabiatku, siayah yang kebagian menenangkan. Si ayah ini aslinya tipe flat, emosinya datar...datar aja...gak bisa ketebak, lagi senang, sedih atau marah. Terus apa yang menyebabkannya galau?
Ini berkaitan dengan warisan.
Eit..tunggu dulu bukan warisan harta tapi warisan nilai-nilai baik. Si ayah merasa dia terlalu lemah pada dua anak perempuannya dan dia khawatir berkelanjutan. Dan siayahpun melanjutkan penjelasannya...
Apa yang terekam dibenakku, benar juga kata-katanya. Aku tahu betul, didikan keras tidak selalu berakibat jelek. Mertuaku mendidik anak laki-lakinya dengan keras dan hasilnya adalah si ayah yang berhati lembut (masyaallah tabarakallah). Alllahyarham abi mendidik anak-anaknya dengan keras dan hasilnya tidak ada dendam, malah rasa cintaku pada allahyarham abi yang tak pernah padam. Meski Allahyarham abi memanjakanku tapi aku tahu batasannya dan tidak berani sedikitpun melampaui lingkaran yang sudah digariskan.
Dan sekarang apa yang coba dilampaui kedua putriku?
Sebelum menjawab pertanyaan ini...Aku flashback penjelasan si ayah.
Dia menyuruh anak-anak sungkem padaku sebagai praktek teori kebiasaan. Dia berharap, anak-anak akan merekam dalam benaknya, kalau salah tidak cukup minta maaf tapi harus dibiasakan juga sungkem. Pengertian salah disini tidak saja meliputi perbuatan tapi perkataan yang bernada melecehkan orangtua juga tidak diperbolehkan. Seperti kata-kata yang tersebut diatas itu.
Rupanya si ayah bete juga dengan kebiasaan anak-anak yang sangat mudah mengucapkan maaf tapi kesalahan yang sama masih diulang-ulang (kalau aku sih bukan bete lagi tapi sudah tidak berdaya...begitu anak minta maaf, otomatis tangan terulur menyambut. Ntar kalau gak dikasih maaf, malah khawatirnya si anak gak mau minta maaf lagi khan berabe...).
Si ayah melihat sungkem adalah tradisi yang sangat luhur, melambangkan penghormatan anak pada orangtuanya. Tapi kenapa koq ke maknya saja ? Ya karena menurutnya si ibu harus dihormati tiga kali lebih besar dan menurut si ayah, anak-anak sering lengah pada ibunya. Meski terdengar sepele, sekedar celotehan saja, tidak seharusnya anak-anak membully ibunya. Menurutnya, dalam sungkeman itu ada permintaan maaf dan rasa hormat pada orangtuanya. Alhamdulillah jadi senang dengarnya...
Sesungguhnya si ibu sering merasa dibully oleh kedua anaknya. Seperti kalimat, "Mama pelit..."(kata ini dilontarkan saat mereka kesal karena permintaannya ditolak ) dll
Lha kalau ada si ayah, kata-kata seperti ini bakal kesensor...
"Coba ulangi pake kalimat yang baik...gak boleh ngomong gitu ke mama..."
Hehe...jadi seperti pelajaran berbahasa indonesia yang baik dan benar...π
So..Apa yang coba dilampui batasnya oleh kedua putriku?
Semua bermula dari pertanyaan sederhana pada si anak sulung.
Kira-kira setelah lulus dan internship, sirin mau ambil spesialis apa?
Ketika si sulung menyebutkan, aku lihat raut muka si ayah berubah dan akupun terkejut. Aku terkejut karena tidak banyak mengerti sementara si ayah terkejut karena mengerti lebih banyak. Setelah coba diterangkanpun, aku yang selalu merasa harus membela anak-anak perempuanku tidak sependapat dengan ayahnya. Sampai suatu kejadian mencoba menyadarkanku bahwa apa yang akan dihadapi anak perempuanku itu tidaklah mudah (terutama dalam budaya arab yang masih keukeuh memberikan batasan laki-laki dan perempuan).
Kini si ayah lebih ketat mendekati sisulung (makanya jadi baperan). Saking tidak setujunya sampai si ayah membawa si sulung konsultasi kebeberapa teman sejawatnya. Sementara ini hasilnya melunak meski masih belum mencapai win-win solution.
Ada hal tak terduga yang mengubah kesetujuanku menjadi ketidaksetujuan, yang pertama tidak untuk diceritakan disini (mungkin dilain tema) yang kedua kejadian yang bisa diceritakan.
Ceritanya si ayah berniat membawa kita keteman sejawat yang sejurusan dengan yang diminati si anak sulung. Si teman masih praktek dan supaya lebih longgar maka kita memilih jadi px yang terakhir. Pas lagi duduk-duduk begini, aku membaca papan nama si teman sejawat ini yang menuliskan beberapa keahliannya.
Aku membaca satu kata yang dalam benakku seperti kebijaksanaan publik yang sangat tidak populer yang bisa menimbulkan kontroversi. Samar-samar kubaca, "I.......A"
Aku memincingkan mata dan segera mengambil kacamata dalam tasku untuk memperjelas. Seketika susunan huruf itu terbaca dengan sempurna.
Aku adalah tipe emak-emak yang spontan mengatakan isi hati. Langsung saja kupandang wajah si sulung dengan alis berkerut dan kucecar dengan kalimat-kalimat awam yang terasa menggelikan. Melihat reaksi sisulung yang tersipu-sipu seperti es pinky @dokterkoki, entah malu atau malah marah, reaksiku justru kontras. Aku malah tertawa terbahak-bahak...(jadi ikutan malu, baru ngeh kalau aku membahas hal-hal diluar kebiasaan)
Mengertilah aku kenapa si ayah bersikeras melarang. Setelah didalam, si teman sejawatpun menyarankan hal yang sama. Sebaiknya pilih yang lain saja...
