Bagi anak sekarang perjodohan adalah kata yang tabu,
sebaiknya sebisanya, dihindari atau seharusnya dihapuskan (mungkin disamakan
juga dengan perbudakan 🙈). Sebaliknya bagi ibu-ibu ini adalah topik favourite 😉 Entah kenapa aku ketiban sampur sering diminta teman/saudara
untuk jadi agen non property ini. Aku sih senang-senang saja, selain pahalanya
gedhe, ikut senang juga kalau berhasil. Hanya sepanjang pengalaman jadi agent
001 ini, ada kendala tetap yang stabil menghambat, yaitu: action. Niatnya kuat
tapi actionnya kurang, hasilnya: nihil..😥
Paling sering dimintai tolong oleh ibu-ibu untuk mencarikan jodoh anak perempuannya. Ada juga sih yang untuk mencari jodoh anak lelakinya meski amat jarang sekali. Ini mungkin disebabkan karena anak perempuan secara budaya ada diposisi dipinang (pasif, menunggu) bukan meminang (aktif, mencari). Meski tidak selalu berhasil, tetapi aku gak kapok tuh. Bahkan pada sisulung, aku selalu kasih woro-woro, kalau ada diantara teman-temannya yang belum punya calon untuk dikenalin ma anak temanku. Sisulung langsung angkat tangan...Mungkin dia khawatir mamanya keterusan jadi agen spionase..😄
Perjodohon dalam budaya Arab
Perjodohan sudah menjadi tradisi dalam budaya arab, bukan ssesuatu yang tabu atau menakutkan. Jaman mengalami kemajuan, sosial media menjadi acuan baru cara berkomunikasi, mendekatkan yang jauh dan menjauhkan yang dekat otomatis tatacara pencarian jodohpun mengalami perubahan.
Dalam budaya arab, perjodohan tetap berlaku hanya saja tatacaranya yang mengalami kemajuan, disesuaikan dengan kemajuan jaman.Yang paling favourite perjodohan antar sepupu atau antar kerabat, disusul dengan perjodohan antar teman. Ceritanya dulu, aku juga gak lepas dari perjodohan. Jidah (ibunya abi/nenek) menghitung jumlah cucu laki dan cucu perempuan dan ponakan sepupu. Ternyata didapat jumlah cucu perempuan berimbang dengan cucu laki maka secara samar, dijodohkanlah si A dengan si B, si C dengan si D dsb (haha...nostalgia jadul) Ternyata dari yang dijodohkan itu tak satupun menikah dengan jodoh bayangannya, yang tidak dijodohkan malah menikah juga dengan sepupunya 😍
Merunut asal-usul adalah bagian terpenting dari budaya Arab. Untuk amannya mereka lebih senang menjodohkan anak-anaknya dengan keluarga sendiri (antar sepupu, anaknya hall/ami, halati/amati, tante/paman). Apalagi kalau dalam satu keluarga ada gen bibit unggul, wah...jarang yang sampe lolos ke gen yang lain.
Terkadang saking cocoknya antar keluarga besan, mereka melakukan perjodohan dua tingkat, pake sistem silang. Jadi kakak-adik dari keluarga A, dapet juga kakak-adik dari keluarga B. Bahkan dari keluarga Abi (kkk-adik), persilangannya sampai tiga tingkat, ha...ha...saking dah sehatinya antar keluarga besan.
Meski begitu banyak juga yang memilih menjodohkan anaknya dengan orang lain diluar sepupu.
Kenapa perjodohan dalam budaya Arab menjadi warisan tradisi yang masih lestari)
Ada beberapa alasan yang mungkin jadi penyebabnya, al:
1.Terbatasnya akses bertemunya antara anak laki-laki dan perempuan sehingga masing-masing pihak merasa kesulitan untuk menemukan calon yang cocok dan menyerahkan mandat pada orangtua.
2.Akses yang terbatas menyebabkan mereka tak segan jatuh cinta pada sepupu 😏
3. Ketaatan pada orangtua (terutama ibu) menyebabkan si anak (laki) tidak menolak calon yang disodorkan ibunya. Begitu pula bagi anak perempuan biasanya setuju saja dengan calon yang disodorkan ayahnya.
4. Ibu yang mendapat mandat akan bergerak menjalankan perannya sebelum si anak merequest minta kawin. Lha siapa yang gak seneng dapet bonus calon pendamping. Umumnya di suku Arab, menikahkan anak lebih cepat lebih baik untuk anak laki-laki maupun anak perempuan. Konsekwensinya, para orangtua masih menanggung secara finasial kebutuhan anaknya yang telah menikah (terutama laki-laki) sampai mereka mandiri.
5.Pentingnya masalah asal-usul yang membuat orangtua mengambil peran aktif. Sebelum si anak terlanjur keluar jalur (mencari calon pendamping secara mandiri dimana ada kemungkinan tidak memenuhi kriteria si ibu/ayah) mereka lebih dulu mengambil langkah menjodohkan anak-anaknya.
