Ada anak yang didapat dari dikandung dan dilahirkan. Ada anak yang didapat dari perkawinan, ada pula anak yang didapat dari diangkat. Bagaimana proses mendapatkan anak tidak dibahas disini. Yang jadi titik poin tulisan ini, coba kita lihat foto menyentuh dibawah ini.
ibu Mertua & anak Menantu 1
ibu Mertua & anak Menantu 2
Masyaallah Tabarakallah...Anak yang baik adalah hasil dari didikan orangtuanya.
Dan semoga ibu Ani diberikan kesembuhan yang sempurna. لَا بَأْسَ طَهُوْرٌ إِنْ شَاءَ اللهُ. Amin Ya Robbal Alamin.
-----------------------------
Anak adalah sebuah karunia, apakah itu laki-laki atau perempuan. Anak perempuan memiliki kelebihan atas anak laki-laki begitu juga sebaliknya. Misalnya: Perbedaan dari segi kecintaannya pada orangtua. Kelebihan anak perempuan adalah memainkan perasaannya atau lebih berempati terhadap orangtuanya. Sementara anak laki-laki kecintaan pada orangtuanya ditunjukkan dengan sikap mengayomi.
Seorang teman (yang hanya punya anak laki-laki) menginfokan, anak laki-laki itu jika menawarkan sesuatu berlaku hanya satu kali saja jadi sebagai orangtua jangan coba-coba jaim. Mereka terlalu logis bernalar...🙈 Beda dengan anak perempuan yang suka "memaksa". Orangtua(baca: ibu) membaca pemaksaan ini adalah tanda kesungguhan. Misal: memaksa orangtuanya untuk nambah berlibur dirumahnya atau mengajak untuk tinggal bersamanya.
Menantu perempuan dan ibu mertua mempunyai potensi konflik lebih besar dibanding dengan menantu laki-laki dengan ibu/bapak mertua. Mengapa? Karena perempuan lebih memainkan perasaannya dibanding logika. Salah-paham dalam sebuah hubungan menantu-mertua, adalah hal biasa yang akan menjadi luarbiasa jika terekam oleh orang yang tidak tepat.
Menantu itu juga manusia biasa meski dipilih melalui proses seleksi yang berlapis-lapis. Lolos seleksi, restu turun bukan berarti langsung dapet award menantu idaman...😏
Seorang teman memuji menantu perempuannya , baik, sabar, cantik dll. Seorang teman yang lain memuji menantunya sebagai pribadi yang humble, friendly, patient dll...Teman yang lain memuji menantunya sabar, santun dan apa adanya.
Aku yang kepo berusaha mengamati menantu-menantunya itu saat bertemu. Dari melihat bahasa tubuhnya dan bahasa lisannya ada satu kesamaan diantara mereka, sama-sama sabar...!
Sebagai orang yang tidak sabaran, aku sangat mengapresiasi orang sabar. Menurutku, orang sabar memang layak mendapat award...✌
Selain mengamini pujian mereka, aku juga kepo (maklum emak-emak) menanyakan kira-kira menantu yang tidak menyenangkan itu seperti apa?
Tidak ada contoh, tapi mereka koor mengatakan kalau yang termasuk kategori ini adalah menantu yang cuek. Ai...tambah kepo ini...Cuek yang gimana ya?
Setelah dijelaskan, akupun mahfum...ternyata cuek yang dimaksud, yang tak bisa jadi lidah penyambung antara perasaan dan logika. Cuek tak mau/mampu meterjemahkan gelombang logika menjadi getaran perasaan.
Misalnya nih jika, si ibu lagi kesal sama anaknya (biasalah mak-mak suka baper dan penyebabnya juga bisa apa saja). Selalunya anak laki-laki khan gak peka, gak ngerti kalau si ibu lagi kesal jadi sikapnya cuek-cuek saja. Nah disinilah peran menantu perempuan diharapkan sebagai penyambung lidah. Jangan ikut-ikutan cuek dong...ambil peran. Pada umumnya, nanti hukum kembali keasal berlaku. Rasa sayang si ibu pada anaknya mendorong dia menjatuhkan kesalahan pada menantunya...Ya itu tadi dianggap: salahnya, simenantu yang cuek. Masih untung dianggap cuek, kalau dianggap provokator, gimana...? Bakalan ada drama berseri...😟
Menantu itu seperti anak. Mertua itu seperti orangtua, benarkah?