Oh lala nduk..nduk...π
Lain anak sulung, lain pulak anak bungsu. Si bontot Rana mendadak ijin mendaftarkan pilihannya kuliah di Yogya. Bukan saja si ayah yang kaget tapi aku juga kelimpungan, belum siap menghadapi pemberontakannya.
Bagaimana bisa Rana, yang setiap jam selalu telp atau chat, Mama dimana...? Mama ngapain...? Mama kapan pulang...? tiba-tiba berniat memisahkan diri. Apalagi requestnya diikuti dengan mata-mata berkaca-kaca dan argumen yang menyakinkan.. :(
Si Ayah mendengarkan dengan sabar untuk mendapatkan solusi. Sementara aku, ibunya gemes aja dengernya. Sekalian aja kugoda, kalau Rana kuliah di Yogya, mama juga pindah ke Yogya jadi ntar kita ngekos ditempat yang sama. Rana mendengarkan dengan cemberut...
Selidik punya selidik, ternyata dia pengin mandiri. Si Rana ini memang ngefans berat sama kakaknya. Dia ngeliat kakaknya sangat mandiri dan hapy-hapy aja tinggal di kos dan tinggal terpisah, diluar kota. Dia juga bilang, kalau tinggal sekota ma ortu di surabaya, dia gak bakalan bisa mandiri.
Apa gak gemes aku dengernya...Duh gayanya dik...dik..π (tentunya dalam hati saja)
Akhirnya disepakati (aslinya diaku masih ganjel) kalau Rana kuliah di surabaya aja dan untuk belajar mandiri diperbolehkan ngekos, syarat dan ketentuan berlaku. Ya sudahlah yang penting diakomodasi dulu, ntar waktulah yang akan membuktikan.
Ini berkaitan dengan warisan.
Eit..tunggu dulu bukan warisan harta tapi warisan nilai-nilai baik. Si ayah merasa dia terlalu lemah pada dua anak perempuannya dan dia khawatir berkelanjutan. Dan siayahpun melanjutkan penjelasannya...
Apa yang terekam dibenakku, benar juga kata-katanya. Aku tahu betul, didikan keras tidak selalu berakibat jelek. Mertuaku mendidik anak laki-lakinya dengan keras dan hasilnya adalah si ayah yang berhati lembut (masyaallah tabarakallah). Alllahyarham abi mendidik anak-anaknya dengan keras dan hasilnya tidak ada dendam, malah rasa cintaku pada allahyarham abi yang tak pernah padam. Meski Allahyarham abi memanjakanku tapi aku tahu batasannya dan tidak berani sedikitpun melampaui lingkaran yang sudah digariskan.
Dan sekarang apa yang coba dilampaui kedua putriku?
Sebelum menjawab pertanyaan ini...Aku flashback penjelasan si ayah.
Dia menyuruh anak-anak sungkem padaku sebagai praktek teori kebiasaan. Dia berharap, anak-anak akan merekam dalam benaknya, kalau salah tidak cukup minta maaf tapi harus dibiasakan juga sungkem. Pengertian salah disini tidak saja meliputi perbuatan tapi perkataan yang bernada melecehkan orangtua juga tidak diperbolehkan. Seperti kata-kata yang tersebut diatas itu.
Rupanya si ayah bete juga dengan kebiasaan anak-anak yang sangat mudah mengucapkan maaf tapi kesalahan yang sama masih diulang-ulang (kalau aku sih bukan bete lagi tapi sudah tidak berdaya...begitu anak minta maaf, otomatis tangan terulur menyambut. Ntar kalau gak dikasih maaf, malah khawatirnya si anak gak mau minta maaf lagi khan berabe...).
Si ayah melihat sungkem adalah tradisi yang sangat luhur, melambangkan penghormatan anak pada orangtuanya. Tapi kenapa koq ke maknya saja ? Ya karena menurutnya si ibu harus dihormati tiga kali lebih besar dan menurut si ayah, anak-anak sering lengah pada ibunya. Meski terdengar sepele, sekedar celotehan saja, tidak seharusnya anak-anak membully ibunya. Menurutnya, dalam sungkeman itu ada permintaan maaf dan rasa hormat pada orangtuanya. Alhamdulillah jadi senang dengarnya...
Sesungguhnya si ibu sering merasa dibully oleh kedua anaknya. Seperti kalimat, "Mama pelit..."(kata ini dilontarkan saat mereka kesal karena permintaannya ditolak ) dll
Lha kalau ada si ayah, kata-kata seperti ini bakal kesensor...
"Coba ulangi pake kalimat yang baik...gak boleh ngomong gitu ke mama..."
Hehe...jadi seperti pelajaran berbahasa indonesia yang baik dan benar...π
So..Apa yang coba dilampui batasnya oleh kedua putriku?
Semua bermula dari pertanyaan sederhana pada si anak sulung.
Kira-kira setelah lulus dan internship, sirin mau ambil spesialis apa?
Ketika si sulung menyebutkan, aku lihat raut muka si ayah berubah dan akupun terkejut. Aku terkejut karena tidak banyak mengerti sementara si ayah terkejut karena mengerti lebih banyak. Setelah coba diterangkanpun, aku yang selalu merasa harus membela anak-anak perempuanku tidak sependapat dengan ayahnya. Sampai suatu kejadian mencoba menyadarkanku bahwa apa yang akan dihadapi anak perempuanku itu tidaklah mudah (terutama dalam budaya arab yang masih keukeuh memberikan batasan laki-laki dan perempuan).
Kini si ayah lebih ketat mendekati sisulung (makanya jadi baperan). Saking tidak setujunya sampai si ayah membawa si sulung konsultasi kebeberapa teman sejawatnya. Sementara ini hasilnya melunak meski masih belum mencapai win-win solution.