6.Adanya supply and demand yang masih tinggi. Artinya, perjodohan masih menjadi alternatif pilihan favourite keluarga :)
Terlibat dalam beberapa scene perjodohan, aku sedikit memahami lika-liku prosesi penghalalan ini. Ada beberapa point, diantaranya:
1.Sosok ibu berperan strategis dalam memilih siapa yang akan menjadi miss universe dalam keluarga.
Untuk calon suami bagi anak perempuannya, ayahlah yang dominan. Selain menyeleksi, ayah juga berperan sebagai explorer. Seorang ayah bertanggung-jawab mencarikan jodoh untuk anak perempuannya. Karenanya seorang ayah bisa sangat tegas (cenderung kaku) dalam menyeleksi calon pendamping anak perempuannya.
Sebagai contoh, dulu bila ada orang yang datang melamarku, bila almarhum abi tidak setuju maka calon itu tanpa ampun, bakal terdelete dalam direktori. Meski sangat tegas pada anak laki-laki, almarhum abi sangat lembut pada anak perempuan bahkan siapapun calon yang dibawa anak laki-lakinya abi setuju saja hanya mama tentu saja tidak mau hak prerogatifnya terkoreksi. Abi yang sangat dominan bisa dibuat tak berkutik ketika mama menggeleng dengan calon yang disodorkan untuk anak lelakinya. Ketika mama mengangguk tanda setuju... Ups, langsung ada penghuni baru dalam keluarga 😊
2. Biasanya akses mencari jodoh/perjodohan terjadi saat kondangan pengantin karena disanalah para umi akan bertemu dengan para gadis yang akan menjadi calon untuk anaknya. Bisa dikatakan acara kondangan pengantin seperti gebyar bca gitu atau semacam pesta tahunan yang sangat dinanti-nantikan. Para gadis cantik yang bak miss universe berseliweran dengan gaya dan senyum yang menawan.
Sebagai ibu, terkadang aku dibuat keki ma sisulung. Jarang bisa ikut (sebenarnya dimaklumi sih masih kuliah dan diluar kota pula) padahal si ibu terikat misi, ada sedulur, kerabat, teman yang mau ngenalkan anaknya. Akhirnya... Jadilah mission not working...😉
Kalau bisa ikut kepaksa banget facenya, terlihat bete. Baru aja nyampe udah request kapan pulang...😕
Tanpa diusutpun aku tahu darimana wajah bete itu berasal. Si sulung sepertiku dulu, merasa asing dengan suasananya 🙈 Tapi kalau ada kondangan pengantin dikalangan habitat temannya, wah...seru ceritanya gak habis-habis... Percis banget profil mamanya tempo doeloe.
3. Seringnya punya daftar nama perempuan lebih banyak dari yang laki. Bukan karena anak perempuan susah jodohnya tapi lebih karena mencarikan jodoh anak perempuan itu harus benar-benar berhati-hati. Gak main-main lho, ceritanya ini khan nyari surga pengganti. Jadi mikir...
Ini mungkin penyebab banyak ibu-ibu yang berusaha menjodohkan anaknya dengan anak teman/ kerabat/saudara. Mereka merasa aman kalau menyerahkan anaknya ke tangan keluarga yang sudah mereka kenal baik. Paling tidak meski tidak bergaransi, trackrecordnya tidak masuk dalam daftar hitam. Rasa sayang orangtua pada anak perempuannya menuntut rasa aman. Kalau menurutku, faktor inilah yang no satu bukan karena bobot dan bebetnya. Itu sebabnya perjodohan tak lekang oleh kemodernan jaman sekalipun.
Sebagai ibu yang merasa sudah kuliah di era modern, mengeyam segala fasilitas modern dan memakan modern food (kfc, pizzaa, mc donald dll) aku rasa cara berpikirku sudah modern. Tapi ternyata belummmmm....Terutama dikedua mata buah hatiku...:( Contohnya ya tentang teori perjodohan ini.
Sebaliknya kalau pas ngobrol ma ibu-ibu, ngomongin topik perjodohan jadi gayeng alias rame. Ibu yang punya anak laki dan anak perempuan adalah dua kubu yang berbeda...:)
"Pokoknya mb, ibu yang punya anak laki itu menang dhisik, iso milih.... kene iki menang kari, iso nolak..."ujar seorang ibu yang keki habis diphp oleh temannya.
Maksudnya, ibu-ibu yang punya anak laki berada diatas angin karena bisa milih dulu calon mantunya. Sementara ibu-ibu yang punya anak perempuan, menangnya kemudian, karena hanya bisa nolak tapi gak bisa milih. Fenomena ini, berdasar pada anak perempuan atau orangtua yang punya anak perempuan secara adat dan budaya diposisikan pasive, menerima/menolak lamaran bukan pihak yang melamar.