Pembahasan ini kayaknya lebih tepat ditujukan untuk menantu perempuan dibanding menantu laki. Sepanjang dan selebar pengamatanku, menantu laki hampir tidak bermasalah dengan para mertuanya. Lebih tepatnya kalau sampai menantu laki bermasalah dengan mertuanya, seringnya sih malah gak lama menyandang status menantu. Gesekan yang terjadi pastinya bukan masalah remeh-temeh yang main perasaan tapi sudah masuk kategori big mistake. Kalau begini, eliminasi bisa terjadi dengan sendirinya.
Ada dua hal yang bisa menyebabkan menantu dapat berperan seperti anak dan mertua dianggap seperti orangtua sendiri.
Seorang teman (yang hanya punya anak laki-laki) menginfokan, anak laki-laki itu jika menawarkan sesuatu berlaku hanya satu kali saja jadi sebagai orangtua jangan coba-coba jaim. Mereka terlalu logis bernalar...🙈 Beda dengan anak perempuan yang suka "memaksa". Orangtua(baca: ibu) membaca pemaksaan ini adalah tanda kesungguhan. Misal: memaksa orangtuanya untuk nambah berlibur dirumahnya atau mengajak untuk tinggal bersamanya.
-------------------------
Anak-MenantuMenantu perempuan dan ibu mertua mempunyai potensi konflik lebih besar dibanding dengan menantu laki-laki dengan ibu/bapak mertua. Mengapa? Karena perempuan lebih memainkan perasaannya dibanding logika. Salah-paham dalam sebuah hubungan menantu-mertua, adalah hal biasa yang akan menjadi luarbiasa jika terekam oleh orang yang tidak tepat.
Menantu itu juga manusia biasa meski dipilih melalui proses seleksi yang berlapis-lapis. Lolos seleksi, restu turun bukan berarti langsung dapet award menantu idaman...😏
Seorang teman memuji menantu perempuannya , baik, sabar, cantik dll. Seorang teman yang lain memuji menantunya sebagai pribadi yang humble, friendly, patient dll...Teman yang lain memuji menantunya sabar, santun dan apa adanya.
Aku yang kepo berusaha mengamati menantu-menantunya itu saat bertemu. Dari melihat bahasa tubuhnya dan bahasa lisannya ada satu kesamaan diantara mereka, sama-sama sabar...!
Sebagai orang yang tidak sabaran, aku sangat mengapresiasi orang sabar. Menurutku, orang sabar memang layak mendapat award...✌
Selain mengamini pujian mereka, aku juga kepo (maklum emak-emak) menanyakan kira-kira menantu yang tidak menyenangkan itu seperti apa?
Tidak ada contoh, tapi mereka koor mengatakan kalau yang termasuk kategori ini adalah menantu yang cuek. Ai...tambah kepo ini...Cuek yang gimana ya?
Setelah dijelaskan, akupun mahfum...ternyata cuek yang dimaksud, yang tak bisa jadi lidah penyambung antara perasaan dan logika. Cuek tak mau/mampu meterjemahkan gelombang logika menjadi getaran perasaan.
Misalnya nih jika, si ibu lagi kesal sama anaknya (biasalah mak-mak suka baper dan penyebabnya juga bisa apa saja). Selalunya anak laki-laki khan gak peka, gak ngerti kalau si ibu lagi kesal jadi sikapnya cuek-cuek saja. Nah disinilah peran menantu perempuan diharapkan sebagai penyambung lidah. Jangan ikut-ikutan cuek dong...ambil peran. Pada umumnya, nanti hukum kembali keasal berlaku. Rasa sayang si ibu pada anaknya mendorong dia menjatuhkan kesalahan pada menantunya...Ya itu tadi dianggap: salahnya, simenantu yang cuek. Masih untung dianggap cuek, kalau dianggap provokator, gimana...? Bakalan ada drama berseri...😟
Menantu itu seperti anak. Mertua itu seperti orangtua, benarkah?