Ada hal tak terduga yang mengubah kesetujuanku menjadi ketidaksetujuan, yang pertama tidak untuk diceritakan disini (mungkin dilain tema) yang kedua kejadian yang bisa diceritakan.
Ceritanya si ayah berniat membawa kita keteman sejawat yang sejurusan dengan yang diminati si anak sulung. Si teman masih praktek dan supaya lebih longgar maka kita memilih jadi px yang terakhir. Pas lagi duduk-duduk begini, aku membaca papan nama si teman sejawat ini yang menuliskan beberapa keahliannya.
Aku membaca satu kata yang dalam benakku seperti kebijaksanaan publik yang sangat tidak populer yang bisa menimbulkan kontroversi. Samar-samar kubaca, "I.......A"
Aku memincingkan mata dan segera mengambil kacamata dalam tasku untuk memperjelas. Seketika susunan huruf itu terbaca dengan sempurna.
Aku adalah tipe emak-emak yang spontan mengatakan isi hati. Langsung saja kupandang wajah si sulung dengan alis berkerut dan kucecar dengan kalimat-kalimat awam yang terasa menggelikan. Melihat reaksi sisulung yang tersipu-sipu seperti es pinky @dokterkoki, entah malu atau malah marah, reaksiku justru kontras. Aku malah tertawa terbahak-bahak...(jadi ikutan malu, baru ngeh kalau aku membahas hal-hal diluar kebiasaan)
Mengertilah aku kenapa si ayah bersikeras melarang. Setelah didalam, si teman sejawatpun menyarankan hal yang sama. Sebaiknya pilih yang lain saja...
Oh lala nduk..nduk...π
Lain anak sulung, lain pulak anak bungsu. Si bontot Rana mendadak ijin mendaftarkan pilihannya kuliah di Yogya. Bukan saja si ayah yang kaget tapi aku juga kelimpungan, belum siap menghadapi pemberontakannya.
Bagaimana bisa Rana, yang setiap jam selalu telp atau chat, Mama dimana...? Mama ngapain...? Mama kapan pulang...? tiba-tiba berniat memisahkan diri. Apalagi requestnya diikuti dengan mata-mata berkaca-kaca dan argumen yang menyakinkan.. :(
Si Ayah mendengarkan dengan sabar untuk mendapatkan solusi. Sementara aku, ibunya gemes aja dengernya. Sekalian aja kugoda, kalau Rana kuliah di Yogya, mama juga pindah ke Yogya jadi ntar kita ngekos ditempat yang sama. Rana mendengarkan dengan cemberut...
Selidik punya selidik, ternyata dia pengin mandiri. Si Rana ini memang ngefans berat sama kakaknya. Dia ngeliat kakaknya sangat mandiri dan hapy-hapy aja tinggal di kos dan tinggal terpisah, diluar kota. Dia juga bilang, kalau tinggal sekota ma ortu di surabaya, dia gak bakalan bisa mandiri.
Apa gak gemes aku dengernya...Duh gayanya dik...dik..π (tentunya dalam hati saja)
Akhirnya disepakati (aslinya diaku masih ganjel) kalau Rana kuliah di surabaya aja dan untuk belajar mandiri diperbolehkan ngekos, syarat dan ketentuan berlaku. Ya sudahlah yang penting diakomodasi dulu, ntar waktulah yang akan membuktikan.
--------------------------------
Kita adalah contoh guru terburuk dalam mendidik anak dibidang mata pelajaran konsistensi. Kita tidak pernah menerapkan aturan yang benar-benar baku pada dua anak perempuanku. Apa orangtua yang hanya punya anak perempuan sering lengah seperti kita juga ya...? Jangan...jangan... Kita the one and only...π’
Kalau si ayah melarang, aku malah mensuport anak. Kalau aku melarang, si ayah malah mengajari si anak untuk bisa meluluhkan hatiku. Kalau si ayah berniat marah, aku malah menasehati ayah untuk tidak marah. "Jangan dimarahi lagi, aku khan sudah marah tadi. Anak perempuan tidak boleh dimarahi ayahnya nanti dia jadi terbiasa dimarahi suaminya " (anehnya si
ayah percaya betul teori ngasal siibu, mungkin karena dibelakangku ada tiga huruf sakti, PSi...π) Atau kalau si ayah sudah terlanjur marah pada anak-anak, malah aku yang bete dan kubangkitkan rasa bersalahnya. "Kasihan anak-anak sudah ketemu babanya cuman sabtu dan minggu, e...ketemunya langsung dimarahi "
Parah ...Ya...Kita berdua..!
Bersambung masalah warisan, siayah galau kedua putrinya tidak mewarisi nilai-nilai yang seharusnya (terutama keberatan atas pilihan putri sulungnya). Dia merasa sebagai orangtua tidak seharusnya merasa kesulitan mempengaruhi putrinya. Aku juga sebagai maknya sering galau bin baper bin bete bin kesel bin gemes bin pegel bila pendapatku diacuhkan oleh dua putri dewiku. Apalagi si ayah sebagai ketua majlis tertinggi dalam keluarga.
Kesepakatan win-win solution tentang pilihan Sp putriku, diberlakukan dengan catatan mendapat persetujuan suaminya kelak. Sebenarnya ini wacana yang hampir mustahil (terutama dalam budaya arab, dimana seorang istri yang bekerja ratingnya turun dari angka tertinggi menuju terendah. Ibu rumah tangga adalah status tertinggi dengan rating 10 grade A, predicate summa cum laude).