Seorang ibu yang lain nyeletuk, "Jangan khawatirlah...khan lakone biasanya menang terakhir "
Hhh...😏😊
Dalam budaya arab, perjodohan tetap berlaku hanya saja tatacaranya yang mengalami kemajuan, disesuaikan dengan kemajuan jaman.Yang paling favourite perjodohan antar sepupu atau antar kerabat, disusul dengan perjodohan antar teman. Ceritanya dulu, aku juga gak lepas dari perjodohan. Jidah (ibunya abi/nenek) menghitung jumlah cucu laki dan cucu perempuan dan ponakan sepupu. Ternyata didapat jumlah cucu perempuan berimbang dengan cucu laki maka secara samar, dijodohkanlah si A dengan si B, si C dengan si D dsb (haha...nostalgia jadul) Ternyata dari yang dijodohkan itu tak satupun menikah dengan jodoh bayangannya, yang tidak dijodohkan malah menikah juga dengan sepupunya 😍
----------------------
Ibu berperan penting dalam mencari jodoh bagi anak laki-laki sementara ayah berperan penting mencarikan jodoh bagi anak perempuannya. Kalau budaya Jawa, ada bibit, bobot, bebet. Kalau dibudaya arab mungkin yang lebih difokuskan adalah: bibit (asal-usul, malah saking percayanya ma point yang satu ini, kalau yang melamar dari keluarga baik-baik maka biasanya sianak yang melamar langsung mendapat status lolos seleksi meski personality sipelamar belum tahu betul). Silahkan bacaMerunut asal-usul adalah bagian terpenting dari budaya Arab. Untuk amannya mereka lebih senang menjodohkan anak-anaknya dengan keluarga sendiri (antar sepupu, anaknya hall/ami, halati/amati, tante/paman). Apalagi kalau dalam satu keluarga ada gen bibit unggul, wah...jarang yang sampe lolos ke gen yang lain.
Terkadang saking cocoknya antar keluarga besan, mereka melakukan perjodohan dua tingkat, pake sistem silang. Jadi kakak-adik dari keluarga A, dapet juga kakak-adik dari keluarga B. Bahkan dari keluarga Abi (kkk-adik), persilangannya sampai tiga tingkat, ha...ha...saking dah sehatinya antar keluarga besan.
Meski begitu banyak juga yang memilih menjodohkan anaknya dengan orang lain diluar sepupu.
Kenapa perjodohan dalam budaya Arab menjadi warisan tradisi yang masih lestari)
Ada beberapa alasan yang mungkin jadi penyebabnya, al:
1.Terbatasnya akses bertemunya antara anak laki-laki dan perempuan sehingga masing-masing pihak merasa kesulitan untuk menemukan calon yang cocok dan menyerahkan mandat pada orangtua.
2.Akses yang terbatas menyebabkan mereka tak segan jatuh cinta pada sepupu 😏
3. Ketaatan pada orangtua (terutama ibu) menyebabkan si anak (laki) tidak menolak calon yang disodorkan ibunya. Begitu pula bagi anak perempuan biasanya setuju saja dengan calon yang disodorkan ayahnya.
4. Ibu yang mendapat mandat akan bergerak menjalankan perannya sebelum si anak merequest minta kawin. Lha siapa yang gak seneng dapet bonus calon pendamping. Umumnya di suku Arab, menikahkan anak lebih cepat lebih baik untuk anak laki-laki maupun anak perempuan. Konsekwensinya, para orangtua masih menanggung secara finasial kebutuhan anaknya yang telah menikah (terutama laki-laki) sampai mereka mandiri.
5.Pentingnya masalah asal-usul yang membuat orangtua mengambil peran aktif. Sebelum si anak terlanjur keluar jalur (mencari calon pendamping secara mandiri dimana ada kemungkinan tidak memenuhi kriteria si ibu/ayah) mereka lebih dulu mengambil langkah menjodohkan anak-anaknya.
6.Adanya supply and demand yang masih tinggi. Artinya, perjodohan masih menjadi alternatif pilihan favourite keluarga :)
Terlibat dalam beberapa scene perjodohan, aku sedikit memahami lika-liku prosesi penghalalan ini. Ada beberapa point, diantaranya:
1.Sosok ibu berperan strategis dalam memilih siapa yang akan menjadi miss universe dalam keluarga.
Untuk calon suami bagi anak perempuannya, ayahlah yang dominan. Selain menyeleksi, ayah juga berperan sebagai explorer. Seorang ayah bertanggung-jawab mencarikan jodoh untuk anak perempuannya. Karenanya seorang ayah bisa sangat tegas (cenderung kaku) dalam menyeleksi calon pendamping anak perempuannya.