Pembahasan ini kayaknya lebih tepat ditujukan untuk menantu perempuan dibanding menantu laki. Sepanjang dan selebar pengamatanku, menantu laki hampir tidak bermasalah dengan para mertuanya. Lebih tepatnya kalau sampai menantu laki bermasalah dengan mertuanya, seringnya sih malah gak lama menyandang status menantu. Gesekan yang terjadi pastinya bukan masalah remeh-temeh yang main perasaan tapi sudah masuk kategori big mistake. Kalau begini, eliminasi bisa terjadi dengan sendirinya.
Ada dua hal yang bisa menyebabkan menantu dapat berperan seperti anak dan mertua dianggap seperti orangtua sendiri.
Yang pertama adalah: sikap suami dan yang kedua adalah didikan yang baik dari orangtuanya. Sementara sikap mertua itu sendiri adalah katalisator. Mertua yang bijaksana, semakin disayang menantu.
Sikap suami yang shalih dan bijaksana akan mendorong istri untuk hormat dan sayang pada mertuanya. Dari segi didikan orangtua, ini semacam kredit point yang tersimpan dalam bentuk sikap tidak pendendam, sikap sabar, hormat dan patuh pada orangtua, dll.
Mertua itu adalah ibu dari suami. Harusnya mertua memang dianggap seperti orangtua sendiri. Hubungan baik antara mertua-menantu itu bukan berarti zero konflik. Dengan ibu sendiri aja terkadang ada kesalahpahaman atau ketidaksepahaman apalagi dengan mertua (terutama diawal-awal perkawinan)
Apakah kita akan berbalas-balasan jika dengan orangtua kita?
Tentu tidak khan...
Ada kisah lucu sehubungan bisakah mertua dianggap seperti orangtua sendiri. Seorang teman yang sudah menjadi mertua menceritakan kisahnya pada suatu hari. Setiap pagi si menantu laki (kebetulan masih tinggal serumah) bersalaman padanya saat pamit mau berangkat kerja. Biasanya sih standart saja, salaman dengan cium tangan. Nah pagi itu kebetulan si ibu mertua lagi didapur, cuci-cuci piring dan tangannya masih belepotan sabun. Alhasil saat mau bersalaman pamit kerja, si menantu tidak bisa menjabat tangan si ibu mertua, meski si ibu sudah memberi signal dengan anggukan ternyata si menantu melakukan terobosan baru dengan cipika-cipiki... Deg...langsung temanku mau pingsan saking kagetnya. Dan ketika dia meloparkan keanaknya, sang anak cuman ketawa cekikan...
Dan ketika kuceritakan kisah ini ke putri sulungku, jawabannya..."Mama jangan genit ah..." 😶😄🙈
Lain teman, lain cerita versiku. Dari beberapa tahun yang lalu, aku selalu membujuk suami untuk mau cipika-cipiki pada mama (kalau sama almarhum abi sih sudah biasa). Biasanya sih suami bila bertemu mama, hanya salaman takzim, cium tangan saja. Ini yamg bikin aku keki soalnya aku melihat sepupu-sepupuku yang lain, suaminya cium pipi kiri dan kanan bahkan ada yang kening pada mertuanya. Dibujuk gak mau, katanya belum terbiasa...🙈. Alamak...kalau gak dimulai kapan jadi kebiasaan.
Sampailah kemarin, suami yang mau berangkat umroh berniat pamit pada mama. Sebelumnya aku sudah membujuk manis untuk cipika-cipiki pada mama dan finally.... dia setuju. Masak sih mertua sudah berumur tujuhpuluh tahun hanya dicium tangannya saja, kurang takzimlah...
Aku sudah senang dengan perubahan sikapnya dan aku menunggunya untuk mengabadikan moment tersebut...
Pada saat kita berjalan mendekat ke mama, eit ...tiba-tiba adikku memanggilku kedalam. Mendengar panggilan yang diulang-ulang maka aku bergegas masuk kedalam dan membiarkan suami sendiri bertemu mama. Lima belas menit kemudian, aku sudah diatas mobil mengantar suami menuju airport (suami pergi umroh bersama ibu dan saudara-saudaranya). Pas aku tanya...." Tadi sudah belum...?"
