17 July 2014

Review: Susahnya mendidik anak... (laki-laki)

Karena ada embel-embel Psi dibelakang nama jadi banyak temen yang pengin konsul sewaktu ada masalah. Padahal swear... tiga huruf dibelakang nama itu cuman pajangan aj soalnya gak pernah dipake buat ngelamar kerja karena keburu dilamar si dato...;)
Tapi eit...jangan ke-ge-eran dulu, sepertinya setiap orang kalau lagi dapet masalah juga pengin sharing. Kenapa ya? 
KARENA...masalah itu bisa dilihat lebih subyektif kalau pake kacamata orang lain. Kitanya yang sudah suntuk, ngeliat jalan buntu doang padahal sebenarnya ada pintu kecil yang sering tidak terlihat bila kita tidak merubah cara pandang atau pinjam kacamata orang lain.
Judul ini sebenarnya provokatif karena mesti diprotes orangtua yang punya anak laki-laki dan tidak bermasalah. Sabar...sabar...
Atau bakal diprotes oleh orangtua yang punya anak perempuan dan bermasalah...hehehe biasanya kalau yang ini lebih kalem.
Sebenarnya itu cuman judul-judulan aja, aslinya setiap anak baik perempuan maupun anak laki-laki punya potensi bermasalah hanya ada yang sudah show-up ada yang masih hidden. Kalau anak anda lurus-lurus saja...Syukur alhamdulillah karena tidak semua orangtua seberuntung anda. Lihat nih, ekspresi ortu yang lagi marah
Ada apa dengan kamu...???!!!
Dalam setiap tahapan perkembangan anak ada tugas-tugas perkembangan yang diembannya (googling ya tentang ini di bukunya Elizabeth B Hurlock). Supaya tidak seperti sedang baca buku diktat (meski seingatku buku ini nyaman dibaca, ulasannya detil banget seperti membaca sebuah novel berseri). Bisa juga cari ulasan yang lebih populer, coba aja search di google.
Seperti ini covernya:
Dalam perjalanannya ada anak yang sukses dengan mulus melewati setiap tahap demi tahap tugas perkembangannya tapi banyak juga yang tertatih-tatih atau bahkan gagal menjalankan tugas-tugasnya.
Sebenarnya apa yang terjadi sih...? 
Disamaain dulu ya persepsinya. Yang dimaksud dengan anak disini adalah remaja awal (usia 12-15 tahun) Yang terjadi sebenarnya adalah berhubungan dengan proses penyesuaian. Ada anak yang mudah dan ada yang kurang atau kesulitan menyesuaikan diri. Singkatnya (supaya tidak seperti sedang kuliah terbuka) pada masa remaja terjadi perubahan drastis baik secara fisik, psikis dan sosial. Perubahan-perubahan ini menyulut krisis, maka timbullah istilah krisis identitas, krisis kepercayaan diri de-el-el. Bagaimana caranya mengatasi krisis inilah yang menentukan seperti apa dia kelak, apakah akan menjadi individu yang bermasalah atau tidak?
Kembali lagi ke masalah susahnya mendidik anak, (khususnya anak laki-laki, anak perempuan bisa lebih kalem dan penurut karena banyak aturan (norma) yang membatasinya sementara pada anak laki-laki aturan itu lebih longgar).
contoh kasus 1: anak tidak mau sekolah dengan alasan yang tidak jelas, tidak  bersemangat atau malas.
contoh kasus 2: anak merokok, keluyuran malam dan kerap marah atau membantah jika ditegur.
contoh kasus 3: anak melawan orangtua, memukul atau berkata-kata menyakitkan.
Seperti contoh kasus diatas, jika terlanjur terjadi sebaiknya harus ada komunikasi yang baik antara orangtua dan guru atau orangtua dan teman/sahabat anak. Karena pada masa-masa remaja ini anak tidak bisa dipisahkan dari peer-groupnya. Selain guru dan teman sebagai mediator bisa juga berasal dari keluarga yang disegani. Untuk kasus-kasus yang berat, segeralah minta bantuan profesional dengan mendatangi lembaga konseling.
Sebagai langkah pencegahan, untuk menghindari hal-hal buruk berkaitan dengan pendidikan anak, menurut pengamatan pribadi (bukan pengalaman soalnya alhamdulillah anaknya cewek semua..:) sebaiknya orangtua harus tega dalam mendidik anak laki-lakinya. Tega dalam artian tegas dan konsisten. Kalau anda merasa tidak mampu, better anak disekolahkan di pesantren (sebaiknya setelah lulus SD, kalau terlalu kecil, sayang masa-masa emas bersama orangtua akan terkoreksi). Ada seorang teman yang memasukkan anaknya ke pesantren setelah lulus SMA. Belajar agama selama dua tahun di pondok ( jangan bayangin pesantren yang kuno dan suram, sekarang ini pesantren modern sudah sangat banyak) kemudian baru melanjutkan kuliah. Apa gak rugi waktu, terlambat kuliah dua tahun? Enggak juga, kita khan tidak sedang berdagang. Kita pengin anak yang sukses paripurna, dunia-akhirat bukan dunia saja.
Bagi sebagian anak, tinggal dipesantren seperti sedang menjalani hukuman tapi bagi sebagian yang lain, oke-oke saja tinggal di pesantren. Waktulah yang akan mendamaikan.
Jadi kalau berniat memasukkan anak di pesantren sebaiknya anak dipersiapkan sedini mungkin, at least satu tahun sebelumnya. Kalau perlu ajak cek ke lokasi (hehe kayak lagi cari villa aja). Kasih sebanyak mungkin info tentang pesantren yang akan dipilih. Insyaallah sambil disertai dengan doa dan upaya, anak-anak kita akan tumbuh dan berkembang seperti yang diharapkan semua orangtua, menjadi anak yang sholeh, sukses dunia dan akhirat. 
Pesantren Hidayatullah, Batu-Malang