Sebagai contoh, dulu bila ada orang yang datang melamarku, bila almarhum abi tidak setuju maka calon itu tanpa ampun, bakal terdelete dalam direktori. Meski sangat tegas pada anak laki-laki, almarhum abi sangat lembut pada anak perempuan bahkan siapapun calon yang dibawa anak laki-lakinya abi setuju saja hanya mama tentu saja tidak mau hak prerogatifnya terkoreksi. Abi yang sangat dominan bisa dibuat tak berkutik ketika mama menggeleng dengan calon yang disodorkan untuk anak lelakinya. Ketika mama mengangguk tanda setuju... Ups, langsung ada penghuni baru dalam keluarga 😊
2. Biasanya akses mencari jodoh/perjodohan terjadi saat kondangan pengantin karena disanalah para umi akan bertemu dengan para gadis yang akan menjadi calon untuk anaknya. Bisa dikatakan acara kondangan pengantin seperti gebyar bca gitu atau semacam pesta tahunan yang sangat dinanti-nantikan. Para gadis cantik yang bak miss universe berseliweran dengan gaya dan senyum yang menawan.
Sebagai ibu, terkadang aku dibuat keki ma sisulung. Jarang bisa ikut (sebenarnya dimaklumi sih masih kuliah dan diluar kota pula) padahal si ibu terikat misi, ada sedulur, kerabat, teman yang mau ngenalkan anaknya. Akhirnya... Jadilah mission not working...😉
Kalau bisa ikut kepaksa banget facenya, terlihat bete. Baru aja nyampe udah request kapan pulang...😕
Tanpa diusutpun aku tahu darimana wajah bete itu berasal. Si sulung sepertiku dulu, merasa asing dengan suasananya 🙈 Tapi kalau ada kondangan pengantin dikalangan habitat temannya, wah...seru ceritanya gak habis-habis... Percis banget profil mamanya tempo doeloe.
3. Seringnya punya daftar nama perempuan lebih banyak dari yang laki. Bukan karena anak perempuan susah jodohnya tapi lebih karena mencarikan jodoh anak perempuan itu harus benar-benar berhati-hati. Gak main-main lho, ceritanya ini khan nyari surga pengganti. Jadi mikir...
Ini mungkin penyebab banyak ibu-ibu yang berusaha menjodohkan anaknya dengan anak teman/ kerabat/saudara. Mereka merasa aman kalau menyerahkan anaknya ke tangan keluarga yang sudah mereka kenal baik. Paling tidak meski tidak bergaransi, trackrecordnya tidak masuk dalam daftar hitam. Rasa sayang orangtua pada anak perempuannya menuntut rasa aman. Kalau menurutku, faktor inilah yang no satu bukan karena bobot dan bebetnya. Itu sebabnya perjodohan tak lekang oleh kemodernan jaman sekalipun.
Sebagai ibu yang merasa sudah kuliah di era modern, mengeyam segala fasilitas modern dan memakan modern food (kfc, pizzaa, mc donald dll) aku rasa cara berpikirku sudah modern. Tapi ternyata belummmmm....Terutama dikedua mata buah hatiku...:( Contohnya ya tentang teori perjodohan ini.
Sebaliknya kalau pas ngobrol ma ibu-ibu, ngomongin topik perjodohan jadi gayeng alias rame. Ibu yang punya anak laki dan anak perempuan adalah dua kubu yang berbeda...:)
"Pokoknya mb, ibu yang punya anak laki itu menang dhisik, iso milih.... kene iki menang kari, iso nolak..."ujar seorang ibu yang keki habis diphp oleh temannya.
Maksudnya, ibu-ibu yang punya anak laki berada diatas angin karena bisa milih dulu calon mantunya. Sementara ibu-ibu yang punya anak perempuan, menangnya kemudian, karena hanya bisa nolak tapi gak bisa milih. Fenomena ini, berdasar pada anak perempuan atau orangtua yang punya anak perempuan secara adat dan budaya diposisikan pasive, menerima/menolak lamaran bukan pihak yang melamar.
Seorang ibu yang lain nyeletuk, "Jangan khawatirlah...khan lakone biasanya menang terakhir "
Hhh...😏😊
4. Untuk menghindari niat baik yang berakhir salah, dalam perjodohan sudah seharusnya pihak laki-laki dulu yang dihubungi baru kemudian yang perempuannya.
Banyak orang yang menggunakan foto untuk menunjukkan profile calonnya sementara. Padahal sih personality seseorang tidak bisa diwakilkan dalam sebuah gambar cetak. Selembar foto itu hanya membawa pesan singkat kerangka jasmani untuk memenuhi hasrat akan keindahan.
Khan sekarang sudah canggih, ada medsos. Masing-masing orang punya akun medsosnya sendiri. Lihat dong medsosnya tanpa pihak perempuan tahu. Nah disinilah peran pembantu diperlukan untuk bermain cantik.
Sehubungan hal ini, ada contoh menggelitik. Dalam sebuah kesempatan datang ke kondangan pengantin, sisulung yang beberapa saat terpisah, menghampiriku. Dia terlihat agak bingung dan bertanya kepadaku, mengapa ada seseorang (umi-umi) yang minta ijin padanya untuk mengambil foto.