Pembagian kriteria istri idaman dalam budaya arab, menurut teori Layla Fachir Thalib Psi, adalah: (tidak berlaku untuk umum ya ;)
Istri lulusan S1 tidak bekerja/bekerja dirumah: summa cum laude
Istri lulusan SMA/setingkat, bekerja di rumah :magna cum laude
Istri lulusan SMA/setingkat, tidak bekerja : cum laude
Istri lulusan S1, bekerja sesuai profesi : tanpa catatan
Istri lulusan S2/setingkat, bekerja sesuai profesi : dengan catatan
Istri lulusan S2/setingkat/S3, bekerja sesuai profesi di lingkungan laki-laki : minus 12.
Dan...
Pilihan siputri sulung menempatkannya di rating minus 12 (rasanya seperti kena migren sekaligus vertigo). Ini mungkin salah-satu penyebab rambut si ayah berguguran helai demi helai... π―
Duh...
Percakapan panjangpun dimulai. Si ayah menguraikan semua kegalauannya dan aku mencoba menjadi pendengar yang baik meski berkali-kali menghela napas tak sabar pengin nyela.
Intinya si ayah mempersoalkan sikap keukeuh si sulung akan pilihannya. Menurutnya ini akan berefek sambung-menyambung nantinya. Bila dengan ayahnya aja masih tak patuh, bagaimana dengan suaminya kelak...?
Aha...Bagaimanapun juga genku ada di aliran darah putriku itu jadi aku mahfum pilihannya dan akupun tahu bagaimana mengendalikannya. Aku merasa ini bukan persoalan besar khan masih wacana, belum terjadi. Masih bisalah dibelokkan ke jurusan yang lebih aman.
Aku ingat seorang saudara yang juga mengeluhkan anak gadisnya yang keras kepala, kalau sudah berpendapat susah diubah. E...begitu menikah, berubah wujudnya dari es batu menjadi es puter ;)
Menilik dari pengalaman pribadi, akupun begitu. Jadi aku bilang pada si ayah, ini karena si putri sulung kita belum bertemu dengan orang yang tepat. Beberapa orang yang berusaha kita kenalkan, tereliminir atau mengeliminir diri karena pilihannya itu (Inilah sumber kegaulan si ayah dan asal muasalnya baperan) Begitu dia bertemu dengan orang yang tepat, yakinlah aku kalau dia akan berkompromi dengan keinginannya.
Pernahkah kita merasa menjadi orangtua yang buruk?
Mungkin diantara kita sering terintimidasi dengan gambaran ideal seorang ibu, ayah atau gambaran ideal keduanya. Kalau disurvey, mungkin sebagian besar anak menganggap orangtuanya tidak ideal dan hanya beberapa diantaranya yang memuja orangtuanya. Bagi yang tereliminasi dari gambaran orangtua ideal jangan berkecil hati dulu.Waktulah yang akan membuktikan, seorang anak akan sampai pada pemahaman orangtuanya adalah hadiah terbaik yang diberikan Allah SWT kepadanya.
Aku berkaca dari pengalaman masa kecilku, ketika allahyarham abi memukulkan sabuknya atau ketika allahyarham abi memarahiku karena hal yang sangat sepele atau saat mama terlalu sabar, aku merasa kedua orangtuaku adalah bukan gambaran orangtua ideal. Mungkin kalau ada yang tanya saat itu, aku memilih bertukar tempat dengan teman atau saudara yang lain dimana menurutku orangtua saudara atau temanku itu lebih ideal. Mungkin itu juga yang ada dibenak anak-anakku saat ini, kita (baca: terutama aku, ibunya) adalah gambaran orangtua yang tidak ideal alias orangtua yang buruk. Tetapi satu hal yang harus diingat, apa yang diyakini saat ini pada anak-anak kita tergantung dari warisan nilai-nilai apa yang sudah kita tinggalkan. Warisan perbuatan baik apa yang sudah kita contohkan bukan sekedar warisan kata-kata baik saja. Hanya masalah waktu saja yang akan membuktikan.
Dan itu terbukti, inilah yang sekarang menjadi sumber kegalauanku (gantian yang galau). Anak sulungku selalu membandingkan figur laki-laki dengan figur ayahnya.
"Kalau baba gak mungkin gitu khan ma..."
"Kalau baba, pasti begini..."
"Kalau baba ...." dll
Duh...Ayahnya adalah figur idealnya, sementara ibunya belum disebut-sebut.
Ya gpplah, bila anak-anak masih belum menyadarinya sekarang, suatu saat nanti akan tiba waktunya mereka melihatnya dengan cara pandang yang beda. Waktulah yang akan membuktikan kekuatan warisan. Apa yang sudah kita ajarkan pada mereka tidak akan pernah sia-sia karena pada dasarnya cinta dan sayang orangtua pada anaka-anaknya adalah rasa yang tulus-ikhlas dan tidak mengharap imbalan apapun kecuali ridhoNya.
See you in the next post...:)
Pernahkah kita merasa menjadi orangtua yang buruk?
Mungkin diantara kita sering terintimidasi dengan gambaran ideal seorang ibu, ayah atau gambaran ideal keduanya. Kalau disurvey, mungkin sebagian besar anak menganggap orangtuanya tidak ideal dan hanya beberapa diantaranya yang memuja orangtuanya. Bagi yang tereliminasi dari gambaran orangtua ideal jangan berkecil hati dulu.Waktulah yang akan membuktikan, seorang anak akan sampai pada pemahaman orangtuanya adalah hadiah terbaik yang diberikan Allah SWT kepadanya.