Suami menggeleng sambil tersipu...
Lha koq gitu sih, aku kesel masih saja belum berhasil membujuknya. Ternyata jawabannya membuatku tergelak...
"Janjinya khan didampingi...koq tadi ditinggal (aku pas masuk dipanggil adikku) Tadi pas salaman ma mama ada Adam (kkk sulung) ya aku gak beranilah...Ntar adam atau mamanya yang pingsan, gimana? "
Duh...nemu aja alasannya. Tapi akupun tak menyerah, dalam waktu dekat inshaallah, dicoba lagi...😊
Semoga kita bisa menjadi anak - menantu - mertua yang baik. Amin.
See you in the next post...😍
Tentu tidak khan...
Ada kisah lucu sehubungan bisakah mertua dianggap seperti orangtua sendiri. Seorang teman yang sudah menjadi mertua menceritakan kisahnya pada suatu hari. Setiap pagi si menantu laki (kebetulan masih tinggal serumah) bersalaman padanya saat pamit mau berangkat kerja. Biasanya sih standart saja, salaman dengan cium tangan. Nah pagi itu kebetulan si ibu mertua lagi didapur, cuci-cuci piring dan tangannya masih belepotan sabun. Alhasil saat mau bersalaman pamit kerja, si menantu tidak bisa menjabat tangan si ibu mertua, meski si ibu sudah memberi signal dengan anggukan ternyata si menantu melakukan terobosan baru dengan cipika-cipiki... Deg...langsung temanku mau pingsan saking kagetnya. Dan ketika dia meloparkan keanaknya, sang anak cuman ketawa cekikan...
Dan ketika kuceritakan kisah ini ke putri sulungku, jawabannya..."Mama jangan genit ah..." 😶😄🙈
Lain teman, lain cerita versiku. Dari beberapa tahun yang lalu, aku selalu membujuk suami untuk mau cipika-cipiki pada mama (kalau sama almarhum abi sih sudah biasa). Biasanya sih suami bila bertemu mama, hanya salaman takzim, cium tangan saja. Ini yamg bikin aku keki soalnya aku melihat sepupu-sepupuku yang lain, suaminya cium pipi kiri dan kanan bahkan ada yang kening pada mertuanya. Dibujuk gak mau, katanya belum terbiasa...🙈. Alamak...kalau gak dimulai kapan jadi kebiasaan.
Sampailah kemarin, suami yang mau berangkat umroh berniat pamit pada mama. Sebelumnya aku sudah membujuk manis untuk cipika-cipiki pada mama dan finally.... dia setuju. Masak sih mertua sudah berumur tujuhpuluh tahun hanya dicium tangannya saja, kurang takzimlah...
Aku sudah senang dengan perubahan sikapnya dan aku menunggunya untuk mengabadikan moment tersebut...
Pada saat kita berjalan mendekat ke mama, eit ...tiba-tiba adikku memanggilku kedalam. Mendengar panggilan yang diulang-ulang maka aku bergegas masuk kedalam dan membiarkan suami sendiri bertemu mama. Lima belas menit kemudian, aku sudah diatas mobil mengantar suami menuju airport (suami pergi umroh bersama ibu dan saudara-saudaranya). Pas aku tanya...." Tadi sudah belum...?"
Suami menggeleng sambil tersipu...
Lha koq gitu sih, aku kesel masih saja belum berhasil membujuknya. Ternyata jawabannya membuatku tergelak...
"Janjinya khan didampingi...koq tadi ditinggal (aku pas masuk dipanggil adikku) Tadi pas salaman ma mama ada Adam (kkk sulung) ya aku gak beranilah...Ntar adam atau mamanya yang pingsan, gimana? "
Duh...nemu aja alasannya. Tapi akupun tak menyerah, dalam waktu dekat inshaallah, dicoba lagi...😊
masih begini...tak sesuai SOP..😞
Semoga kita bisa menjadi anak - menantu - mertua yang baik. Amin.
See you in the next post...😍