Buat apa fotonya? tanyanya masih keheranan.. Dia heran, bukan artis atau publik figure koq tiba-tiba ada yang mengajak foto bareng. Hmm...Aku yang mahfum, hanya menjawabnya dengan senyum tersungging. Anakku ini memang masih asing dengan beberapa tradisi dalam budaya Arab.
Sehubungan hal ini, ada contoh menggelitik. Dalam sebuah kesempatan datang ke kondangan pengantin, sisulung yang beberapa saat terpisah, menghampiriku. Dia terlihat agak bingung dan bertanya kepadaku, mengapa ada seseorang (umi-umi) yang minta ijin padanya untuk mengambil foto.
Buat apa fotonya? tanyanya masih keheranan.. Dia heran, bukan artis atau publik figure koq tiba-tiba ada yang mengajak foto bareng. Hmm...Aku yang mahfum, hanya menjawabnya dengan senyum tersungging. Anakku ini memang masih asing dengan beberapa tradisi dalam budaya Arab.
5. Tidak semua orang mau membawa pesan. Seberapa besar kita berniat menjodohkan seseorang, kita tidak bisa bekerja senyap, butuh rantai untuk menjadi penghubungnya. Inilah yang kumaksud dengan action. Dalam action, ada yang dengan senang hati membantu, ada yang php dan ada juga yang abstain. Jarang sih yang langsung frontal nolak...Mungkin yang nolak sungkan, khan ini termasuk tolong-menolong dalam kebaikan...:) Kalau rantainya tidak terhubung dengan baik bisa dipastikan hasilnya tidak seperti yang diharapkan. Kendala inilah yang sering kujumpai dilapangan tembak :(
Tapi ini semua kembali pada takdir. Kalau jodoh, semuanya jadi lebih mudah tapi kalau belum jodoh, ketemu aja kendalanya, yang no action, yang gak cocok, yang PHP, dll. Disinilah harus percaya takdir. Masing-masing pihak harus berbesar hati.
Tapi ini semua kembali pada takdir. Kalau jodoh, semuanya jadi lebih mudah tapi kalau belum jodoh, ketemu aja kendalanya, yang no action, yang gak cocok, yang PHP, dll. Disinilah harus percaya takdir. Masing-masing pihak harus berbesar hati.
6. Sekufu
Inilah point of interest dari sebuah kisah perjodohan dalam budaya Arab. Umumnya pihak perempuan yang menemui kendala dalam makna kata sekufu. Seabad yang lalu, dalam salah-satu warisan tradisi suku Arab, perempuan mempunyai akses yang terbatas dalam hal pendidikan sehingga tidak masalah jika terjadi ketimpangan pendidikan antara suami-istri. Seabad berlalu, ternyata tradisi/kebiasaan seperti ini masih berlaku ;)
Bukan hal yang aneh kalau ada perbedaan umur, tingkat pendidikan atau strata sosial-ekonomi antara pasangan suami-istri dalam sebuah keluarga dari suku Arab.
Inilah efek calon pilihan mami...🙈 yang bisa saja jadi blunder bagi anak perempuannya kelak. Seorang ibu pastinya menginginkan calon bagi anak lelakinya yang looks like Barbie or Cinderella (komplit, pintar masak, cantik dan baik hati).
Itu sebabnya bagi anak perempuan yang berpendidikan tinggi agak susah mencari yang sekufu. Semakin pintar, semakin sukses semakin menakutkan...Hhh mungkin umi-umi yang masih kolot aja yang berpikiran begini...Khawatir anaknya invisible. Mungkin 👀
Memang tidak bisa digeneralisasi sih tapi yang model begini masih punya tempat dan survive 😑
Pada kenyataannya, selama bumi masih berputar mengelilingi matahari, hal-hal yang kontradiktif akan selalu ada dan langgeng. Seperti yang dipaparkan dalam sebuah penelitian, banyak lelaki yang ketika beperan menjadi suami, mereka menginginkan istrinya tidak bekerja dan semata dirumah mengurus rumah tangga saja. Tetapi ketika silelaki itu menyublim menjadi Ayah, banyak ayah yang menginginkan anak perempuannya mandiri dengan bekerja.
Nah khan...
Seorang teman (dari suku Jawa) mengisahkan anak lelakinya minta dicarikan calon. Dan ketika temanku itu spontan menawarkan anak temannya yang sekolah di pondok, si anak lelakinya langsung menolak karena tidak sekufu katanya.
Tidak sekufu gimana? tanyaku
"Anak temanku yang dipondok itu anaknya baik, kalem tapi masih SMA, ntar jomplang cara berpikirnya. Umurnya juga beda jauh, susah diajak diskusi, kata anakku. Aku pikir-pikir betul juga.." ujar temanku, Aishah.
Hhh...aku langsung ketawa...
Aku nanya temanku itu, apa anaknya sadar betul akan ucapannya?