Aku berkaca dari pengalaman masa kecilku, ketika allahyarham abi memukulkan sabuknya atau ketika allahyarham abi memarahiku karena hal yang sangat sepele atau saat mama terlalu sabar, aku merasa kedua orangtuaku adalah bukan gambaran orangtua ideal. Mungkin kalau ada yang tanya saat itu, aku memilih bertukar tempat dengan teman atau saudara yang lain dimana menurutku orangtua saudara atau temanku itu lebih ideal. Mungkin itu juga yang ada dibenak anak-anakku saat ini, kita (baca: terutama aku, ibunya) adalah gambaran orangtua yang tidak ideal alias orangtua yang buruk. Tetapi satu hal yang harus diingat, apa yang diyakini saat ini pada anak-anak kita tergantung dari warisan nilai-nilai apa yang sudah kita tinggalkan. Warisan perbuatan baik apa yang sudah kita contohkan bukan sekedar warisan kata-kata baik saja. Hanya masalah waktu saja yang akan membuktikan.
Dan itu terbukti, inilah yang sekarang menjadi sumber kegalauanku (gantian yang galau). Anak sulungku selalu membandingkan figur laki-laki dengan figur ayahnya.
"Kalau baba gak mungkin gitu khan ma..."
"Kalau baba, pasti begini..."
"Kalau baba ...." dll
Duh...Ayahnya adalah figur idealnya, sementara ibunya belum disebut-sebut.
Ya gpplah, bila anak-anak masih belum menyadarinya sekarang, suatu saat nanti akan tiba waktunya mereka melihatnya dengan cara pandang yang beda. Waktulah yang akan membuktikan kekuatan warisan. Apa yang sudah kita ajarkan pada mereka tidak akan pernah sia-sia karena pada dasarnya cinta dan sayang orangtua pada anaka-anaknya adalah rasa yang tulus-ikhlas dan tidak mengharap imbalan apapun kecuali ridhoNya.
See you in the next post...:)
02 April 2019
Berburu barang Vintage berburu kenangan...
Aku senang ketika aku suka barang vintage dibilang mirip almarhum abi...
Aku senang ketika aku suka menata rumah dibilang mirip almarhum abi...
Aku senang ketika hidung bengkokku dibilang mirip abi...
Aku senang ketika masakanku dibilang mirip mama...
tapi belum ada yang bilang...π
Aku senang ketika aku sabar dibilang mirip mama...
tapi belum ada yang bilang...π
Aku senang ketika aku kurus dibilang mirip mama...
tapi belum ada yang bilang... π
Aku senang ketika aku suka menata rumah dibilang mirip almarhum abi...
Aku senang ketika hidung bengkokku dibilang mirip abi...
Aku senang ketika masakanku dibilang mirip mama...
tapi belum ada yang bilang...π
Aku senang ketika aku sabar dibilang mirip mama...
tapi belum ada yang bilang...π
Aku senang ketika aku kurus dibilang mirip mama...
tapi belum ada yang bilang... π
--------------------------
Ketika pulang ke pasuruan beberapa waktu yang lalu, aku menyempatkan diri bergumul dengan debu, mengintip gudang. Tak ada emas batangan atau barang mewah digudang gelap yang asalnya adalah garasi. Yang terlihat hanya tumpukan kayu-kayu, pipa bekas, kaca-kaca, meja-kursi yang sekilas tidak berharga. Tapi dimataku, tumpukan barang-barang usang yang sudah tak terpakai lagi itu seperti memantulkan film pendek tentang kebahagian masa kecil bersama almarhum abi. Bagiku semua itu sangatttt berharga...
Bangku ini dipake saat mengaji dan sering dipake permainan sekolah-sekolahan.
Abi suka sidak, "Sampai dimana ngajinya?" Atau sudah hapal berapa surah?" Guru ngajiku namanya bu Fatimah, orangnya amattt sabarrrrrr bangeeettt. Tiap kali, bu Fatimah datang, bukannya mengaji tapi aku memintanya untuk berdongeng. Kisahnya tentu saja surga-neraka, firaun, kisah nabi-nabi dll. Meski sering sidak, abi tidak sampai ngecek. Setiap abi datang, aku langsung membaca surah favouritku, surah yasin....haha...akhirnya aku hapal surah yasin diusia dini :)
Abi suka sidak, "Sampai dimana ngajinya?" Atau sudah hapal berapa surah?" Guru ngajiku namanya bu Fatimah, orangnya amattt sabarrrrrr bangeeettt. Tiap kali, bu Fatimah datang, bukannya mengaji tapi aku memintanya untuk berdongeng. Kisahnya tentu saja surga-neraka, firaun, kisah nabi-nabi dll. Meski sering sidak, abi tidak sampai ngecek. Setiap abi datang, aku langsung membaca surah favouritku, surah yasin....haha...akhirnya aku hapal surah yasin diusia dini :)
Ornamen kayu yang artistrik
Hadiah pigura bergambar burung betet, dari almarhum abi untuk menghias kamarku
Gambar awal view rumah daroessalam
Mama ternyata juga tertarik menyaksikan acara ngintip gudang :)
Dan setelah dipoles...
Kursi merak yang legendaris...
Aku berburu kursi merak sampai jakarta dan yogya demi sebuah kenangan. Kalau duduk dikursi ini, aku berasa jadi putri Raja. Dan tentu saja yang jadi raja dihatiku, almarhum abi...
Mesin jahit mama...
Aku juga menemukan tiga lemari jadul yang masih dipoles, siap dikirim ke surabaya. Meski masih bingung mau ditaruh dimana (yang jelas bukan dikamar putri sulung yang menolak keras barang-barang jadul masuk kamarnya...π) aku siap menggeser furniture di rumah untuk menampungnya. Gak papa deh demi sebuah kenangan dan kesenangan...
Aku berburu kursi merak sampai jakarta dan yogya demi sebuah kenangan. Kalau duduk dikursi ini, aku berasa jadi putri Raja. Dan tentu saja yang jadi raja dihatiku, almarhum abi...
Mesin jahit mama...