 Penampakan Gedungnya

Ekspresi murid baru, kunjungan kedua. Kunjungan pertama menangis tersedu pengin pulang, kangen mama.

Padahal melanjutkan sekolah dengan mondok  di pesantren adalah murni ide si tampan Rayhan karena banyak temen-temennya yang juga mondok. Tapi ketika sudah masuk pondok dan bersentuhan langsung dengan budaya pondok, langsung jetlag...;)

 Ekspresi memelas minta dijenguk sesering mungkin

Bagaimana dengan anak perempuan?
Kalau mau dikirim ke pesantren boleh, tidak ada salahnya. Pesantren khusus perempuan juga semakin banyak pilihannya. Terpulang lagi pada kesiapan orangtua dan anak untuk menentukan pilihan.
Apa yang diuraikan dalam tulisan ini tidak berarti tugas mulia orangtua sebagai pembentuk akhlak anak digantikan oleh kurikulum pesantren. Karenanya meski anak sudah diamankan bersekolah di pesantren, tugas mulia orangtua masih berlangsung sepanjang hayat dikandung badan.
Bagaimana sih jadi orangtua yang baik?
Ini susah-susah gampang jawabnya karena kondisi masing-masing orangtua dan anak berbeda-beda. Secara umum orang akan menjawab berdasarkan pola asuh yang diterapkan orangtua. Yang dianggap ideal adalah ortu yang menerapkan pola asuh demokratis. Pola asuh permissif (apa-apa boleh) atau pola asuh otoriter (suka berseru jangan...jangan...) dianggap bukan pola asuh yang positip. 
Bagi kita yang agak otoriter (mungkin kalau anak yang ditanya malah dibilang sangat...:) yang terbaik adalah mereka tahu kita sangat menyayanginya ditengah kebingungan mengambil sikap...Hehe ini bukan pembelaan tapi memang ini pembelaan soalnya kita susah sekali bersikap konsisten. Sudah bersusah-payah mencegah anak yang mau travelling ma temen-temennya ee...si abah malah mengijinkan. Begitu juga sebaliknya, si abah sudah pidato panjang lebar tentang keselamatan mengemudi, si ibu malah mengijinkan nyetir antar kota.
Semua orang tua berupaya menjadi orangtua yang baik, mereka hanya perlu belajar. Setiap anak yang ingin menjadi anak yang baik, mereka hanya perlu berbakti.
Semoga tulisan ini bermanfaat. See you soon...:)  

No comments:

Post a Comment