"Maksudnya..?'' temenku balik bertanya
"Apa anakmu sadar betul, pengin istri yang diajak diskusi tentang apa saja. Beli mobil tanya istrinya dulu, jenis dan catnya warna apa? Mau beli rumah nanya istrinya dulu. Mau ngasih uang ke ibunya, nanya istrinya dulu dll...Apa yakin, mau begitu..? Jangan-jangan anakmu cuman latah aj ma ungkapan manis bisa jadi teman diskusi" kataku menggoda.
Akhirnya temanku, Aishah ketawa juga...
Inilah point of interest dari sebuah kisah perjodohan dalam budaya Arab. Umumnya pihak perempuan yang menemui kendala dalam makna kata sekufu. Seabad yang lalu, dalam salah-satu warisan tradisi suku Arab, perempuan mempunyai akses yang terbatas dalam hal pendidikan sehingga tidak masalah jika terjadi ketimpangan pendidikan antara suami-istri. Seabad berlalu, ternyata tradisi/kebiasaan seperti ini masih berlaku ;)
Bukan hal yang aneh kalau ada perbedaan umur, tingkat pendidikan atau strata sosial-ekonomi antara pasangan suami-istri dalam sebuah keluarga dari suku Arab.
Inilah efek calon pilihan mami...🙈 yang bisa saja jadi blunder bagi anak perempuannya kelak. Seorang ibu pastinya menginginkan calon bagi anak lelakinya yang looks like Barbie or Cinderella (komplit, pintar masak, cantik dan baik hati).
Itu sebabnya bagi anak perempuan yang berpendidikan tinggi agak susah mencari yang sekufu. Semakin pintar, semakin sukses semakin menakutkan...Hhh mungkin umi-umi yang masih kolot aja yang berpikiran begini...Khawatir anaknya invisible. Mungkin 👀
Memang tidak bisa digeneralisasi sih tapi yang model begini masih punya tempat dan survive 😑
Pada kenyataannya, selama bumi masih berputar mengelilingi matahari, hal-hal yang kontradiktif akan selalu ada dan langgeng. Seperti yang dipaparkan dalam sebuah penelitian, banyak lelaki yang ketika beperan menjadi suami, mereka menginginkan istrinya tidak bekerja dan semata dirumah mengurus rumah tangga saja. Tetapi ketika silelaki itu menyublim menjadi Ayah, banyak ayah yang menginginkan anak perempuannya mandiri dengan bekerja.
Nah khan...
-------------------
Apa yang kutulis diatas, bandingkan dengan ini... Seorang teman (dari suku Jawa) mengisahkan anak lelakinya minta dicarikan calon. Dan ketika temanku itu spontan menawarkan anak temannya yang sekolah di pondok, si anak lelakinya langsung menolak karena tidak sekufu katanya.
Tidak sekufu gimana? tanyaku
"Anak temanku yang dipondok itu anaknya baik, kalem tapi masih SMA, ntar jomplang cara berpikirnya. Umurnya juga beda jauh, susah diajak diskusi, kata anakku. Aku pikir-pikir betul juga.." ujar temanku, Aishah.
Hhh...aku langsung ketawa...
Aku nanya temanku itu, apa anaknya sadar betul akan ucapannya?
"Maksudnya..?'' temenku balik bertanya
"Apa anakmu sadar betul, pengin istri yang diajak diskusi tentang apa saja. Beli mobil tanya istrinya dulu, jenis dan catnya warna apa? Mau beli rumah nanya istrinya dulu. Mau ngasih uang ke ibunya, nanya istrinya dulu dll...Apa yakin, mau begitu..? Jangan-jangan anakmu cuman latah aj ma ungkapan manis bisa jadi teman diskusi" kataku menggoda.
Akhirnya temanku, Aishah ketawa juga...
Bolehkah suku Arab menikah dengan suku non Arab?
Aku bukan pemerhati budaya, jadi cerita ini ditulis semata-mata hasil dari pengalaman langsung bukan dari pengamatan ilmiah atau sejenisnya. Karenanya jawaban dari pertanyaan ini, akan kujawab sebagai bagian dari proses metamorfosa-ku.
Pertanyaan ini sering diajukan mulai dari aku masih SD. Dan biasanya aku tidak menjawab karena memang tidak tahu. Ketika menginjak SMP, pertanyaan ini tak kujawab, juga aku tidak tahu alasan sebenarnya kecuali almarhum abi melarang. Ketika menginjak hari pertama di SMA, aku sudah mulai dapat merasakan itu bukan pelarangan tapi undang-undang, seperti NKRI harga mati...🙈.
Saat itu kalau aku ditanya, aku tetap tidak menjawab hanya aku sudah mulai bisa menebak alasannya. Saat aku kuliah, aku sudah mulai bisa menjawab dengan nalar. Saat aku menikah dan mempunyai anak perempuan diusia balita, aku adalah calon pemberontak. Saat anak perempuanku memasuki usia dewasa, aku adalah prototipe almarhum abi, sangat protective terhadap anak perempuanku.