Hiasan kristik mama
Aku juga menemukan tiga lemari jadul yang masih dipoles, siap dikirim ke surabaya. Meski masih bingung mau ditaruh dimana (yang jelas bukan dikamar putri sulung yang menolak keras barang-barang jadul masuk kamarnya...π) aku siap menggeser furniture di rumah untuk menampungnya. Gak papa deh demi sebuah kenangan dan kesenangan...
lemari hadiah ultah almarhum abi, semasa gadis
lemari jadul dikamar mama
See you in the next post πππ
24 March 2019
Anak Menantu
Ada anak yang didapat dari dikandung dan dilahirkan. Ada anak yang didapat dari perkawinan, ada pula anak yang didapat dari diangkat. Bagaimana proses mendapatkan anak tidak dibahas disini. Yang jadi titik poin tulisan ini, coba kita lihat foto menyentuh dibawah ini.
ibu Mertua & anak Menantu 1
ibu Mertua & anak Menantu 2
Masyaallah Tabarakallah...Anak yang baik adalah hasil dari didikan orangtuanya.
Dan semoga ibu Ani diberikan kesembuhan yang sempurna. ΩَΨ§ Ψ¨َΨ£ْΨ³َ Ψ·َΩُΩْΨ±ٌ Ψ₯ِΩْ Ψ΄َΨ§Ψ‘َ Ψ§ΩΩΩُ. Amin Ya Robbal Alamin.
-----------------------------
Anak adalah sebuah karunia, apakah itu laki-laki atau perempuan. Anak perempuan memiliki kelebihan atas anak laki-laki begitu juga sebaliknya. Misalnya: Perbedaan dari segi kecintaannya pada orangtua. Kelebihan anak perempuan adalah memainkan perasaannya atau lebih berempati terhadap orangtuanya. Sementara anak laki-laki kecintaan pada orangtuanya ditunjukkan dengan sikap mengayomi.
Seorang teman (yang hanya punya anak laki-laki) menginfokan, anak laki-laki itu jika menawarkan sesuatu berlaku hanya satu kali saja jadi sebagai orangtua jangan coba-coba jaim. Mereka terlalu logis bernalar...π Beda dengan anak perempuan yang suka "memaksa". Orangtua(baca: ibu) membaca pemaksaan ini adalah tanda kesungguhan. Misal: memaksa orangtuanya untuk nambah berlibur dirumahnya atau mengajak untuk tinggal bersamanya.
Menantu perempuan dan ibu mertua mempunyai potensi konflik lebih besar dibanding dengan menantu laki-laki dengan ibu/bapak mertua. Mengapa? Karena perempuan lebih memainkan perasaannya dibanding logika. Salah-paham dalam sebuah hubungan menantu-mertua, adalah hal biasa yang akan menjadi luarbiasa jika terekam oleh orang yang tidak tepat.
Menantu itu juga manusia biasa meski dipilih melalui proses seleksi yang berlapis-lapis. Lolos seleksi, restu turun bukan berarti langsung dapet award menantu idaman...π
Seorang teman memuji menantu perempuannya , baik, sabar, cantik dll. Seorang teman yang lain memuji menantunya sebagai pribadi yang humble, friendly, patient dll...Teman yang lain memuji menantunya sabar, santun dan apa adanya.
Aku yang kepo berusaha mengamati menantu-menantunya itu saat bertemu. Dari melihat bahasa tubuhnya dan bahasa lisannya ada satu kesamaan diantara mereka, sama-sama sabar...!
Sebagai orang yang tidak sabaran, aku sangat mengapresiasi orang sabar. Menurutku, orang sabar memang layak mendapat award...✌
Selain mengamini pujian mereka, aku juga kepo (maklum emak-emak) menanyakan kira-kira menantu yang tidak menyenangkan itu seperti apa?
Tidak ada contoh, tapi mereka koor mengatakan kalau yang termasuk kategori ini adalah menantu yang cuek. Ai...tambah kepo ini...Cuek yang gimana ya?
Setelah dijelaskan, akupun mahfum...ternyata cuek yang dimaksud, yang tak bisa jadi lidah penyambung antara perasaan dan logika. Cuek tak mau/mampu meterjemahkan gelombang logika menjadi getaran perasaan.
Misalnya nih jika, si ibu lagi kesal sama anaknya (biasalah mak-mak suka baper dan penyebabnya juga bisa apa saja). Selalunya anak laki-laki khan gak peka, gak ngerti kalau si ibu lagi kesal jadi sikapnya cuek-cuek saja. Nah disinilah peran menantu perempuan diharapkan sebagai penyambung lidah. Jangan ikut-ikutan cuek dong...ambil peran. Pada umumnya, nanti hukum kembali keasal berlaku. Rasa sayang si ibu pada anaknya mendorong dia menjatuhkan kesalahan pada menantunya...Ya itu tadi dianggap: salahnya, simenantu yang cuek. Masih untung dianggap cuek, kalau dianggap provokator, gimana...? Bakalan ada drama berseri...π
Menantu itu seperti anak. Mertua itu seperti orangtua, benarkah?
Pembahasan ini kayaknya lebih tepat ditujukan untuk menantu perempuan dibanding menantu laki. Sepanjang dan selebar pengamatanku, menantu laki hampir tidak bermasalah dengan para mertuanya. Lebih tepatnya kalau sampai menantu laki bermasalah dengan mertuanya, seringnya sih malah gak lama menyandang status menantu. Gesekan yang terjadi pastinya bukan masalah remeh-temeh yang main perasaan tapi sudah masuk kategori big mistake. Kalau begini, eliminasi bisa terjadi dengan sendirinya.
Ada dua hal yang bisa menyebabkan menantu dapat berperan seperti anak dan mertua dianggap seperti orangtua sendiri.