Kembali ke pertanyaan asal, apakah boleh suku arab menikah dengan suku non arab?
Jawabannya adalah boleh.
Tidak haram? Tidak...
Tapi memang tidak mudah terutama bagi anak perempuan.
Mengapa Tidak mudah? Apakah karena nama keluarga akan hilang jika mereka menikah dengan laki-laki dari suku non arab?
Jawabannya memang benar nama keluarga (fam) akan hilang tapi sebenarnya faktor fam bukannya yang utama.
Kalau begitu, faktor apa yang menyebabkan tidak mudah?
Setiap orangtua mempunyai harapan tersendiri pada masing-masing anak. Harapan yang membawa doa-doa terbaiknya. Sedangkan kenyataan adalah: fakta yang ada saat ini. Antara harapan dan kenyataan adalah dua faktor yang berbeda. Bila ada gap antara harapan dan fakta itulah yang dinamakan masalah. Adanya masalah inilah yang disebut dengan tidak mudah.
Sebenarnya gap antara harapan dan kenyataan tidak saja terjadi pada suku arab dan non arab tapi bisa juga terjadi pada suku jawa dan non jawa, suku batak dan non batak dll.
Gap harapan dan kenyataan bisa juga merambah ke status sosial-ekonomi, tingkat pendidikan, profesi dll. Misalnya: keluarga dari kalangan militer cenderung menginginkan anak/mantunya punya lat-bel militer juga. Atau keluarga dari kalangan akademik cenderung menginginkan anak/mantu dari kalangan yang sama juga.
Dalam hal ini, orangtua cenderung punya harapan agar anak-anaknya menikah dengan lat-bel keluarga yang sekufu. Hal ini bukan suatu keanehan,keburukan atau kejahatan. Mereka hanya ingin memastikan anak-anak perempuannya terlindungi dan aman menurut nilai-nilai yang sudah mereka kenal bertahun-tahun. Itu sebabnya seperti uraian diatas perjodohan dikalangan suku Arab amat sangat populer.
Hanya saja, gap ini yang menjadikan perkawinan tak sekufu itu menjadi tidak mudah terutama bagi anak-anak perempuan, utamanya lagi dari suku Arab.
Untuk anak laki-laki sebetulnya gap itu dapat lebih mudah diatasi. Mengapa?
Karena secara sosial dan agama, anak laki-laki berada dalam garda depan (punya tanggung jawab lebih) dalam menyandang nama dan kehormatan keluarga. Selain keabsahan membawa nama marga (fam), laki-laki punya hak talak dan anak laki-laki akan selalu menjadi anak ibunya (artinya: seorang anak laki-laki surganya ada pada ibunya) Karenanya ibu yang punya anak laki-laki sudah seharusnya punya tingkat kekhawatiran yang lebih rendah dibanding anak perempuan .Mungkin satu-satunya kekhawatiran seorang ibu jika anak lelakinya adalah termasuk golongan suami-suami takut istri...🙈
--------------------
Harapan hanyalah harapan. Dia tidak bisa melampaui takdir. Kalau memang jodoh, tak ada kekuatan yang dapat menolaknya. Hanya saja sesuatu yang baik, seharusnya diperjuangkan dengan baik bukan dengan pemaksaan atau sampai kawin lari segala. Banyak kisah love story disekitarku. Diantaranya, kisah adikku.
Ketika adikku, Rima mengajukan calonnya Nova, dari suku jawa maka gegerlah dunia Al Thalib. Memang adikku bukan yang pertama, tapi dari jalur abi dan mama, Rima adalah anak perempuan yang pertama.
Fase pertama adalah fase yang paling berat dan tidak mudah, cenderung uji nyali alias menakutkan. Almarhum abi dengan tegas menolak mentah-mentah. Fase kedua, adikku menggalang dukungan dari mama: mental-tertolak. Fase ketiga, tak kurang akal, adikku menggunakan saudara menjalin solidaritas. Dukungan mulai terpetakan. Fase keempat, Rima mulai menebar simpati, Nova mulai dilibatkan untuk berbicara denganku dan saudara-saudara yang lain. Nova datang berusaha menemui almarhum abi: tertolak. Fase kelima, almarhum abi mulai melunak, meminta wali hakim. Tahu ada peluang, Rima masih menebar dan menggalang simpati, terutama ke mama dan aku, sebagai penerus lidah ke saudara laki-laki. Fase keenam, almarhum abi memerintahkan aku dan anak laki-lakinya plus adiknya mama (laki-laki) berangkat mewakili almarhum abi menikahkan Rima di mataram (tempat rima bermukim, mengikuti program PTT drg). Ketika kita sudah siap-siap berangkat, giliran Rima yang tidak mau menikah tanpa restu almarhum abi. Fase ketujuh, fase reses, rundingan melibatkan keluarga besar. Fase kedelapan, almarhum abi mengangkat bendera, menerima Nova sebagai menantu tanpa syarat. Meski masih ada yang keberatan tetapi ketika almarhum abi sebagai garda depan, memberikan restunya, otomatis semua saudara langsung berubah haluan, ikut mendukung. Fase kesembilan, keluarga Nova berkunjung kerumah bertemu keluarga besar Al Thalib melalui tahap lamaran. Fase kesepuluh, akad nikah, langsung almarhum abi sendiri yang menikahkan Rima Sebelum akad nikah, almarhum abi mensyaratkan akad dibaca dengan menggunakan bahasa Arab, jadilah sebelumnya Nova belajar menghafal lyrik akad berbahasa Arab. Alhamdulillah lancar :)
Ada kisah lucu dalam perkawinan campuran ini. Dalam rangka belajar menyesuaikan diri, hal pertama yang diajarkan Rima pada Nova adalah belajar bersalaman, siapa yang harus diajak bersalaman dan siapa yang tidak. Saat-saat awal masuk dalam keluarga, Nova bersalaman pada semua orang yang malah bikin kita saling pandang-memandang: terkaget, terkekeh dan meleleh 🙈
Apakah adakah alasan lain kenapa seorang perempuan dari suku Arab susah menikah dengan laki-laki non Arab?
Ada beberapa (meski sekarang jumlahnya semakin sedikit) yang beranggapan, alasan sulitnya perempuan dari suku Arab menikah dengan lelaki non Arab dikarenakan masalah rasis. Tentu saja ini adalah anggapan yang paling koyol.
Mengapa?
Yang pertama: fakta bahwa laki-laki Arab lebih mudah menikah dengan perempuan suku non Arab ini menandakan statement diatas tidak terbukti. Kalau ada masalah rasis, mengapa mereka mempercayakan anak-anaknya lahir dan diasuh dari seorang ibu yang mereka rendahkan sukunya ?
Yang kedua: fakta bahwa laki-laki arab lebih mudah menikah dengan perempuan non arab membawa pada fakta berikutnya, kelak bisa saja pasangan ini (terutama si ibu yang non arab) akan menjadi mertua dari menantu perempuannya yang arab. Dan si menantu sebagaimana layaknya menantu-menantu arab yang lain harus hormat dan taat pada ibu mertuanya selain suaminya. Seorang menantu perempuan arab yang tidak hormat dan taat pada ibu mertuanya (apapun sukunya), dia tahu kemana perkawinan itu akan berujung.
-----------------------------------
Apa perempuan Arab yang menikah dengan laki-laki non Arab akan terkucil dari keluarga?
Jawaban logisnya ada dibawah ini:
Keturunan Arab, aku bagi kedalam tiga golongan secara sederhana.
Golongan Satu: Konservatif cenderung kolot. Ditandai dengan banyaknya tradisi yang masih mengakar kuat. Umumnya perempuannya berhijab, dan pendidikannya lebih condong memilih pendidikan agama daripada pendidikan umum.
Golongan Dua: Moderate. Tidak banyak memegang tradisi, umumnya perempuannya berjilbab dan memilih pendidikan umum. Bisa sekolah sampai SI dan S2. Ada yang bekerja, ada yang tidak.
Golongan Tiga: Modern. Tidak banyak memegang tradisi, biasanya kaum perempuannya tidak berjilbab dan menempuh pendidikan umum. Bisa sekolah sampai SI, S2 atau bahkan S3 dan bekerja sesuai bidangnya.
Ini memang bukan penggolongan yang ilmiah karena hanya didasarkan dengan ukuran yang sederhana, pakai jilbab atau belum pake jilbab. Hehe..kalau di keturunan arab, kalau ada perempuan yang sudah kuliah atau menikah atau sudah berumur belum memakai jilbab sering digolongkan dengan sebutan Arab modern...🙈
Menjawab pertanyaan diatas, biasanya yang terlibat pernikahan dengan non Arab adalah digolongan moderate dan modern. Biasanya perempuan Arab yang menikah dengan laki-laki non Arab adalah teman sekuliah atau teman sekerja. Mereka eksis dalam karier atau pekerjaannya sehingga mereka tidak punya banyak waktu untuk berkumpul dengan keluarga besar arabnya. Beda dengan perempuan arab pada umumnya yang setelah menikah tidak bekerja. Mereka seakan selalu exis dalam acara gathering keluarga. Jadi terkucil atau dikucilkan itu dalam artian berkaitan dengan cara pandang baru. Dengan keterbatasan waktu, bagaimana mereka mau memaksa diri untuk tetap terikat dengan keluarga besarnya atau mereka hanya merasa perlu terikat dengan keluarga kecilnya yang baru.
---------------------------------------------
Bagaimana apakah artikel ini bermanfaat bagi anda?Semoga ada sesuatu yang baik yang bisa diambil manfaatnya.
See you inthe next post...
Salam hangat 😍