Seorang teman (yang hanya punya anak laki-laki) menginfokan, anak laki-laki itu jika menawarkan sesuatu berlaku hanya satu kali saja jadi sebagai orangtua jangan coba-coba jaim. Mereka terlalu logis bernalar...π Beda dengan anak perempuan yang suka "memaksa". Orangtua(baca: ibu) membaca pemaksaan ini adalah tanda kesungguhan. Misal: memaksa orangtuanya untuk nambah berlibur dirumahnya atau mengajak untuk tinggal bersamanya.
-------------------------
Anak-MenantuMenantu perempuan dan ibu mertua mempunyai potensi konflik lebih besar dibanding dengan menantu laki-laki dengan ibu/bapak mertua. Mengapa? Karena perempuan lebih memainkan perasaannya dibanding logika. Salah-paham dalam sebuah hubungan menantu-mertua, adalah hal biasa yang akan menjadi luarbiasa jika terekam oleh orang yang tidak tepat.
Menantu itu juga manusia biasa meski dipilih melalui proses seleksi yang berlapis-lapis. Lolos seleksi, restu turun bukan berarti langsung dapet award menantu idaman...π
Seorang teman memuji menantu perempuannya , baik, sabar, cantik dll. Seorang teman yang lain memuji menantunya sebagai pribadi yang humble, friendly, patient dll...Teman yang lain memuji menantunya sabar, santun dan apa adanya.
Aku yang kepo berusaha mengamati menantu-menantunya itu saat bertemu. Dari melihat bahasa tubuhnya dan bahasa lisannya ada satu kesamaan diantara mereka, sama-sama sabar...!
Sebagai orang yang tidak sabaran, aku sangat mengapresiasi orang sabar. Menurutku, orang sabar memang layak mendapat award...✌
Selain mengamini pujian mereka, aku juga kepo (maklum emak-emak) menanyakan kira-kira menantu yang tidak menyenangkan itu seperti apa?
Tidak ada contoh, tapi mereka koor mengatakan kalau yang termasuk kategori ini adalah menantu yang cuek. Ai...tambah kepo ini...Cuek yang gimana ya?
Setelah dijelaskan, akupun mahfum...ternyata cuek yang dimaksud, yang tak bisa jadi lidah penyambung antara perasaan dan logika. Cuek tak mau/mampu meterjemahkan gelombang logika menjadi getaran perasaan.
Misalnya nih jika, si ibu lagi kesal sama anaknya (biasalah mak-mak suka baper dan penyebabnya juga bisa apa saja). Selalunya anak laki-laki khan gak peka, gak ngerti kalau si ibu lagi kesal jadi sikapnya cuek-cuek saja. Nah disinilah peran menantu perempuan diharapkan sebagai penyambung lidah. Jangan ikut-ikutan cuek dong...ambil peran. Pada umumnya, nanti hukum kembali keasal berlaku. Rasa sayang si ibu pada anaknya mendorong dia menjatuhkan kesalahan pada menantunya...Ya itu tadi dianggap: salahnya, simenantu yang cuek. Masih untung dianggap cuek, kalau dianggap provokator, gimana...? Bakalan ada drama berseri...π
Menantu itu seperti anak. Mertua itu seperti orangtua, benarkah?
Pembahasan ini kayaknya lebih tepat ditujukan untuk menantu perempuan dibanding menantu laki. Sepanjang dan selebar pengamatanku, menantu laki hampir tidak bermasalah dengan para mertuanya. Lebih tepatnya kalau sampai menantu laki bermasalah dengan mertuanya, seringnya sih malah gak lama menyandang status menantu. Gesekan yang terjadi pastinya bukan masalah remeh-temeh yang main perasaan tapi sudah masuk kategori big mistake. Kalau begini, eliminasi bisa terjadi dengan sendirinya.
Ada dua hal yang bisa menyebabkan menantu dapat berperan seperti anak dan mertua dianggap seperti orangtua sendiri.
Yang pertama adalah: sikap suami dan yang kedua adalah didikan yang baik dari orangtuanya. Sementara sikap mertua itu sendiri adalah katalisator. Mertua yang bijaksana, semakin disayang menantu.
Sikap suami yang shalih dan bijaksana akan mendorong istri untuk hormat dan sayang pada mertuanya. Dari segi didikan orangtua, ini semacam kredit point yang tersimpan dalam bentuk sikap tidak pendendam, sikap sabar, hormat dan patuh pada orangtua, dll.
Mertua itu adalah ibu dari suami. Harusnya mertua memang dianggap seperti orangtua sendiri. Hubungan baik antara mertua-menantu itu bukan berarti zero konflik. Dengan ibu sendiri aja terkadang ada kesalahpahaman atau ketidaksepahaman apalagi dengan mertua (terutama diawal-awal perkawinan)
Apakah kita akan berbalas-balasan jika dengan orangtua kita?
Tentu tidak khan...
Ada kisah lucu sehubungan bisakah mertua dianggap seperti orangtua sendiri. Seorang teman yang sudah menjadi mertua menceritakan kisahnya pada suatu hari. Setiap pagi si menantu laki (kebetulan masih tinggal serumah) bersalaman padanya saat pamit mau berangkat kerja. Biasanya sih standart saja, salaman dengan cium tangan. Nah pagi itu kebetulan si ibu mertua lagi didapur, cuci-cuci piring dan tangannya masih belepotan sabun. Alhasil saat mau bersalaman pamit kerja, si menantu tidak bisa menjabat tangan si ibu mertua, meski si ibu sudah memberi signal dengan anggukan ternyata si menantu melakukan terobosan baru dengan cipika-cipiki... Deg...langsung temanku mau pingsan saking kagetnya. Dan ketika dia meloparkan keanaknya, sang anak cuman ketawa cekikan...
Dan ketika kuceritakan kisah ini ke putri sulungku, jawabannya..."Mama jangan genit ah..." πΆππ
Lain teman, lain cerita versiku. Dari beberapa tahun yang lalu, aku selalu membujuk suami untuk mau cipika-cipiki pada mama (kalau sama almarhum abi sih sudah biasa). Biasanya sih suami bila bertemu mama, hanya salaman takzim, cium tangan saja. Ini yamg bikin aku keki soalnya aku melihat sepupu-sepupuku yang lain, suaminya cium pipi kiri dan kanan bahkan ada yang kening pada mertuanya. Dibujuk gak mau, katanya belum terbiasa...π. Alamak...kalau gak dimulai kapan jadi kebiasaan.
Sampailah kemarin, suami yang mau berangkat umroh berniat pamit pada mama. Sebelumnya aku sudah membujuk manis untuk cipika-cipiki pada mama dan finally.... dia setuju. Masak sih mertua sudah berumur tujuhpuluh tahun hanya dicium tangannya saja, kurang takzimlah...
Aku sudah senang dengan perubahan sikapnya dan aku menunggunya untuk mengabadikan moment tersebut...
Pada saat kita berjalan mendekat ke mama, eit ...tiba-tiba adikku memanggilku kedalam. Mendengar panggilan yang diulang-ulang maka aku bergegas masuk kedalam dan membiarkan suami sendiri bertemu mama. Lima belas menit kemudian, aku sudah diatas mobil mengantar suami menuju airport (suami pergi umroh bersama ibu dan saudara-saudaranya). Pas aku tanya...." Tadi sudah belum...?"
Suami menggeleng sambil tersipu...
Lha koq gitu sih, aku kesel masih saja belum berhasil membujuknya. Ternyata jawabannya membuatku tergelak...
"Janjinya khan didampingi...koq tadi ditinggal (aku pas masuk dipanggil adikku) Tadi pas salaman ma mama ada Adam (kkk sulung) ya aku gak beranilah...Ntar adam atau mamanya yang pingsan, gimana? "
Duh...nemu aja alasannya. Tapi akupun tak menyerah, dalam waktu dekat inshaallah, dicoba lagi...π
Semoga kita bisa menjadi anak - menantu - mertua yang baik. Amin.
See you in the next post...π
Tentu tidak khan...
Ada kisah lucu sehubungan bisakah mertua dianggap seperti orangtua sendiri. Seorang teman yang sudah menjadi mertua menceritakan kisahnya pada suatu hari. Setiap pagi si menantu laki (kebetulan masih tinggal serumah) bersalaman padanya saat pamit mau berangkat kerja. Biasanya sih standart saja, salaman dengan cium tangan. Nah pagi itu kebetulan si ibu mertua lagi didapur, cuci-cuci piring dan tangannya masih belepotan sabun. Alhasil saat mau bersalaman pamit kerja, si menantu tidak bisa menjabat tangan si ibu mertua, meski si ibu sudah memberi signal dengan anggukan ternyata si menantu melakukan terobosan baru dengan cipika-cipiki... Deg...langsung temanku mau pingsan saking kagetnya. Dan ketika dia meloparkan keanaknya, sang anak cuman ketawa cekikan...
Dan ketika kuceritakan kisah ini ke putri sulungku, jawabannya..."Mama jangan genit ah..." πΆππ
Lain teman, lain cerita versiku. Dari beberapa tahun yang lalu, aku selalu membujuk suami untuk mau cipika-cipiki pada mama (kalau sama almarhum abi sih sudah biasa). Biasanya sih suami bila bertemu mama, hanya salaman takzim, cium tangan saja. Ini yamg bikin aku keki soalnya aku melihat sepupu-sepupuku yang lain, suaminya cium pipi kiri dan kanan bahkan ada yang kening pada mertuanya. Dibujuk gak mau, katanya belum terbiasa...π. Alamak...kalau gak dimulai kapan jadi kebiasaan.
Sampailah kemarin, suami yang mau berangkat umroh berniat pamit pada mama. Sebelumnya aku sudah membujuk manis untuk cipika-cipiki pada mama dan finally.... dia setuju. Masak sih mertua sudah berumur tujuhpuluh tahun hanya dicium tangannya saja, kurang takzimlah...
Aku sudah senang dengan perubahan sikapnya dan aku menunggunya untuk mengabadikan moment tersebut...
Pada saat kita berjalan mendekat ke mama, eit ...tiba-tiba adikku memanggilku kedalam. Mendengar panggilan yang diulang-ulang maka aku bergegas masuk kedalam dan membiarkan suami sendiri bertemu mama. Lima belas menit kemudian, aku sudah diatas mobil mengantar suami menuju airport (suami pergi umroh bersama ibu dan saudara-saudaranya). Pas aku tanya...." Tadi sudah belum...?"
Suami menggeleng sambil tersipu...
Lha koq gitu sih, aku kesel masih saja belum berhasil membujuknya. Ternyata jawabannya membuatku tergelak...
"Janjinya khan didampingi...koq tadi ditinggal (aku pas masuk dipanggil adikku) Tadi pas salaman ma mama ada Adam (kkk sulung) ya aku gak beranilah...Ntar adam atau mamanya yang pingsan, gimana? "
Duh...nemu aja alasannya. Tapi akupun tak menyerah, dalam waktu dekat inshaallah, dicoba lagi...π
masih begini...tak sesuai SOP..π
Semoga kita bisa menjadi anak - menantu - mertua yang baik. Amin.
See you in the next post...π
27 February 2019
Melampaui Batas...
Seorang anak yang akan terus mengingat apa yang menimpa dirinya selama bertahun-tahun setelah banyak orang tidak akan mengingatnya dari lima menit setelah membaca kisahnya.
Anak adalah Qurrouta a'yun. Dan inilah penyejuk jiwa yang sebenarnya. Seorang anak yang inshaallah dapat membawa orangtuanya ke surga terbaik.
Bersambung....
Subscribe to:
Posts (Atom)